[Movie Festival 4] L Ö S C H E N by @andditaa

loschen poster 2

Special movie for IFK 4th Movie Festival: Colour Rivers

Presented by @andditaa

L Ö S C H E N

SVT’s Kwon Hoshi/Soonyoung & Dino/Lee Chan

Brotherhood. Crime. Dark. Vignette. PG-17 (for explicit murder thingy).

Big bunch of thanks deliver to juliahwang for her super amazing artwork!

s

“Aku juga ingin jadi yang putih, Chan.”

s

s

Pria di depanku, yang tengah menyapa bibir cangkir moka hangatnya, namanya Kwon Hoshi. Usia 25 tahun, single, dan kusarankan jangan berada di sekitarnya pagi-pagi jika kau lebih suka menghabiskan waktu dengan tidur berkemul.

“Chan­-ah, kau pernah dengar—kurasa pasti sering, deh—perumpamaan hitam di atas putih?”

Atau kebiasaan asyik milikmu itu bakal berakhir sepertiku; akibat menyapanya, yang kuanggap hanyalah etika standar seorang bawahan pada atasan, ia ajak diriku membicarakan hal-hal filosofis sebagaimana, yah, pertanyaan yang baru saja ia ajukan.

Aku mengangguk. “Kalau tidak salah ingat, artinya sesuatu yang berkaitan dengan administrasi.” Lalu kusesap mokaku. “Seperti perjanjian tertulis.”

“Kau tahu kenapa harus disebut putih di atas hitam?”

Dahi kukerutkan. Membiarkan pria itu menyeringai licik. Merasa menang karena aku tak lekas menjawab permainan kata-katanya.

“Karena sekalipun putih bisa menutupi, hitam akan tampak walau samar. Jadi hitam menindih putih, bukan sebaliknya.”

“Koleksi filosofi asal seorang Kwon Hoshi, kutebak.”

Ia terkekeh geli. “Ouch, kuanggap itu sebagai pujian.”

Hyung, sudahlah. Kita perlu mencari bahan makanan untuk sarapan karena aku mulai lapar.” Kubangkit di kedua kaki begitu menuntaskan minuman. Omong-omong, Hoshi Hyung adalah oknum dibalik terjangkitnya diriku atas virus minum kopi pagi hari yang ia sendiri kembangkan–katanya–bahkan sebelum menjadi ketua organisasi. Diimbuh lagi, ia gemar menjejalku dengan teori-teori aneh yang sengaja ia pelintir maknanya sana-sini

“Oke, bocah, oke. Santai saja.”

Dan ia satu-satunya orang yang masih saja memanggilku bocah disamping fakta bahwa usiaku sudah kepala dua. Tapi karena panggilan itu pula, sih, tidak butuh waktu lama bagiku memberinya, yang notabene hanyalah seorang asing, sebentuk rasa percaya.

Semua bermula karena sosok tak familier, Kwon Hoshi, muncul kala malam sendu mengurungku dan kakak gadisku di sudut jalan sempit tujuh tahun lalu.

“Kau yang menyetir.”

Aku mendengus malas sementara Hoshi Hyung menyerahterimakan kunci van lalu duduk dengan jumawa di bangku sebelah kemudi depan.

“Ke pasar?”

Mengangguk kalem adalah responsku buat lelaki itu. Ia mendendangkan lagu musim panas dari radio van yang berkumandang sepanjang jalan.

Waktu itu gelap cukup pekat. Lampu jalan sedang mati; membuat aku pun kakakku meraba-raba gerak-gerik dua-tiga pria kekar yang mengepung kami. Memojokkan kami bersama umpatan-umpatan kasar dari mulut-mulut kotor mereka. Menghina kami sampai tingkatan paling rendah akibat tumpukan hutang berdeposito yang belum sanggup kami bayar.

Kakakku bahkan hampir-hampir menjadi korban kebiadaban nafsu mereka andai kata aku terlambat menemukan. Itu pun, perlawanan sia-sia harus kulakukan. Sia-sia sebab tubuh kerempengku jelas gagal melawan.

Lantas Hoshi Hyung datang tanpa dugaan.

“Baiklah. Saatnya mendengarkan berita pagi.”

“Belum cukup kau membolak-balik koran di markas tadi, Hyung?”

“Musuh-musuh kita tak berhenti hanya pada beberapa lembar kertas kelabu itu saja, Chan.” Lalu suara gemerisik radio memenuhi kendaraan. “Kau tahu, mereka berlimpah. Dan kita hanya berempat.”

Percayalah, kuantitas tidak selamanya terdefinisi sebagai suatu kekalahan.

Masih terang benar dalam ingatanku, punggung lelaki yang kini duduk di sisiku, menamengi aku serta kakakku. Berkonfrontasi dengan pria-pria kekar; terlibat ia dalam baku hantam hebat. Sigap ditangkis serangan, sepersekon kemudian menendang keras rusuk sang lawan. Tangkas ia jerat pergelangan dua pria lain tatkala bogem mentah nyaris menghantam wajahnya. Memelintir dan menciptakan kerkak tulang sampai aduhan kesakitan.

“Tapi, Chan, biarpun kita berempat, lebih baik, sih, ketimbang tidak ada sama sekali.”

Atensiku dan kakakku masih terpatri pada sosok Kwon Hoshi di tengah medan pertempuran. Menyempatkan diri memapah kakakku yang menggigil ketakutan, aku menyaksikan ia bersikeras bertahan menyerang.

Sebenarnya, kakakku berinisiatif mengajakku lari, sebelum para penagih hutang itu ingat bahwa kami, tawanannya, tidak terawasi; hendak membiarkan Kwon Hoshi bergelut sendiri. Walau kuakui tiap serangannya selalu tepat sasaran menghantam telak musuh, empatiku terlalu lugu untuk berlaku egois.

Jadi aku dan kakakku memilih bertahan, menunggu-nunggu saja yang kami bisa. Sesekali aku menenangkan kakakku. Juga memasang waspada kalau-kalau para pria penagih hutang melirik kami di tengah usahanya melawan Kwon Hoshi.

“Ah, mengapa aku jadi rindu ibuku, ya, Chan?”

“Sudah berapa lama kau tidak mengunjunginya?”

“Sudah lama sepertinya. Aku tidak menghitung secara spesifik.”

“Mau mampir?”

“Oh, tidak perlu. Aku bisa mimpi buruk lagi nanti. Sudah, kita ke pasar saja.”

Kwon Hoshi bukan lelaki tampan yang terbang dengan jubah merahnya. Atau manusia setengah laba-laba yang bergelantungan dari satu gedung ke gedung lain guna menyelamatkan orang-orang. Namun dari sorot matanya tujuh tahun silam, ada ketulusan hati yang mampu kutangkap.

Sebut saja diriku terlalu tenggelam dalam kubangan keheranan bahwa abad globalisasi ini masih menyisa orang seperti Kwon Hoshi. Sebab, tak lama, aku mendengar erangan-eragan tertahan. Akibat sebilah belati menancap di perutnya.

Sampai seperti itu nasibnya lantaran ingin memberi bala bantuan pada aku dan kakakku.

Hyung … mengenai putih di atas hitam,”

“Kenapa lagi? Kau belum puas mendengar filosofiku, eh?”

Sekonyong-konyong aku menghambur pada Hoshi Hyung yang jatuh berlutut sembari menahan aliran darah dari lambungnya begitu ia mampu mencabut si senjata. Gelak menang dilepas pria-pria penagih hutang. Kakak gadisku ikut-ikutan mendekat. Membantu penolong kami menegakkan badan.

“Apa kini kita adalah putih, Hyung?”

“Mengapa kau ingin disebut putih?”

Beruntung Hoshi Hyung lekas mencegahku. Kalau tidak, tujuh tahun lalu itu, mungkin saja kusandang gelar pembunuh lelaki penagih hutang dan dipenjarakan dalam waktu yang tentu tak sebentar.

“Agar tidak lagi jadi yang hitam.” Pernyataan filosofisku ini—silahkan, olok saja diriku karena tertular kebiasaan berfilosofi milik Kwon Hoshi—tak segera menerima sahutan. Banyak jemang mengisi jeda. Kudengar ia menghela napas dalam-dalam. Masih tidak berucap, yang kutangkap sekadar suara ketukan ujung jemari lelaki itu pada pintu van yang kacanya terbuka lebar.

Apa aku menyinggunya?

Tujuh tahun lalu, diantara kesedihan dan kemalangan yang merundung aku-kakakku sebab Kwon Hoshi kalah nol-satu, pria-pria penagih hutang menghampiri kami. Memetakan seringai-seringai seram mereka, lalu kami masing-masing mereka perlakukan semena-mena.

Aku meronta meski kerahku diangkat. Berontak kuat begitu pria yang menjambak rambut kakakku, merobek lengan baju saudariku itu. Sehingga aku, kesekian kalinya, tak menyadari kembali bahwa jeritan kesakitan menguar dari pria penagih hutang di sisi lainku, yang mencengkram kolar Hoshi Hyung erat-erat.

Lalu tercengang karena sadar, tangan Hoshi Hyung-lah yang telah menanam belati di perut sang pria.

“Lee Chan,”

Setelah menumbangkan satu pria penagih hutang, Hoshi Hyung lantas melakukan hal serupa pada dua pria lainnya.

“Aku, yang masih kanak-kanak dulu, sudah melakukan perbuatan paling durhaka, omong-omong.”

“Kau mulai lagi, Hyung.” Kemudi kuputar. Menuju simpangan ke kanan van kuarahkan. Sengaja tak mengacuhkan kalimat Hoshi Hyung yang selalu ia lontar tiap kali mulai mengorek luka tua miliknya sendiri.

Lantas ia terkekeh getir, “kau pasti bosan, ya, mendengar masa laluku?”

“Masa lalu hanyalah masa lalu, Hyung.”

“Aku hanya ingin menyelamatkan wanita-wanita yang tertindas, Chan. Cukup itu saja. Tidak lebih.”

“Aku tahu.”

Berikutnya, desiran angin pagi yang membawa aroma khas pasar-pasar tradisional berangsur memenuhi rongga hidung kami.

“Ibuku adalah korban kekerasan ayahku, sekaligus korban kebodohanku.” Lelaki itu menoleh. “Aku pastilah orang yang sangat jahat karena membuatnya menanggung kejahatanku. Hingga kini ia masih mendekam di balik jeruji.”

“Kalau kau jahat, apa kau masih mau menolongku dan kakakku malam itu?” Sembari meladeni kalimat demi kalimatnya, aku mencoba memarkir van dengan rapi. “Abaikan saja kata-kataku soal tidak jadi yang hitam lagi.”

“Ditambah lagi, aku menghabisi tiga manusia sekaligus di pertemuan pertama aku, kau, dan kakakmu itu.”

“Kau mau ikut berbelanja,” kulepas sabuk pengamanku. “Atau tinggal di mobil?”

“Aku juga ingin jadi yang putih, Chan.”

“Apa aku perlu berterimakasih lagi karena kau sudah membiarkanku tidak meluapkan emosi lalu jadi yang menghabisi tiga pria waktu itu?”

“Apa tindak kriminal itu masih pantas kauberi terimakasih?” Hoshi Hyung pun membuka sabuknya. “Oh, kuharap ibuku tidak berterimakasih juga padaku karena telah membunuh suaminya; monster yang menyiksanya.”

Kadang kala, aku bertanya-tanya pada diriku sendiri.

Setelah melalui masa-masa penuh trauma akan tindakan pelecehan terhadap kakakku dan Hoshi Hyung keluar dari tahanan, lelaki itu mengajakku. Lebih tepatnya, membawaku bergabung dalam sebuah perkumpulan tiga orang lelaki dengan misi serupa; menumpas kekerasan pada perempuan. Dan tebak, pengagasnya adalah Hoshi Hyung sendiri yang punya kisah terkelam di masa lalu, seperti yang ia bilang.

Ia membunuh ayahnya sendiri yang gemar main tangan terhadap sang bunda.

Kami bekerja dengan turun langsung ke lapangan. Mencegah perbuatan asusila pria terhadap perempuan. Memberi pelajaran dengan bela diri yang kami punya. Entah kekerasan, pelecehan; kami juga menerima laporan bagi wanita-wanita manapun yang kiranya takut melawan oknum-oknum yang bersangkutan.

Apakah ini, perbuatan ini, menghapus kejahatan Hoshi Hyung?

Memutihkan, menyucikan, dirinya kembali?

“Aku sudah berjanji tidak melakukan hal itu lagi setelah menolong ibuku. Tapi hitam itu ternyata tak tertutup oleh putih yang kupakai buat menolong kakakmu. Buat menolong perempuan-perempuan yang menderita di luar sana.”

“Karena itu kau berkata sekalipun putih bisa menutupi, hitam akan tampak meskipun samar-samar. Jadi hitam menindih putih, bukan sebaliknya?” Daya ingatku bisa diandalkan sehingga masih kurekam jelas perkataannya tadi di markas.

“Putih adalah suci. Hitam adalah noda.” Ia beriring di sebelahku, berjalan menyusuri pasar. “Aku ingin menjadi putih dengan melakukan kebaikan-kebaikan.

Hyung,” kurangkul pundak pria itu. “Dulu bukanlah kini.”

“Nah, maka aku bisa berubah untuk masa kini, bukan?”

Menangguk kulakukan. “Putih tak pernah mampu mengalahtelakkan hitam. Tapi bukan berarti putih tak sanggup menang.”

Setelah melalu konversasi yang cukup rumit—percayalah, kau harus sering-sering bergaul dengan orang filosofis seperti Hoshi Hyung supaya mengerti—akhirnya kami saling tersenyum menguatkan.

“Oh, Chan,”

Dari memilih ikan segar, aku menengok. “Ada apa?”

Hoshi Hyung lantas merapatiku, “aku ada program kerja baru, nih.”

Alisku menjengit sebelah.

Lelaki itu melanjutkan dengan berbisik. “Mempropagandakan gerakan perempuan anti baju seksi.”

Ya bisa apa aku selain tertawa. “Ada-ada saja.”

“Eh,” Hoshi Hyung menautkan alis-alisnya, memasang tampang yang ia anggap paling serius. “Berapa juta wanita di dunia ini sementara kau hanya empat biji untuk menolong mereka? Mereka harus melindungi diri secara mandiri juga. Lagian, kau tidak bisa berkelahi jadi akan kuhitung tiga biji saja; aku, Jun, dan Minghao.”

Hyung!”

Haha, oke, oke, lanjutkan belanjamu, bocah. Kita diskusikan rencana brilian itu di markas.”

fin.

.

.

So, dearest movie freaks, let’s whiten our black for now,

and keep our black from past as reminder that we’re only human beings.

Barakallah fi umrik for IFK.

#MakeIFKGreater

p.s: sorry for including black colour here, fikha /slaps >v<’

27 tanggapan untuk “[Movie Festival 4] L Ö S C H E N by @andditaa”

  1. Pertama mau hallo-hallo an dulu ma dita 🙌🙌
    ditaaaaaaaa..lama ga rumpi😭
    Terus halo halo an ma dedek ochi 😚 /kecup dikit/ 😂😂😂

    aku nemu typo dit, “Apa aku menyinggunya?”
    mksdnya itu menyinggungnya kan? 😁

    Terus aku nemu ini;
    Dan ia satu-satunya orang yang masih ….

    Aku ga tau ini bner apa ga, tapi karena aku pernah 2x dpet kritikan kek gini dan 1x dpet kritikan dari tmn yg guru b.indo, klo kata dan jgn ditaro di awal kalimat karena itu kata penghubung (koreksi eyke klo salah yaps)

    Lalu kembali ke cerita,
    Aku ngerasa ada sensasi pedih-pedih gimana gitu. Tapi dibuat kaya org lgi cerita dengan nada & ekspresi datar, tapi unyu. Entahlah, diriku juga ga pandai review. Cuma nikmatin tiap klimat yg menggiring sampai kata fin. Always deh buat dita emang the best 😚
    Teros nulis dit skalian tulisin vernon-mina yak /kak!/😂😂

    lope lope untukmuuuu

    Suka

    1. Haloo kak dellaa terimakasih banyaak sudah mampirr dan sungguh kak aku baru sadar ada typo looh pas kak della komentari huhu maafkan diriku. Nah iya untuk sambung itu aku jg dpt materi bljr di kls yg bilang ga ada aturannya ditaruh di depan ^^’ tp aku pribadi jg blm mendalami lagi apakah utk konteks fiksi/sastra gitu boleh ehehehe laah malah ada ajang rikuesnyaa kkkk terimakasih lagi yaa kakdelaaa ~~

      Suka

  2. Pesannya nyampe ya ke pembaca, bagus 😉
    cuman aku nemu beberapa typo sih, ga banyak cuman bikin aku harus ngulang2 bagian itu, hehe
    sama apa yaa, aku ga tau kenapa awal2 bacanya ga ngalir gituu (mungkin ini efek aku baru baca model cerita kyk gini yaa) jadi kyk yg ‘ini cerita masih panjang ya?’.
    Mian yaa, cuman dari awal sampe tengah cerita aku ngerasa capek bacanya gatau kenapa.

    Pas tengah sampe akhir, baru tuh aku nikmatin bacanya.
    Over all bgus yaa, aku suka pesannya dan sensasi galau pas Hoshi ngelakuin sebuah kebaikan dalam bentuk kriminalitas(?)
    Gimana yaa, berasa bgt gitu dilemanya, wkwkwk
    aku suka cerita sama tema yg diambil 🙂

    Suka

  3. Baguuuuus aku suka banget temanya dark gitu xD (pecinta dark story banget lah). Terus iya bener deh kita harus keep moving on buat jalanin hidup nggak melulu galauin kesalahan masa lalu, tapi susah sih, tapi ya itu harus ya wkwkwk kusuka pesan moralnya nyampe.👍

    Terus kayak komen sebelumnya, maaf typosnya lumayan mengganggu huhu soalnya ada beberapa, terus aku semacam bingung waktu scene peralihan dari pas mereka ada di dalem mobil van, ke paragraf flashback “waktu itu gelap cukup pekat” soalnya awalnya nggak ngeh kalo itu flashback (kukira ‘waktu itu’nya refers to waktu mereka dalem mobil) sampe kubaca ulang pas udah nyampe ending (excuse kelemotanku). tapi pas mulai “masih terang benar dalam ingatanku” sampe seterusnya langsung paham kok ehehehe.

    Personally aku suka banget alur maju-mundur gini soalnya nggak bikin bosen hahaha xD btw aku bella 97l salam kenal yaa. Keep writing semangat! ^^

    Suka

  4. alurnya maju mundur cantik, untung bisa ketangkep disitu. nuansa darknya dapet, jadi ngefeel bacanya. pesannya bagus, apalagi soal filosofi yg dibawa hoshi.
    karena bahasanya berat, aku harus muter otak buat paham apa yg dimaksud dalam setiap kalimat.
    lalu, hoshi sama dino ini umurnya berapa?

    Suka

  5. halo anditaaa, kita udah kenalan kan ? hehe semoga masih ingat ya sama aku. aku suka ide ceritanya. tapi, jujur agak bingung pas awal baca. mmm menurut ku aja sih, waktu ceritanya flashback, apa ga lebih baik di tandai (?) biar ga bingung aja. overall bagus ceritanya,

    Suka

  6. HALO, KAK ITAA! >< /sokkenal; dideathglare/pergi.gk\
    Kita udah kenal? Belum. Oke, kenalan dulu. Aku Namie (yg kata Bu Direktur namaku eksentrik/dideathglare lg/kabur\) xD Dari garis 02
    Fic-nya super menghanyutkan. Bahasanya, menurutku, santai xD. Cara nulisnya, aku suka. Antara flashback dan masa sekarang, gk ada sekat, makin ngetuk-ngetuk/? otak buat mikir xD Dan, ini yg paling aku suka; genre brother-nya ngena xD
    Oke, review-an ini berakhir dgn gk elit._. Pokoknya intinya, keep writing yaa^^

    Suka

  7. Halo, kak(?) Dita aku xian! Salam kenal ya^^
    sepertinya ini baru pertama kali aku mampir di lapak kakak dan pas bgt di lapak movie week ya. Sughoiii haha.
    Well di samping satu dua typo yg aku temukan dalam ficts ini, aku suka bgt kepiawaian gaya bercerita lewat sudut pandang adek dino yg dinamis bgt. Dalam artian, para pembaca ikut terhanyut dalam setiap obrolan mereka.

    Menyinggung tema, salut sekalilah sama Tim IFK setiap tahunnya yg menyajikan tema2 ciamik dan challenging, yay!!! Hrhe. Dan, untuk kak dita, dalam fict ini, tema warna-warni kehidupan yg diambil dr sisi yg gelap ini sebenarnya memang jrg disorot tp sekalinya kak dita kasih hi-lite, boom, its worth to read sekali.
    Soalnya dlm satu bacaan ini, ada perkara feminisme, kekerasan, dam keluarga yg dikemas cukup rapi.

    Dan yg paling buat aku menikmati fict ini selain garis besar cerita dan dialog2 filosofisnya adalah gaya bahasa bertutur yg naratif dan deskriptif dlm fict ini yg sedikit banyak mengingatkanku pada bacaan buatan Andrea Hirata. Huhu baru pertama kali mampir ke fictnya kaka aku nyesel bgttt T.T kenapa ga dari dulu mampir gitu huhu.

    Meskipun fict ini bisa tergolong sbg fict yg ‘berat’ krn content filosofinya, justru pengemasannya yg ringan buat fict ini jd mudah dicerna sm pembaca yg lain. Penggunaan alur maju mundur pun diaplikasikan dgn apik.

    Hm satu lagi, berbicara soal konjungsi yg diletakkan di depan kalimat, hal itu sah-sah saja. Tapi, dgn catatan, hal ini hanya berlaku dalam kaidah fiksi dan tuturan tak formal. Beda lagi kalau penggunaannya dalam kaidah non-fiksi dan sesuatu yg bersifat protocol.
    Hehe. Itu saja kiranya riview untuk fict ini. Mohon maaf kepanjangan dan kata2 yg kurang berkenan. Tetap semangat menulisnya kak^^

    Disukai oleh 1 orang

    1. Halooo xian kita sudah pernah kenalan sepertinya loh kalau tdk salah aku masih baru post di ifk jd udh lama sekali xiaan. Terimakasih banyak yaaa atas reviewnyaa. Tbh gaya tulisan Andrea Hirata trmasuk yg cukup mmpngaruhi prkmbangan tulisanku xian, ga nyangka bisa ditebak dan dulu mah tulisanku tdk bgini huhu xD waah ilmu baru soa konjungsi terimakasih ya xiaan terus semangat menulis jga buat kamu~

      Disukai oleh 1 orang

      1. :))
        Yeay, sama-sama kak. Review yang membangun dan positif itu bagian dari apresiasi. tsaahh.
        hehehe, bisa ketebak soalnya sepatah dua patah narasi di fict ini gaya penulisannya sepintas mirip dengan tulisan beliau. terlepas dari itu semua, gaya orijinal penulisan kak dita tetep yang paling ngena.
        yosh, ilmu pada hakikatnya dibuat untuk dibagi, hahaha.
        yap, terimakasih kembali kak~

        Suka

  8. haloo~
    event kali ini dari para director IFK kan? duh, maaf banget ga familiar sama nama kamu 😦 udah lama banget ga main ke theater ini :”)
    ya kenalan dulu deh. Risma, garis 96 🙂
    langsung ke movie mu ya. suka sama permainan kata disini. singkirkan beberapa kosa kata korea, baca ini serasa baca cerita pendek yang ga ada bau-bau koreanya. aku merasa tertolong sama kelebihan satu ini. temanya juga oke. setuju sama hoshi: wanita harus berusaha melindungi diri sendiri dengan tidak mengumbar hal yang bisa menjadi petaka!
    sip. itu dulu deh. semoga masih bisa main-main ke sini buat baca ceritamu yg lain. semangat nulis yaa ^^

    Suka

  9. KAANDI HALUUUU~!
    Juls lama tak bersua dengan dirimu btw… aku rindu ❤ hehe

    Oke aku gatau mau komen apa karna aku baca ini udh lama trus baru komen sekarang kukira sc tetap gaboleh komen trus aku bertanya dan kata fikha boleh xD

    AKU LUPA CERITANYA MASA! /dibalang kadit/ tapi tapi aku baca ulang sih kak dan … TJIEEEEE CHAN-HOSHI BISA BIJAK BEGITU YA SEJAK KAPAN COBA ASTAGA MAKHLUK-MAKHLUK ITU :'D
    Terlepas dari banyaknya komen masalah typo, alur maju-mundur, bahasa yg berat, aku ngalir aja tuh bacanya kak. Rapi kok aku suka yang walau aku agak setuju masalah bahasa yg berat /otak lu aja yg lemot juls/ /juls tenggelam bersama wonu/
    Aku suka bagian Chan nyetir van, aduh adek manis kecil-kecil udah nyetir van aja 😀 Dan, dan, kusuka pesan moral dari cerita ini!

    Terus aku nemu kalimat ini nih "Ia membunuh ayahnya sendiri yang gemar main tangan terhadap sang bunda." KADIT PAKE KATA 'BUNDA' AKU LANGSUNG KEPIKIRAN HOSHI ANAK SHOLEH YANG HOBI PERGI KE MASJID KENAPA SIH KAK T.T

    Oke oke rasanya aku terlalu banyak bacot bukannya ngeriview yg bagus /aku tak pandai kak mian/ pokoknya kip nulis kadit dan aku rindu kamu~! ❤

    Salam kangen JulsxWonu yaa. ❤

    Suka

    1. Hai juuls dan mengapa dg andi ini andi teh nugu juls x’D
      Terimakasih banyak yaaa sudah reviewww
      makhluk2 itu punya bakat jd bijak kok juls kkk paling tdk bgitu yg aku bayangin kalo mreka lg kmpul prformnce team wkwk. Waahahah hoshi anak sholeh juls ni mah bisa ajaaa x”D
      Juls keep nulis jugaa rindu jugaa salam kangen dirikuxsi mas /tolomg jan tanykan siapa si mas ^^’/ terimaksih lg juls

      Suka

  10. Salam kenal andditaa-ssi!

    Mari ku mulai reviewnya.

    Dimulai dari judul:
    LOSCHEN. Diambil dari bahasa jerman dengan arti menghapus. Benar bukan? Tapi kenapa harus pakai bahasa jerman? Alangkah baiknya jika menggunakan bahasa inggris atau indonesia. Soalnya gak semua orang mengerti bahasa jerman. Jadi bikin cerita kamu kurang menarik di awal.

    Genre:
    Brotherhood. Crime. Dark. Vignette. PG-17 (for explicit murder). Hm, tentang kakak-adik kah? Karena kebanyakan cerita yang kutemui tuh tentang seorang kakak yang melindungi adiknya.

    Isi cerita:
    Oh, ternyata bukan kakak-adik. Rupanya hubungan antara bos dan karyawannya. Dari apa yang Dino katakan, sepertinya Hoshi ini suka sekali dengan filosofi. Sejenak aku lupa kalau genrenya dark. Habisnya lucu aja melihat tingkah Hoshi-Dino di awal.

    Lalu mulai ke tengah.

    Gelap? Kakak perempuan? Tiga pria kekar? Hoshi datang? Aku gak ngerti. Tiba-tiba beda alur.

    Lalu balik ke alur asli. Markas? Musuh? Berempat? Oh, jadi mereka bukan bos dan karyawan kantoran.

    Lalu kembali ke alur lain lagi. Ah, terjawab sudah rasa penasaranku. Ternyata Hoshi menemukan Dino dan Kakaknya. Bahkan menyelamatkan mereka. Sungguh laki-laki yang baik!

    Dino lucu banget pas ceritain kalau kakaknya ngajak kabur tapi dia terlalu polos untuk egois. Pas dengan tampan Dino.

    Tapi percakapan Hoshi-Dino di sela flashback agak menganggu. Aku susah membedakan mana yang flashback mana yang sekarang.

    Lalu mulai ke scroll lagi.

    “Ibuku adalah korban kekerasan ayahku, sekaligus korban kebodohanku.”

    Ah, ternyta Hoshi punya masa lalu kelam. Tapi kebodohan apa?

    Eh?

    Ternyata kebodohan Hoshi tuh beneran bodoh. Dia bunuh ayahnya sendiri. Pas baca aku merinding. Title ‘laki-laki baik’ yang sempat aku kasih pun rasanya ingin kucabut.

    Oh, ternyata dia mau menebus kebodohannya. Dia gak mau ngulang lagi. Tetep aja sih, itu benar-benar fatal. Susah dilupakan.

    Dino pun memberikan semangat untuk Hoshi. Masa lalu emang susah banget dilupain. Apa lagi kalau fatal kayak gitu.

    Perbuatan Hoshi yang ingin membayar perlakuannya di masa lalu pas banget dengan filosofinya. Sekeras apa pun kamu menutupi kesalahanmu, tetap aja kesalahanmu terlihat.

    Aku cukup terpukau dengan cerita ini. Well, cerita ini menyadariku untuk berpikir sebelum bertindak. Supaya gak ada kesalahan yang ditutupi.

    Ada beberapa typo. Tapi itu gak terlalu menggangguku.

    Terima kasih untuk memberikan cerita seperti ini! 🙂

    With love,

    Energytea

    Suka

    1. Halooo energytea salam kenaall. Ya ampun aku sungguh tercengang bgt karena review kamu wah sekali, terimakasih banyak sdh revirw serinci ini yaaa :”D stay tune di ifk, terimakasih juga aku bener2 jd banyak merefleksi diri dari review-an kamu X”))

      Suka

  11. hi thereeeee!!!

    aku sukaaa sama ceritanyaa duh kece parah.
    penuh filosofis gitu, jadi ngga bisa sekali ngerti wkwkwk. harus dihayati baru ngeh percakapan Hoshi dan Dino tentang hitam putih ini. 2 warna yang kontras sekali.

    terus alurnya yang maju mundur entah kenapa diceritainnya bisa mulus, mendadak maju dan mendadak mundur. and it goes so well. duh suka deh!

    see ya~

    Suka

  12. Kak ditaaaa! It’s really an adorable story. Suka!

    Awalnya aku kurang paham dengan maksud putih diatas hitam dan hitam diatas putih. Belum paham pula tentang maksud hitam yang disebutkan chan. Tapi setelah baca makin bawah, “oh. Ternyata hitam itu noda dan putih itu suci. Oh, dulu hoshi gini.”

    Keseluruhan cerita ini Bagus dan yang paling penting adalah kak Dita menyimpan pesan di ceritanya. Apalagi dibagian author’s note kembali diperjelas. I’m proud of you my sister!:3

    Meskipun ada beberapa typo yg kutangkap tapi itu tidak memberikan efek besar pada isi cerita karena aku paham maksudnya. Ehehe. Pokoknya, selamat ya, kak! Dan terima Kasih sudah memberikan cerita ini. Love!💞

    Suka

  13. Halo!
    Salam kenal, kak!

    Awalnya itu kurang bisa dinikmati. Sempet mikir “ini cerita mau dibawa ke mana sih?” gitu. Nah pas mulai tengah itu enaakk dibacaaa. Bisa dinikmati. Pesannya juga dapet banget!
    Oh iya, pas awal yang flash back itu sempet bingung sih. Tapi pas udah lanjut ngeh kalau itu flasback. Intinya aku sukaa!

    Nice, kak! Keep Writing!

    Suka

Leave Your Review Here!