[Ficlet] Rose

Rose

Rose

Scriptwriter: Kadewsy

Cast—Kim Namjoon, OC//Action;Crime

Ficlet (900w) — PG-15

Summary:

Like a thorn, Sharp, Dangerous, and maybe can kill you

 

“Siapa namamu?”

Ibuku pernah berujar padaku. Jika dirimu adalah seorang wanita, maka anggaplah dirimu adalah setangkai mawar. Warnanya yang cantik. Entah itu merah, atau violet, bahkan putih sekalipun. Membuat semua orang tak bisa untuk tidak melirik padanya. Serta baunya yang harum. Siapa yang tak akan terpikat untuk mencium aromnya? Semua terasa indah untuk dipandang, dan dirasakan aromanya.

Tetapi mawar, tidak terasa indah untuk dipegang. Seluruh tangkai hijau yang dipunyai oleh bunga itu, tak luput dari duri duri kecil yang tumbuh di sekelilingnya. Jika saja tidak berhati hati, kau bisa tertusuk duri itu. Bunga mawar bahkan mempunyai sisi buruk untuk hal itu.

Karena itulah wanita. Cantik untuk dipandang, tetapi belum tentu bisa dengan mudah kau miliki.

“Namaku Rose. Rose Sangster.”

Pemuda itu mendecakan lidahnya. Matanya mengerling kearahku. Melirikku dengan sudut matanya, dari ujung kepala sampai kuku jari kakiku. Ia memainkan jari-jemari tangannya. Mengetuk-ngetuk jarinya pada meja bar berwarna kelam.

“Umur?” Ia bertanya padaku lima detik kemudian.

“Dua puluh.” Jawabku singkat.

Salah satu sudut bibirnya terangkat. Begitu terangkat. Sampai garis wajahnya hampir mengenai sisi bawah mata. Ia mengulurkan tangannya, mengambil salah satu campagne berisi cairan warna putih keruh. Sempat menawarkannya padaku. Aku menolak dengan halus.

“Masih bayi rupanya.” Ia bicara sarkastik. Aku hanya mengernyit. Ia meneguk gelas itu sampai isinya habis tak tersisa. Ia menepuk tangannya beberapa kali. Seorang bartender muda kemudian tiba.

“Satu gelas penuh rossa wine. Heh dia milikku!” Lelaki itu menatap sengit pada sang bartender. Aku memalingkan wajahku kearah sang bartender. Sorot matanya tengah berhadapan denganku kini. Ia tersenyum kecut. Wajahnya terlihat bersemu merah. Sementara mau tak mau, aku tersenyum kecil kearahnya.

Aku sempat menahan nafas ketika ia berbicara. Sampah. Bau sekali. Ini memang bukan kali pertama aku datang ke bar ini. Dua sampai tiga kali, kalau aku tak lupa. Tetapi mulut lelaki ini benar-benar seperti neraka. Ia sudah minum sebanya 4 botol, kalau asumsiku yang satu ini benar. Lelaki ini mabuk parah.

“Jadi, Ro-? Rossa?” Aku bahkan sempat memundurkan kursiku, agar sedikit berjauhan dengannya.

“Rose, tuan.”

“Hooooo. Just call me darling, honey.” Ia mendekatkan tubuhnya padaku. Hampir memelukku.Tangan besarnya merangkulku kuat. “Kidding. Kim. Kim Namjoon”

Ia mengedipkan sebelah matanya padaku. Lengannya yang semula berada di pundakku, kemudian turun ke pinggangku dan memelukku sedikit erat.

Sumpah. Demi nyawa seharga 100 juta dollar ini. Aku takkan mau disentuh olehnya.

Ketika aku dengan hati-hati merenggangkan tangannya, kepalanya bergerak pindah ke bahuku. “Kau tak suka eum? Ini bar honey. Kau harusnya tahu kann?” Ia berbicara padaku, sedikit tertawa sinos, dan-setengah sadar? Maybe.

Aku sebisa mungkin tersenyum. Walau sudah pasti, dalam hati ini aku enggan memberikannya. Pun hanya seulas senyum. Sementara ia hanya memiringkan kepalanya, lalu menaruhnya di atas meja. Ia kini sudah terlihat lunglai.

Seorang bartender muda kembali ke bangku kami. Kali ini dengan membawa segelas besar cairan nerwarna merah muda terang. “A large glass of Rose wine. Please enjoy your drink, Mr.” Bartender itu berujar. Dengan suara kecil, namun terdengar dalam.

Dia bartender yang berbeda, dari yang sebelumnya. Kali ini seorang wanita. Aku tak sempat melihat parasnya, yang sebagian hampir tertutupi oleh topi pet yang dipakainya. Tetapi aku melihat seulas siluet senyuman pada wajahnya.

“It’s your time.” Ia bertitah, sebelum derap kakinya terdengar meninggalkan bangku kami. Tanganku kemudian terjulur dengan cepat. Mengambil sesuatu dari saku bajuku. Melaksanakan aba-aba itu dengan cepat. Secepat kedua benda itu terlarut sempurna.

Lelaki itu-Kim Namjoon tengah terkulai. Bahkan ia tak menyadari pesanannya datang. “Mr.Kim, pesananmu sudah tiba.” Aku mencoba membangunkannya. Menepuk bahunya sedikit keras, dan menggoyang-goyangkan badannya.

“Haii-dimana aku? Eoh.” Ia meracau. Matanya tengah menyipit. Aku menyodorkan segelas minuman yang dipesannya tadi. “Sudah datang ya.” Menggumam kecil, tangannya menggapai gelas itu. “Kau mau?” Ia bertanya padaku. Indra penciumnya sekaligus mencium bau cairan pada gelas yang dipegangnya. Wajahnya terlihat lesu, saat aku menolaknya.

“Sungguh? Aku pesan ini, sesuai dengan namamu Rossa.” Ia mulai menggurau. Sementara aku tetap menolaknya. “Maaf. Tetapi aku dilarang untuk minum sesuatu hal yang telah berisi itu.”

Jika ia pintar. Ia paham akan kalimat itu.

Ia mendecak kecil. “Anak mama memang tak akan tahu, sedapnya minuman seperti ini. But, its okay. Kau cukup menarik, althought you haven’t did it.” Ia menyentuh daguku dengan telunjuknya, kemudian tersenyum mendekat kearahku. Aku memundurkan tubuhku, ia tertawa kecil.

“Eum, permisi sebentar.” Ucapku kemudian, lalu bangkit dari tempat dudukku. “Eits, mau kemana?” Ia menahanku dengan genggaman tangannya yang kuat pada pergelangan kiriku. Matanya kembali memyipit, dengan sorot selidik miliknya. “Toilet. Hanya sebentar, tuan. Sungguh.” Ketika mendapat sebuah anggukan kecil mikiknya, kedua kakiku mulai berjalan menjauh. Kunaikan temponya ketika pandangannya sudah tak tertuju lagi padaku. Menuju ke arah pintu belakang.

“Mission succes? Miss sangster?”

Aku menoleh ketika telah keluar dari tempat itu. Sesosok siluet hitam tengah bediri pada tembok belakang bangunan itu. Ada beberapa kumpulan asap di dekatnya. Rupanya tengah bersender, dengan sebatang rokok pada tangan kanannya yang telah habis setengah.

Aku tersenyum. Sosok siluet ini aku mengenalnya. “Sepertinya. Menurutmu?” Aku bertanya padanya. Matanya menatapku licik. “Sudah pasti.” Tukasnya, ketika matanya melirik pada sebuah ambulan yang baru saja datang dengan sirinenya yang tengah berbunyi lantang.

“Kau tahu, aku benar-benar benci dengan penyamaran ini. Tolong jangan jadikan aku bak perempuan bayaran lagi, Moon.” Ucapku dengan nada kesal padanya. Sementara jawaban darinya hanya sebuah gumpalan asap rokok, dan cengiran.

“Ini perintah big boss. Tapi kurasa kau cocok dengan itu. Bahkan ia langsung bereaksi saat kau duduk di sebelahnya.”

Si brengsek ini. “Stop it. Dia cukup bodoh, untuk dikelabui. Sangat mudah membunuh orang seperti itu. Apanya yang embel-embel monster?”

“Kau sungguh berduri, Rose.” Katanya, sembari membuang batang rokok yang tinggal sekian senti. Menggilasnya dengan sepatu boot yang dipakainya hingga hancur. Ia mengambil sebuah nota dari jubah cokelatnya. Lalu mencoret sesuatu disana.

Killed Rap Monster

2 tanggapan untuk “[Ficlet] Rose”

  1. Rap Monster KEBUNUH?? kagak mungkinnn. Bebebku satu-satunya bisa dikelabui dengan mudah. Makanya jangan banyak minum alkohol. Kan jadi bisa dibunuh dengan cepat. Wkkwkwk. Keren. Aku suka sama ceritanya. Keep writing, authornim. Fighting!!!

    Suka

Leave Your Review Here!