[Ficlet] Caffeine

Caffeine – (Ficlet)

starring :

B.A.P’s Kim Himchan & OC’s Yoon | Fluff | Teen | Ficlet | rae (@fahrazzahra)

|

You’re my caffeine.

|

+++++++++++++++++++++++

 

Aku menatap nanar wajah gadis di hadapanku, lalu meraih cangkir americano yang masih belum kujamah sejak beberapa ratus detik yang lalu. Kutebak cairan cokelat di dalamnya sudah kehilangan hawa panasnya sekarang.

“Sudah beranjak tujuh tahun. Kau masih candu dengan kafein, kah?”

Pertanyaannya membuka topik perbincangan, menelan segala kecanggungan yang menggerogoti waktu. Isi cangkir di hadapanku masih belum kuecap, hasratku masih hanya ingin memain-mainkan cairan itu, memutar-mutarnya seperti yang orang lain sering lakukan terhadap wine di dalam gelas.

Beberapa detik mengulur waktu, aku meneguk sedikit americano tersebut. Tujuh tahun, tetapi rasanya masih sama. Bahkan tak sejumput krimer pun terlupa. Sama seperti gadis di hadapanku, Yoon.

Rasa rindu kian membuncah di dada, namun aku tak bisa meluapkannya segera. Aku harus menjaga pandangan orang terhadapku, yang terkenal pendiam namun bersahaja. Tak banyak bicara, namun seorang pendengar yang baik.

“Kim Himchan,” panggilnya mendadak. Aku mengangkat kepalaku.

“Hmm?”

“Gumaman itu bukanlah sebuah jawaban,” desahnya kesal.

Tujuh tahun terpisah, tidak membuatku lupa akan Yoon. Sedetail apapun tentang dirinya, apapun itu, aku tahu semuanya. Bahkan aku tahu ia benci mendengar segala bentuk gumaman— tentu saja, temasuk ‘Hmm’, namun bibirku berat untuk mengatakan hal lain selain itu.

“Candumu pada kafein…” Tuturnya. Ia mengambil jeda. “Canduku pada kafein?” Ulangku bingung.

“Apakah sebesar candumu pada diriku?”

Pertanyaannya mengalir sementara ia mengangkat maniknya, mencuri sepersekian detik untuk melirik milikku. Kedua belah pipi yang lebih tirus dari yang dahulu itu tampak samar bersemu.

“Kau tahu, Yoon,” jawabku pelan. Perlahan. Maniknya terlihat mengerling gelisah, menggambarkan seribu asumsi tentang jawabanku yang telah mengudara di benaknya.

“Sebesar apapun canduku terhadap kafein, canduku terhadap wajahmu tak pernah lekang. Canduku terhadap tatapanmu tak pernah hilang. Canduku terhadap senyummu tak mungkin berang. Canduku terhadap dirimu tak pernah pudar, sayang,” lanjutku.

Tanpa kusadari, lenganku telah terulur, membelai lembut surai gelapnya yang ikal.

“Kau tahu, Himchan, aku adalah gadis yang tak semudah itu percaya,” gadis itu tersenyum. Menggetarkan bagian dalam lututku. Mungkin aku akan limbung jika aku dalam posisi berdiri sekarang.

Baiklah, Kim Himchan.

Tenang. Kau bukan berada di dalam zona nyamanmu sekarang. Coffee shop bernuansa krem dan cokelat ini bukan ruang lingkupmu.

Aku menggelengkan kepalaku samar untuk kembali ke alam normal. Aku menarik kembali tanganku, namun ia malah menahannya. Menggenggamnya sekuat mungkin, seerat mungkin, seperti tak akan pernah melepasku lagi.

“Tapi, dengan mudahnya aku mempercayaimu. Dan, apakah kau tahu hal paling bodoh yang telah kulakukan?”

Pertanyaan retoris itu terdengar sangat menganggu. Yoon kembali menciptakan koneksi antara fokus milikku dan miliknya.

“Meninggalkanmu. Hal terbodoh yang telah kulakukan adalah meninggalkanmu, membiarkanmu menungguku. Aku baru menyadari bahwa aku seegois itu,” lanjutnya.

Aku menggerakkan jemariku, mengusapkan ibu jariku ke arah punggung tangannya. “Sudah berakhir, Yoon. Semuanya sudah berakhir. Nyatanya kau sudah kembali, dan tak ada yang berubah, kan?” Tiga kalimat itu meluncur, menembus bibirku, meruntuhkan pertahanan ‘jaga-image‘-ku.

Senyum yang kucinta sekaligus kubenci itu muncul lagi. “Inilah yang membuatku jatuh kepadamu, Kim Himchan. Jatuh cinta lagi, dan lagi, hanya kepadamu. Kau tak pernah menyalahkan siapapun atas perlakuan orang lain terhadapmu,” ujarnya lembut.

“Namun kau bukan orang lain bagiku,” balasku. Masa bodoh dengan segala metode ‘jaga-image‘ yang konyol itu. Senyum lebar merekah di bibirku.

“Biar kuberitahu kau satu hal,” tandasku. Yoon menatapku antusias. Kerling iris gelapnya bertanya dengan penasaran; Apa?

“Saat itu, saat kau katakan padaku bahwa kau harus pergi ke London, jujur, itu menyakitkan. Bahkan muncul niatanku untuk menyerah saat aku menghadapi fakta bahwa aku harus hidup tanpamu tujuh tahun lamanya. Tapi aku yakin, kau pasti akan kembali,” tuturku.

Yoon menaikkan alis kanannya klise.

“Apa yang membuatmu seyakin itu, Himchan? Bisa saja aku terjerat oleh pria-pria Barat bermata biru yang lebih menarik darimu,” Tanyanya.

Aku menghela nafas pelan. Sebuah ejekan yang halus untuk memomok pertanyaan konyolnya.

“Sebab cinta akan menuntun hatimu untuk pulang,” bisikku.

“Kau mencuri kalimatku, Kim Himchan,”

“Kau mencuri hatiku, Yoon. Lagi dan lagi. Kau adalah kafein-ku,”

 

fin

 

Hai.

I’M BACK!

Fanfict ini adalah buah rinduku ke B.A.P.

Bagi yang sudah baca, please leave a mark!

Jangan bosan tunggu fanfict baruku, yap!

Love!

-rae.

2 tanggapan untuk “[Ficlet] Caffeine”

  1. Widuh mak chan puitis gilaaaakkk!! Tapi kenapa pas bacanya aku kebayang muka mak chan yang konyol ya? Jadinya terasa iyuh saat mak chan bicara gitu wkwkwkwk. Canda thor 😂
    Nice fanfict, good job! ^^

    Suka

Leave Your Review Here!