[Ficlet] Sorrowful Memento

sm-ls

a movie by tsukiyamarisa

BTS’ Yoongi (Suga) and SEVENTEEN’s Jihoon (Woozi)

Ficlet | Dark, Sad, Family, Angst | 17 (for suicidal themes, cursing words, self-harm, and trigger warning)

also posted in fanfictionscafe

.

But don’t you dare let our best memories bring you sorrow

Lost Stars by Adam Levine

.

.

 .

.

“Kami tahu kau bisa melakukannya, Nak!”

“Kau jelas lebih berguna daripada kakakmu.”

Yoongi hanya mampu menghela napas panjang, memutuskan untuk menyudahi kegiatannya mencuri dengar pembicaraan itu. Lelaki itu lamat-lamat menutup pintu kamarnya, hasilkan bunyi debam pelan diiringi bunyi ‘klik’ kunci yang terputar. Seluruh tubuhnya terasa tak bertenaga; ia lelah namun pikiran itu terus berpacu tanpa henti.

Entah sejak kapan, tapi bohong kalau Yoongi berkata bahwa ia tak muak dengan konversasi barusan. Obrolan yang akhir-akhir ini semakin sering terjadi, membuat Yoongi bertanya-tanya apakah hidupnya dan pilihannya memang membuahkan hasil yang sedemikian tidak berguna. Yang membuatnya ingin tahu, ke manakah perginya semua masa kecil bahagia yang pernah ia rasakan.

“Pokoknya, jangan sampai kau jadi orang pemalas seperti—“

 .

.

BRAAAAKK!!

 .

.

SHIT!!”

Menendang kursi kayu yang berada di kamarnya hingga menabrak daun pintu, Yoongi membungkam semua suara itu. Tinjunya serta merta melayang pada permukaan dinding, menghantamnya beberapa kali hingga buku-buku jari itu memerah. Rasanya sakit, namun luka dan goresan fisik bukanlah masalah baginya. Tidak ketika perasaannya bahkan telah terlukai lebih dalam, memaksa embusan napasnya untuk keluar dalam tempo terputus-putus seraya pelupuk matanya memanas.

Shit, shit! You shouldn’t crying, Min Yoongi, damn it!”

Memaki dalam nada rendah, Yoongi menghapus air matanya dengan kasar. Membiarkan tubuh kurus itu terempas di atas permukaan tempat tidur yang berantakan, menahan keinginan untuk tidak kembali menyalahkan diri sendiri. Toh, Yoongi sudah tahu kalau ia memang hancur. Tanpa perlu diberitahu berulang-ulang pun ia—

“Kak Yoongi? Boleh aku masuk?”

Itu Jihoon.

Adiknya yang berumur tiga tahun lebih muda, yang selalu dianggap akan memiliki masa depan lebih cerah. Semata-mata hanya karena ia lebih pintar, lebih patuh pada semua aturan, serta memiliki pandangan yang sama dengan orangtua mereka akan hidup. Ketiganya membentuk  keluarga yang sempurna, sementara Yoongi adalah anak yang tersisihkan.

Namun, hal itu tak lantas membuatnya membenci Jihoon.

Yoongi tahu kalau adiknya itu tak patut disalahkan, pun diam-diam ia selalu berharap agar Jihoon memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan dirinya. Yoongi hanya mau Jihoon mencapai mimpinya—tanpa perlu merasa tersesat, direndahkan, atau diabaikan seperti Yoongi.

“Kak?”

Yeah?” Yoongi membuka pintunya yang terkunci, mengizinkan Jihoon untuk menyelinap masuk sebelum ia menutupnya kembali. Dalam kamar bercahaya remang itu, keduanya berpandangan. Jihoon yang mendongakkan kepala untuk mengamati ekspresi sang kakak lekat, sementara Yoongi hanya mampu berdeham dan menyembunyikan buku-buku jarinya yang mulai memar.

“Aku—“

“Aku tidak perlu maafmu, Jihoon,” Yoongi memotong cepat. “Bukan salahmu.”

“Aku hanya—“

“Jihoon-a,” panggil Yoongi dalam gumaman, lagi-lagi menghentikan ucapan sang adik. “Bukan kau yang ingin segalanya berubah, kau tahu?”

Jihoon mengangguk. Ia tahu itu, tetapi pada saat yang bersamaan, ia juga tidak tahu. Tak mengerti. Tak paham mengapa semua keceriaan di masa lalu harus berubah menjadi kenangan semata. Padahal, dahulu orangtua mereka tak pernah demikian. Jadi, apa yang salah di sini?

“Kak Yoongi…”

“Jangan jadi orang sepertiku, hm?” Yoongi menepuk pundak adiknya, mengedikkan kepala ke arah mejanya yang berisi kertas-kertas penuh coretan. Lirik-lirik tak berguna, rangkaian nada yang tidak pernah membentuk harmoni indah. Semuanya sumbang, sama seperti hidup Yoongi saat ini.

“Menurutku, Kakak itu—“

“—tak berguna,” lanjut Yoongi cepat, sarkasme kental dalam suaranya. “Hei, Jihoon-a, ingat waktu kita kecil dulu? Saat kita sering bermain musik bersama dan berpikir kalau kita akan berdiri di panggung berdua?”

Jihoon mengiakan, tidak bisa menebak ke mana arah pembicaraan ini.

“Mungkin, kau akan bisa mewujudkannya,” ucap Yoongi sambil terkekeh, optimis dan pesimis pada saat bersamaan. “Kau, bukan aku. Gantikan aku untuk itu, ya?”

Kali ini, Jihoon tidak bisa langsung mengiakan. Ia hanya memandang kakak lelakinya tanpa berkedip, bibirnya terkunci rapat lantaran menghibur atau menasihati seseorang bukanlah keahliannya. Namun, Jihoon ingin mencoba. Ia ingin mengatakan sesuatu, dan dorongan itu makin kuat kala irisnya menangkap pigura foto yang tergeletak rusak di dekat tempatnya berdiri.

Foto keluarga mereka, diambil dua tahun lalu saat hari kelulusan Yoongi dari SMA.

“Jujur, aku tidak tahu harus bagaimana, Kak,” bisik Jihoon sembari meraih foto itu, menyingkirkan pecahan kaca yang bertebaran di atasnya. “Tapi aku… well, aku tidak ingin keceriaan di masa lalu itu membuat Kakak sedih. Aku ingin Kakak mengingatnya, mengingat mimpi kita dan—“

“Tidurlah, Jihoon-a.” Yoongi membalikkan badan, berjalan menuju jendela kamarnya seraya meraih sekaleng bir yang diletakkan berjejer di lantai. Jemarinya bergerak untuk membuka minuman itu, menyesapnya beberapa teguk sebelum menambahkan, “Kau anak baik, ‘kan? Tidurlah sebelum Ayah dan Ibu tahu kalau kau di sini. Aku akan baik-baik saja, kok.”

Lalu, Yoongi kembali diam. Menatap langit malam di luar sana, meneguk birnya tanpa mau menatap Jihoon lagi. Mengusirnya secara halus, sehingga mau tak mau Jihoon pun terpaksa keluar sambil menggigit bibirnya—diam-diam ikut menahan sesak di dalam dada.

Selamat tidur, Kak.”

.

.

.

Sayang, Jihoon tak pernah tahu bahwa kakaknya itu berbohong.

Pagi itu, kala orangtua mereka mulai berteriak-teriak memanggil Yoongi dan mencemooh jam tidurnya yang berantakan, Jihoon memutuskan untuk buru-buru pergi mengecek kakaknya. Maksud hati ingin memastikan agar ayah mereka tidak mendaratkan pukulan di pagi hari, atau agar sang ibu tidak menyiram Yoongi dengan seember air dingin sembari memaki. Namun, yang ia temukan adalah—

 

.

“Kak Yoongi?”

.

.

Oh, betapa bodohnya Jihoon karena tak menyadari makna dibalik semua kata-kata Yoongi semalam.

Sungguh, Jihoon tak pernah tahu.

Ia tak pernah sadar kalau luka yang ditimbulkan akibat kenangan indah itu akan menjadi berkali lipat lebih menyakitkan, pun menyadari bahwa Yoongi lebih dari sekadar menderita akibat semua perlakuan orangtua mereka. Bahwa cara macam inilah yang akhirnya Yoongi pilih, hanya untuk memastikan agar Jihoon tidak bernasib sama sepertinya. Kakaknya itu meninggalkan sebuah pelajaran, sebuah pesan yang tertulis dalam salah satu kertas liriknya, berada di atas pangkuan dengan noda merah menghiasi.

.

.

Ini akhir yang salah,

dan kalian tahu penyebabnya

.

.

Seketika, air mata Jihoon pun meluruh turun. Ia tak mampu berteriak, tidak ketika akhirnya ia tahu bahwa Yoongi telah mendapat bahagia yang ia inginkan. Bahagia yang sesungguhnya tidak bisa dinikmati; namun—untuk kali ini—Jihoon tahu, Jihoon paham, bahwa ia tak punya hak untuk menghakimi pilihan sang kakak.

.

.

Karena Yoongi…

 .

 .

 .

…tersenyum dalam tidur abadinya.

.

fin.

seharusnya hari ini mau post Yoongi-Jimin tapi malah jadinya Yoongi-Jihoon ._.

Anyway, don’t forget to drop some reviews and see you tomorrow for a special xmas fic!

8 tanggapan untuk “[Ficlet] Sorrowful Memento”

  1. Duh tersenyum di dalam tidur abadinya, nyesek kaaak 😂 btw ini aku lagi kangen2nya sama yoongi trus iseng buka2 ff seventeen di ifk (?) terus nemu ff fresh ini hngg 😂 good job kak merr udah bikin aku makin kangen sama yoongi (?) 😭😂

    Suka

  2. kenapa nyess banget kak hiks… itu… itu… kukira awalnya wuji bakal nyemangatin terus yungi jadi semangat, etaunya malah gini hiks yungi malah milih mati huweeeeeeeee nyess banget jadi wuji pasti nyesel deh sebelumnya gak peka sama yang yungi bilang.. ternyata sebegitu sakitnya yungi ya karna semacam… gak diakui? ya sejenis itu pokoknya wkwk efeknya jadi besar banget sama hidupnya/plak/iyalah
    kakmer baguuuuuuuus, aku suka ini huhu nyess banget…
    semangat kakmer buat fanfic lain! xD

    Suka

  3. lama ga baca tulisan kak amer, tapi tetep ngena ya hehe aduh aku juga suka sama kakak-beradik ini, tp di sini mereka ngenes ya ;-; seperti biasa, fic kak amer selalu ada sisi pengetahuan psikologisnya/? dan aku suka fic macam begitu xD pertahankan kak/? 😀

    Suka

  4. Nyesek bgt, dan slice of life sekaliii.
    Sebagai kakak, aku jg pengen adikku lebih baik dari aku. Dan hampir semua temenku bilang begitu, berhubung rata2 temenku itu seorang kakak.
    Sukaaa, nyess bgt ceritanya.

    Suka

  5. sedih bnget ffnya.
    tadinya kukira yoonginya kabur dari rumah, taunya malah bunuh diri huhu kasian Yoongi 😥
    keep writing n hwaiting!

    Suka

Tinggalkan Balasan ke Olive Tan Batalkan balasan