Danger [3/4]

dangerbybbon

DANGER [3/4]

Scriptwriter: Elisomnia

Title: Danger

Cast: Jeon Jungkook (BTS), Alexa Choi (OC), Min Yoon Gi (BTS), other…

Genre: Crime, psychology, thriller, angst

Duration: Chaptered

Cover by Bbon

Previous part: 1. 2

––JUNGKOOK sudah mati! Perkenalkan… aku JASON––

|..|

>Pletakk<

Seekor kelelawar terjatuh kala sebuah batu yang sengaja di lempar mengenai hewan malam itu. Si sosok kegelapan berjalan menghampiri kelelawar itu dan langsung menyambarnya. Memasukannya ke dalam mulut tanpa berbekas.

Merasa masih kurang, sosok itu melemparkan batu lagi pada sebuah pohon. Dan jatuhlah seekor tupai yang belum mati. Dengan langkah terseok-seok, ia menghampiri tupai itu dan membunuhnya sekali lagi. Memastikan hewan itu benar-benar mati sebelum dimakannya dengan lahap.

Di saat sedang memakan hewan kecil itu, ia mendengar… ia mendengar suara yang tak asing di telinganya,

“Meow…”

Ia menoleh dan benar saja, seekor kucing sedang duduk manis dibalik punggungnya. Memperhatikannya yang sejak tadi tengah asyik ‘makan malam’.

Tidak boleh! Tidak boleh ada saksi mata yang melihat aksinya ini.

Perlahan namun pasti, sosok kegelapan itu mendekati si kucing. Di keluarkannya pisau lipat kesayangannya.

“Halo kucing manis, ucapkan ‘hai’ pada Drew si pisau lipat.”

~~~

Di sisi lain, seorang pria bersama kedua rekannya berjalan memasuki rumah megah bekas kejadian mengerikan beberapa minggu lalu. “Periksa setiap sisi. Jangan sampai ada yang terlewat.” Kedua rekannya mengangguk mengerti, “Baik Tuan Hyo Shin.”

Tiga orang di bagian kedetektifan itu berpencar. Dua orang ke arah kamar dan gudang. Sedangkan Hyo Shin sendiri pergi ke dapur.

Di perhatikan lamat-lamat apa yang ada di dapur itu. Walaupun suasananya gelap, namun bekas darah yang mengering masih terlihat jelas di lantai dapur. Berantakan, pasti! Kompor yang mulai tertutup debu, piring-piring pecah, sendok, garpu, semuanya ada walau beberapa telah hancur. Tapi……………………………………… setiap rumah pasti punya pisau kan? Dan, disini tidak ada pisau.

––Aneh

“Bukankah waktu itu dia bilang ada pisau tergeletak disamping jasad orang tuanya? Perasaan kemarin aku tidak menemukan pisau. Kemana pisau itu?”

Hyo Shin berjalan lagi sampai ia menemukan sebuah pintu kayu reyot di belakang dapur. Di bukanya pintu itu pelan-pelan, oh, ternyata ini pintu penghubung antara dapur dan halaman belakang.

Hyo Shin semakin tertarik menjelajahi rumah ini. Kini ada sedikit rasa lega dalam benaknya. Rasa leganya semakin membuncah saat manik matanya menangkap sesuatu yang aneh di dekat pagar.

Pria tinggi itu berlari menuju pagar untuk melihat benda apa itu. Sebuah lubang yang tak tertutup sempurna. Kilauan yang menyilaukan datang dari dalam lubang. Dengan terburu-buru, Hyo Shin menggali lubang itu. Dan ia menemukan… pisau.

“Wow.” Gumam Hyo Shin diiringi senyum kemenangan. “Ternyata dia pintar juga.”

Tanpa ia ketahui, mata merah menyala tengah memperhatikannya dari balik pepohonan.

~~~

“Aaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!”

Jungkook datang tergopoh-gopoh kala mendengar teriakan seseorang dari halaman belakang.

Noona! Kau kenapa?” Jungkook terkejut melihat Ale yang terduduk lemas sambil menangis. Gadis itu tak menjawab, tapi tangannya bergerak menunjuk ke depan. Jungkook menoleh, mengikuti arah tunjuk Ale. “Astaga!” pekiknya saat melihat Ema, kucing betina itu mati mengenaskan dengan isi perut yang berceceran kemana-mana.

Noona, tenanglah.” Jungkook menghampiri Ale dan merengkuhnya. Mencoba menenangkan seseorang yang sudah ia anggap kakak sendiri. Anak lelaki itu bahkan ikut menangis saat melihat kakak angkatnya bersedih. Kehilangan Ema sama saja seperti kehilangan salah satu anggota keluarga.

“Ema, Ema, dia mati… hiks…” tangisan Ale semakin menjadi dibalik dada Jungkook. “Aku sayang Ema, Kook. Aku sayang dia tapi dia pergi.” Jungkook mempererat pelukannya. “Aku tahu kau menyayanginya, dia pasti juga menyayangimu. Kau harus bisa mengikhlaskannya pergi. Semua ini sudah takdir.”Jungkook berusaha memberi nasehat dan menghibur Ale, tapi Ale semakin menangis tersedu-sedu.

Noona, berhentilah menangis. Ema tak ingin melihatmu menangis seperti ini. Dia akan tenang jika kau merelakannya.” Isakan itu semakin mengecil. Dilepaskannya pelukan Jungkook perlahan. “Baiklah, aku akan berhenti menangis demi Ema. Terimakasih.” Jungkook tersenyum tipis menanggapinya.

“Mari kita kuburkan Ema dengan layak.” Ajak Jungkook yang disambut anggukan dari Ale.

––skip

Noona, kau tunggu sebentar disini akan kubuatkan minuman.” Ale duduk di sofa menunggu Jungkook selesai membuat minuman. Mereka baru saja menguburkan Ema. Saat sedang termenung mengingat kenangannya bersama Ema, Ale mendengar ponselnya yang ada di atas meja itu berbunyi.

Yoon Gi’s Calling

––

“Ya Yoon Gi? Ada apa?”

“………………………………….”

“APA?!!! Bagaimana bisa seperti itu?!!!”

“………………………………….”

“Baiklah, aku akan kesana sebentar lagi.”

––

Noona, kau kenapa lagi?” tanya Jungkook panik saat melihat Ale kembali menangis. Kali ini lebih kencang daripada yang tadi. Diletakannya minuman yang ia buat di atas meja dengan terburu-buru.

~~~

Puluhan manusia berpakaian serba hitam yang beberapa menit lalu masih menggenang kini mulai surut menyisakan 3 orang saja. Yoon Gi, Ale, dan Jungkook. Ketiganya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Kesedihan yang mendalam terlihat jelas terpampang pada wajah Ale dan Yoon Gi. Jungkook? Entahlah, ekspresinya sulit ditebak.

Perlahan Ale berjongkok. Tangan kanannya terangkat untuk mengelus sebuah nisan. Yoon Gi ikut berjongkok dan merangkul Ale, ia tahu sahabatnya itu pasti sangat sedih.

“Ale, pulang dari makam aku ingin ‘kita’ bicara di laboratorium kepolisian.” Ale menatap sekilas pada Jungkook. Bocah itu sama sekali terlihat tak peduli. Setelahnya, gadis itu mengangguk.

Mereka beranjak meninggalkan makam.

Rest In Peace
Kim Hyo Shin
BORN: AUGUST, 23TH 1993
DIED: January, 19TH 2015

.

.

.

“Semalam… Hyo Shin kesini.” Yoon Gi menelan salivanya susah payah. Ruang laboratorium yang sunyi membuatnya dapat mendengar suara detak jantung yang cukup keras. Bukan detak jantungnya.

“Kau tak apa?” lelaki itu mencondongkan wajahnya untuk menatap Ale. Gadis itu begitu pucat. Keringat dingin meluncur bebas melewati pelipisnya. Yoon Gi tahu, dia pasti sangat tertekan sekarang.

Yoon Gi menarik tubuhnya menjauh sekaligus menyandarkan punggungnya setelah menghela napas kasar. “Kau harus tenangkan pikiranmu.” Tangannya terangkat mendorong segelas air putih di atas meja itu ke hadapan Ale. Namun gadis itu menggeleng, membuat alis Yoon Gi mengkerut.

“Kenapa?” lirihnya. Yoon Gi menopang dagu memperhatikan Ale. “Kenapa semua jadi begini?!” ulangnya dengan teriakan memilukan. Butiran bening sebesar biji jagung itu jatuh diikuti tangan gadis itu yang membekap wajahnya. Semakin waktu bergulir, isakannya semakin keras. Yoon Gi tak tahan lagi, air matanya ikut jatuh seiring duka yang menyelimuti.

Hyo Shin, entah apa yang membuat pria itu pergi untuk selamanya. Kematiannya terkesan misterius. Sebab, dalam catatan medisnya, ia tak pernah divonis mengidap penyakit berbahaya. Jikalau sakit, paling cuma pilek atau demam. Apabila pembunuhan, tak ditemukan satupun bekas luka atau apapun itu. Sungguh aneh.

“Sudahlah,” Yoon Gi berdehem dan menepis air matanya yang hendak turun lagi, “Kemarin dia kesini dan memintaku untuk meneliti sesuatu. Jika sudah selesai diteliti dan keluar hasilnya, aku disuruh memberitahu hasil itu padamu katanya.” Masih dengan napas yang tertahan dan sesenggukan, gadis itu bergumam, “A-Apa itu?”

Yoon Gi POV

Aku beranjak. Berjalan menuju lemari model Jepang yang kubeli beberapa bulan lalu untuk meninggalkan kesan ‘kaku’ pada ruanganku. Walau tungkai menuntunku kearah lemari penuh berkas itu, namun pikiranku benar-benar tak sejalan. Aku terus memikirkan sahabatku, Hyo Shin.

Aku tahu benar bagaimana masa lalu si Hyo yang seorang anak saudagar kaya raya, tak pernah mendapat cukup perhatian, dan berakhir menjadi cassanova itu. Tapi bagaimana bisa dia terlibat dalam sebuah tragedi yang mengharuskan dia menjadi korbannya? Bagaimana pula itu bisa terjadi satu jam sesudah aku melihatnya baik-baik saja dengan mampir ke ruanganku? Dalam gambaranku, peristiwa ini begitu penuh teka-teki dan tidak masuk akal.

Jika benar dia dibunuh, siapa pembunuhnya? Benarkah jika ‘orang itu’ yang melakukannya? Dengan cara apa? Diracun? Aku tak mencium bau racun jenis apapun pada mulut mayatnya. Hanya wajah pucat dan sedikit membiru––mungkin akibat cuaca yang dingin. Disekap bantal? Bantal darimana jika jasadanya ditemukan tergeletak di pinggir jalan yang sepi dan tertutup salju?

Aku melirik Ale yang tengah melamun. Gadis itu diam dengan tatapan kosongnya. Wajahnya terlihat lelah. Terlihat jelas dari matanya jia dia menyimpan begitu banyak kesakitan dan penderitaan. Dia sangat tertekan. Pandanganku mengiba. Kasihan sekali dia.

“Yoon Gi,” aku buru-buru tersadar dari segala pikiran rumit ini dan memfokuskan pandanganku pada seseorang yang memanggilku dengan lembut itu. “Kenapa menatapku seperti itu? Hasil apa yang ingin kau beritahu tadi?”

“Oh! Maaf.” Ternyata aku sudah berdiri didepan lemari berkas. Aku baru sadar. Kuambil salah satu map cokelat yang bertuliskan ‘Dari Hyo Shin’ disampulnya lalu kembali duduk dihadapan Ale. Kasihan dia. Matanya sembab dan penampilannya tampak begitu kacau.

“Aku meneliti ini semalaman. Sampai tidak tidur, haha.” Tawaku hambar. “Jangan terlalu lelah.” Aku meliriknya. Kenapa dia selalu begini? Dalam keadaan apapun, mau senang atau sedih, dia selalu peduli dan memperhatikanku. Itulah yang selalu membuatku nyaman berada disisinya. Dasar, Ale. Kau membuat jantung ini berdetak tak normal tau!

“Apa isinya?”

Ay, ay, ay, kau jangan membukanya disini.”

Tanganku dengan cepat terulur menahan tangannya yang hendak membuka map itu. Dia memiringkan kepalanya ke kiri, memandangku penuh keheranan. “Memangnya kenapa?” tatap seriusku sangat berlawanan dengan mata cokelatnya yang lembut, “Sebaiknya kau buka dirumah saja. Aku yakin, kau akan terkejut saat melihatnya.” Masih terlihat jelas perasaan heran juga penasaran itu dalam sinar matanya, namun ditutup juga map itu dan memasukannya ke dalam tas hitam yang sejak tadi teronggok diatas meja.

“Baiklah. Hanya ini kan?” diamku selalu ia anggap ‘iya’. “Kalau begitu aku pulang dulu ya.” Aku tersenyum kecut. Agak tidak rela membiarkannya pulang kekediamannya. Ada sedikit ketakutan dalam benakku.

Alexa Choi, tersenyum samar setelah kami mengucapkan segala kalimat perpisahan di pertigaan 3 menit lalu. Setelah memastikan tubuhnya menghilang ditelan gelap, aku berbalik kearah berlawanan. Rumah kami memang saling berlawanan arah.  Ditengah malam yang dingin dan hanya ada deru angin, aku kembali bergumam,

“Hati-hati, Ale………”

Alexa POV

Sudah lewat tengah malam saat kakiku menapaki pekarangan rumput hijau rumahku. Hampir saja aku terjatuh karena tersandung batu besar sebagai hiasan pinggiran taman rumah itu. Pikiranku benar-benar tak fokus. Ada dua kasus pelik yang sedang bertarung didalam sana. Pertama, kucingku Ema yang mati mengenaskan dengan isi perut mencuat dan berceceran dijalan. Kedua, kematian Hyo Shin tanpa sebab yang jelas. Kedinginan? Kurasa tidak. Bodoh sekali dia mau bertahan dilingkungan dingin begitu. Aku tahu sekali dia akan lebih memilih cepat sampai rumah daripada mati konyol karena kedinginan.

Saat aku membuka pintu, suasana gelap gulita menyambutku. Apa anak itu sudah tidur?

>cklek<

Kupencet sakelar lampu dari tombol off menjadi on. Membuat cahaya terang memenuhi ruang tamu dan aku dapat melihat sepasang kaki yang terbaring di sofa merah. Jungkook? Apa yang dia lakukan disini?

“Kook.”

Kuguncangkan tubuhnya agak keras. Perlahan matanya terbuka.

“Oh, noona sudah pulang?” dia mengubah posisinya menjadi duduk. Mengucek matanya menggunakan tangan kanan dilanjutkan dengan menguap lebar. Uuuuuhh… jika aku bilang ‘lebar’ berarti benar-benar ‘lebar’.

“Ya, aku sudah pulang. Kenapa tidur disini?” matanya yang sipit karena efek bangun tidur menatapku lekat. Aduh, wajahnya kalau baru bangun tidur benar-benar lucu.

“Aku menunggumu, noona.” Aku terkekeh mendengar jawaban polosnya. “Kan sudah kubilang kalau mengantuk tidur saja. Sekarang pergilah ke kamarmu dan tidur, aku tahu kau lelah.” Dia mengangguk patuh dan berjalan menaiki kamarnya dengan sedikit sempoyongan. Aku berani bertaruh, saat menaiki anak tangga ketiga atau lebih ia akan terjatuh.

>Brukk<

“Aduuhhh!!!!”

“Buahahahahaha….” tawaku meledak sejadi-jadinya. Lumayan hiburan di malam hari. Aku segera meredakan tawaku saat kulihat dengan kecepatan kilat dia menoleh dengan mata yang menyipit tajam.

“Maaf ya, haha.”

“Kenapa tertawa? Ah, noona jahat sekali.” Dia melanjutkan jalannya dengan kaki yang dihentak-hentakkan. Dengar, bahkan suaranya barusan terdengar manja.

Aku pun menyusul naik dan pergi ke kamarku. Aku langsung ambruk dikasurku karena merasa sangat pegal dipunggungku.

“Ah,” desahku keenakan dengan kasur empuk yang berhasil memanjakan punggungku. “Oh iya!” aku langsung beranjak dan menyambar tas hitamku. Mengeluarkan map cokelat pemberian Yoon Gi yang katanya dari Hyo Shin. Apa sih isinya?

Tik… tok… tik… tok…

Apa ini? aku tidak mengerti gambar apa ini. Mungkinkah ini sidik jari? Tunggu, tanganku menyentuh sebuah besi dingin saat aku mencoba menggeledah isi map itu lagi.

“Ah!”

Aku segera membungkam mulutnya takut-takut ada yang terbangun dari mimpi indahnya karena teriakanku.

Kenapa ada pisau juga? Kotor sekali pisaunya. Lalu apa hubungannya dengan gambar––yang menurutku, sidik jari ini? satu lagi benda yang kudapatkan saat merogoh isi map itu kembali. Kertas.

“Apa ini surat keterangan?” gumamku sambil membolak-balik kertas dan membacanya dengan seksama. Oh, ternyata benar gambar tadi itu adalah sidik jari. Tapi sidik jari milik siapa?

Dihalaman awal kertas itu berisi serentetan kata-kata tak penting yang mau dibaca berapa kali pun aku tak akan memahami maksudnya. Halaman dua juga sama, kalimat panjang seperti kereta api. Halaman ketiga, hm… apa ini identitas pemilik sidik jari?

Tunggu.

Tidak.

Tidak mungkin.

TIDAK!

Kubaca setiap huruf dari atas hingga bawah secara berulang, kupastikan tidak ada yang terlewat. Sampai hampir genap delapan kali aku baca, aku melempar kertas itu ke sembarang tempat dengan keras. Sesuatu terjatuh dari halaman terakhir dan mendarat bebas di lantai kayu kamarku.

Aku turun dari ranjang mendekati benda itu. Agak ragu untuk memungutnya karena benakku dipenuhi oleh ketakutan yang amat besar. Dengan gemetar, aku membuka kertas kecil yang lebih mirip dengan surat itu.

Sekarang kau tahu kebenarannya!

Aku terduduk lemas diatas lantai kamarku sendiri. Aku mengenal tulisan ini. Ini tulisan Hyo Shin.

TBC

Pernah dipost diblog pribadi : https://elisomundo.wordpress.com/
mampir ya 😀

3 tanggapan untuk “Danger [3/4]”

Leave Your Review Here!