Blood Code [1]

Blood Code Project

Blood Code

By Snowords

Main Cast: Mark Tuan (GOT7) – Kim Seokjin (BTS)

Duration: Longshot (Chaptered)

Rating: T

Genre: AU! Action, Mystery, Detective Story.

Disclaimer: Alternate Reality! Untuk keperluan cerita, penggunaan detail-detail tertentu dalam cerita ini sepenuhnya murni karangan. Penggunaan tokoh tertentu dalam cerita hanya sebatas untuk visualisasi.

Summary: Misteri pembunuhan sejumlah tokoh ternama tujuh belas tahun silam menorehkan tanda tanya besar. Tak ada yang mampu mengungkap kebenaran, tak seorang pun. Hingga kemudian kasus itu terlupakan. Bumi berputar, musim berganti, waktu bergilir. Tak terasa tujuh belas kalender berlalu. Dan alur cerita kala itu berlanjut. Kematian berdarah sosok akuntan kepercayaan negara, menggemparkan masyarakat sekali lagi. Bertemunya Mark Tuan, seorang murid pindahan misterius asal negera Adidaya dan anak seorang detektif terkenal, Park Seokjin , dalam kasus yang sama, bukanlah sebuah kebetulan. Mereka menjadi potongan-potongan kebenaran yang saling mencari, untuk menyatukan kebenaran yang harusnya terungkap, untuk mengakhiri alur cerita yang seharusnya sudah berakhir sejak lama.

*

“Good blood always shows itself.”

**

Overture

 

***

***

Atap bumi menampilkan warna hitam kelabu yang terbentang seolah tak berbatas. Malam itu langit seluruhnya dikuasai awan mendung yang berarak congkak, sepenuhnya menunjukkan eksistensi yang mutlak. Ditutupinya kehadiran sang dewi malam rapat-rapat, menimbulkan spekulasi bahwa kehadirannya tiada malam itu. Pun para pengawal dewi malam yang setia; serdadu para bintang diusirnya jauh-jauh.

Sepasang mata kelabu memperhatikan lekat-lekat bentang langit malam di atas sana. Sosok itu berdiri tegap di depan dinding kaca ruang kerjanya. Kepalanya mendongak, termenung memandang langit, menerawang batasnya. Pikirannya melanglang jauh kemana-mana, menjangkau dimensi waktu yang sayangnya tak bisa lagi diputar ulang.

Hatinya ingin merasa damai, tapi pikirannya tak bisa diam.

Selama beberapa saat ia terdiam, lantas mengalihkan pandang seraya menghela napas dengan berat. Diperhatikannya pemandangan kota dengan harapan dapat ia temukan ketenangan yang tak berhasil ia dapatkan di atas sana.

Udara dingin khas musim gugur berhembus main-main di luar. Di antara padatnya kota metropolitan yang tak pernah tidur, ia lewat tak tahu diri. Kerlap-kerlip lampu-lampu kota betahta dengan anggun, hingga karena kecantikannya, orang-orang sepenuhnya mengabaikan rasa dingin yang menusuk tulang.

            Demi menunjukkan keberadaannya, hembusannya sesekali menguat. Sukses membuat beberapa pejalan kaki mengeratkan mantelnya. Sukses pula menggetarkan jendela-jendela kaca. Dan diam-diam berhasil menghantarkan rasa gelisah yang kentara dalam hati seseorang.

             Ia sekali lagi menghela napas dengan berat. Pikirannya benar-benar tak bisa diajak berdamai. Kedua manik kelabunya bergerak-gerak tak tenang. Kontras sekali dengan sikapnya yang diam seolah ia baik-baik saja.

             Tok, Tok.

            Dia tersentak, benar-benar terkejut. Degup jantungnya bertalu-talu, teramat keras, jelas terasa hingga ke dinding tubuhnya. Deru napasnya memburu tak beralasan, dengan tiba-tiba. Kegamangan yang hebat menghantui pikirannya.

            Ketukan pintu itu terdengar sopan, namun entah dari mana, terasa sangat mengancam.

            Sepasang bola matanya bergerak ke samping, dari sudut matanya ia memastikan hanya ada dirinya seorang. Hati-hati ia memutar tubuh, lantas terlonjak hebat hingga nyaris terjatuh mendapati seseorang sudah duduk tenang di satu kursi, tepat di hadapannya.

            Sebagian wajahnya tertutupi masker hitam. Sementara poni rambutnya yang panjang hanya menyisakan manik hitam pekat yang menatapnya dengan sorot pandang yang mengintimidasi.

            “Halo, selamat malam,” sapanya dengan tenang.

            Sementara yang disapa tak tahu mengapa justru membatu dalam posisinya. Dengan susah payah ia membuka mulut, “mau apa kau?!”

            “Apa kabar? Lama tak jumpa. Bukan begitu, hyung?”

            “Mau apa kau?!” katanya sekali lagi dengan volume yang meninggi, sayangnya tak mampu menutupi suaranya yang bergetar. Lalu, “sungguh, akan kupanggil polisi jika kau macam-macam.”

            Suara tawa yang renyah menyusul kemudian. Namun, terdengar benar-benar merendahkan sosok yang dipanggil ‘hyung’ dengan gamblang.

            “Aku sebenarnya menyesal mengatakan ini, tapi maaf  hyung, anak buahmu benar-benar seperti bocah ingusan bagiku. Lemah sekali.”

            Bola mata dengan manik kelabu itu melebar sempurna. Raut ketakutannya sudah tak bisa ditutupi lagi.

            “A-a-apa yang kau lakukan?”

            Dengan tak acuh ia mengedikkan bahunya, “tidak banyak, hanya beberapa pukulan ringan tapi mereka sudah tergeletak tak berdaya di depan ruanganmu.”

            Sepasang manik kelabu itu kembali bergerak-gerak gelisah. Sampai pandangannya tertumbu pada telepon di atas meja. Seolah tahu apa yang dipikirkan pria yang masih berdiri itu, sosok misterius itu kembali menyeringai, kali ini lebih lebar.

            “Dengan berat hati kukatakan, kabel teleponmu sudah kuputus saat kau sibuk terdiam di depan sana.”

            Merasa puas dengan pria yang sepenuhnya ketakutan, sosok itu kemudian bangkit dari duduknya. Sejurus setelahnya ia mengambil langkah untuk kemudian berdiri tepat di samping objek yang malam ini ia beri status mangsnya-yang-berharga, menjadikan posisi mereka menghadap berlawanan.

            Pria paruh baya itu menelan ludah dengan kelu. Ketakutan yang dikhawatirkannya benar-benar terjadi sekarang, lebih cepat dari yang ia duga.

            Dibiarkan matanya terpejam. Mati-matian ia menenangkan jiwanya yang berkecamuk hebat. Dicobanya sekali lagi menelusuri dimensi waktu yang telah berlalu, dicobanya sekali lagi mengais ingatannya yang berharga. Dan ketika didapatkannya ingatan itu, secara perlahan badai dalam hatinya mereda.

Sepasang mata yang terpejam itu lalu terbuka dengan gerakan pasti, sorot mata ketakutannya telah hilang dari sana.

“Jika yang kau inginkan masih hal yang sama. Kau jelas tahu, jawabanku pun masih sama.”

            Sosok yang tengah menatap mobil yang berlalu lalang di bawah hanya merespons dengan dengusan ringan, “kau ini bodoh sekali!”

            Tak ada sahutan.

            “Sebenarnya apa yang ada di otakmu itu?”

            Semenit berlalu, hening itu kemudian sebentar merangkak pergi.

            “Aku yang harusnya bertanya, sebenarnya apa yang ada di otakmu itu?”

            “Oh, tentu saja ide-ide luar biasa yang membawaku pada kejayaan sempurna, tidakkah itu terdengar menarik, Hyung?”

            Mendapati dirinya masih tak diberi respons, sosok misterius itu kemudian mendengus keras-keras di balik masker hitamnya. Namun, respons yang ia dapatkan hanya keheningan yang semakin mencekam.

“Kau ini benar-benar keras kepala, ya!”

Ia kemudian merogoh saku celananya dengan tangan kanan –yang sejak ia masuk sudah terbungkus rapi dengan sarung tangan. Tidak butuh waktu lama baginya untuk mengeluarkan senjatanya dari sana. Satu pistol ia acungkan, tepat dengan moncongnya yang menghadap sisi kening pria yang masih bergeming dalam posisinya.

“Mari kita lihat, apa reaksi mereka saat tahu sosok jempolan milik negara mati mengenaskan malam ini. Tidakkah kau ingin tahu, Hyung?”

Dan satu tarikan pelatuk mengakhiri suasana yang mencekam.

***

            Punggunya terasa sakit. Sebelah tangan yang ia gunakan untuk menutupi pandangannya dari sorot lampu ruangan mendadak tak bisa ia gerakkan. Selama beberapa saat ia bergulat dengan tubuhnya yang tak mau berdamai dengan otaknya. Merasa sia-sia, ia kemudian menyerah.

            Dalam hati ia menggeram. Tidur di sofa benar-benar bukan pilihan yang bagus. Ingatkan ia untuk tidak melakukannya lagi.

            Disadarinya sepuluh menit telah berlalu, ia benar-benar telah terjaga sempurna dari tidurnya yang singkat. Namun, keengganan untuk bangun dari posisi kini mengambil kendali penuh atas dirinya. Dengan malas ia berniat untuk melanjutkan tidurnya.

            Tidak melihat bukan berarti tidak mendengar. Sepenuhnya ia mendengar suara televisi yang dinyalakan semenit kemudian. Tadinya ia tak mau mengindahkan apa pun itu, sampai satu kalimat dari sebuah tayangan berita pagi menyentaknya kembali pada kesadaran penuh.

Kematian tokoh ternama yang menggemparkan media dan masyarakat.

Tak lama berselang, sebuah gerakan ringan dari arah belakang tertangkap oleh telinganya yang tajam.  Gerakan itu kemudian terhenti tepat di belakang sofa, disusul kemudian pergerakan ringan yang merambat dari atas sandaran sofa. Tak perlu membuka mata, ia yakin orang itu kini sedang bertumpu dagu menatapnya.

“Jadi, bagaimana menurutmu, Mark?”

***

            Ditatapnya sekali lagi tampilan dirinya pada cermin di hadapannya. Merasa tak ada yang salah, dengan cekatan ia menyambar tasnya untuk kemudian pergi ke ruang bawah.

            Langkahnya mendadak terhenti di dua anak tangga terakhir. Keningnya berkerut mendapati ruang makan tampak kosong pagi ini. Baru saja hendak berteriak untuk memanggil orang rumah, sosok ibunya muncul dari balik pintu kulkas yang –oh baru disadarinya bahwa pintu itu terbuka.

            Menyadari raut wajah herannya yang nampak jelas, ia dapat menebak bahwa sedetik kemudian ibunya akan tersenyum.

            Dan tebakannya benar!

            “Ayahmu sudah pergi sejak pagi sekali. Tepat setelah satu panggilan –yang sepertinya sangat penting datang dari ponselnya,” jelas wanita cantik itu seraya kembali menyibukkan diri pada kegiatannya.

            Anak laki-laki itu kemudian menarik satu kursi di depan meja makan. Masih menatap ibunya seolah ia tahu masih ada penjelasan yang belum selesai.

            “Kalau kekasihmu itu—“

            “Ibu, jangan mulai! Oh, sungguh, apa ibu lupa dia itu anakmu juga?”

            Satu kekehan lolos dari bibir wanita yang meski umurnya sudah memasuki kepala empat, pesona kecantikannya masih tak terelakkan.

            “Baiklah, maaf, maaf. Kalau adikmu itu sudah menunggumu di luar sejak…” ucapannya tergantung saat wanita itu menutup pintu kulkas sambil bergumam sesuatu, “ lima belas menit yang lalu, mungkin?”

            Remaja delapan belas tahun itu kemudian mengangguk mengerti. Pandangannya kemudian mengedar menatap meja makan. Ada satu piring milik adiknya yang sudah kosong tak bersisa, satu piring miliknya dengan roti berselai tersaji menarik di hadapannya, dan tepat di sampingnya sebuah koran harian tergeletak begitu saja.

            Terhitung tiga gigitan dilaluinya, suara milik perempuan tiba-tiba melengking memanggil namanya dengan jengkel. Tidak lantas buru-buru, ia justru terkekeh sendiri seraya melanjutkan gigitan rotinya.

            Dua gigitan kemudian berlalu, lantas gerakan mulutnya berhenti ketika pandangannya tertumbu pada halaman depan koran itu. Dirinya terdiam, membaca dengan seksama barisan abjad di atas kertas tipis itu.

            Tepat di halaman depan koran itu, judul mengenai berita kematian sosok ternama diketik besar-besar, menjadi berita utama hari ini.

            Dan fokusnya terpecah begitu saja ketika sebuah suara dengan volume lebih tinggi dari sebelumnya melengkingkan namanya sekali lagi.

            “PARK SEOKJIN! CEPAT! KAU MAU MATI, HAH?!”

***

 A/N: Baiklah, jadi sepertinya aku harus menjelaskan sesuatu, mungkin? Jadi penggunaan tokoh di atas adalah semata-mata karena aku menyukai mereka. Lalu, aku merasa sangat ingin menggunakan keduanya dalam cerita ini. Begitu, hehehe. Aku tidak yakin banyak orang yang tertarik (karena ketidapercayaanku terhadap kombinasi tokoh –yang kurasa tidak mainstream dan juga plotnya yang menyangkut misteri –yang lagi-lagi kurasa tidak mainstream). Tapi, untuk apresiasi yang hangat, kenapa tidak?:)

 

10 tanggapan untuk “Blood Code [1]”

    1. Makasih udah mau baca :))) Hehehe ditunggu yaaaa^^ Kayanya agak lama nih updatean selanjutnya huhuhu karena kan kayanya jadwal freelancenya baru diperbarui satu bulan lagi:(

      Suka

  1. AAA MARK SEOKJIN AKU SUKA SEMUA 💘
    Tertarik baca FF ini karena cast & genre nya yg ga mainstream hehe.
    Jujur awalnya bingung, apalagi waktu adegan pembunuhan. “Ini siapa sih sebenernya kok ga dikasih tau” itu yg aku pikirin berkali2 xD Eh ternyata emang sengaja ga dikasih tau #plak #yaiyalah (maafkan aku yg jarang baca genre seperti ini)
    Ini menarik. Ditunggu lanjutannya, author-nim. Semangat!! 🙆🙆🙆

    Suka

    1. SEMOGA KAMU JADI GAK ILFIL YA PAS BACA FIRST CHAPTERNYA:( huhuhu aku gak pede karena next chapter bakal aku munculin tokoh tokoh yg berpengaruh selain mark dan jin 😦 I hope you will like them as much as you like mark-jin :’))) (karena aku akui pengaruh tokoh terhadap minat baca cukup besar:()

      Terimakasih sudah mau baca^^

      Suka

  2. Oohhh Seokjin sama Mark main bareng di ff bergenre misteri, itu lumayan antimainstream sih wkwk. Awalnya aku gak tertarik loh, eh pas baca summary jadi ketagihan wkwk. Omong-omong BTS sama GOT7 kan lumayan deket juga, jadi mungkin yah siapa tau Jin sama Mark di dunia nyata juga deket wkwk. Ditunggu next chapnyaa~😄

    Suka

    1. huhuhu aku gak pede awalnya karena aku tau kombinasi mereka jarang banget dipake:( Apalagi nanti kalo aku keluarin lagi tokoh tokoh lainnya :” Kombinasi tokoh tokoh di ff ini bener bener aneh(?) sih kayanya u,u (Maklum mereka aku pilih karena aku suka aja(?)) But i hope you will like them :’))

      Ah iya gak menarik? Hm kenapa ya? Harus jadi bahan evaluasi nih 🙂

      Btw, terimakasih udah mau baca^^

      Disukai oleh 1 orang

      1. Justru terkadang yang jarang dipake malah dibilang unik loh kak,. Aku sih gak masalah kalau selanjutnya muncul tokoh-tokoh lainnya, selama aku kenal sih gak masalah hehehe 😀 Aku suka kok, jangan khawatir kak wkwk.
        Aku tuh emang gitu orangnya kak males baca awalnya, takut ceritanya gak seru, eh malah kepikat duluan sama summarynya 😄😄
        Ditunggu loh kakk kelanjutannya^^

        Suka

Leave Your Review Here!