[Oneshot] Xi vs Kim Family – Holiday in Hawaii

Xi vs Kim Family – Holiday in Hawaii

Title: Xi vs Kim Family – Holiday in Hawaii

(Sequel: Luhan is … TROUBLE MAKER !!)

Scriptwriter: Kim Story

Main Cast: Kim Jongin family and Xi Family

Genre: Comedy, Family

Duration: Oneshot

Rating: PG 15+

Xi vs Kim Family – Holiday in Hawaii

 

[Happy Reading]

.

.

 

Song Recomended: B.o.B ft Rivers Cuomo – I Got The Magic In Me

 

.

.

Semuanya sibuk.

Koper sudah penuh dan rumah dalam keadaan aman sekarang.

“Koper ayah ?”

“Siap !”

“Koper ibu ?”

“Siap !”

“Koper Xi Wen dan Xiao Lu ?”

“Semuanya siap, yah !”

“Oke”

Dengan cekatan, Luhan menggotong satu persatu koper besar itu masuk kedalam bagasi mobil. Wah, hari ini seluruh keluarga Xi akan berlibur bersama-sama. Dan yang paling penting adalah; Luhan akan bertemu dengan Luna dan mamanya. Wow, ini reuni keluarga yang keren, kan.

Luhan mulai menyalakan mesin mobilnya. Sedangkan Lim nampak sibuk memeriksa paspor serta tiket pesawat. Xi Wen sendiri sedang asyik main PSP, lalu Xiao Lu ..

“Xiao Lu ?”, Luhan mengedarkan pandangannya ke kursi belakang namun tak menemukan putra bungsunya yang super nakal itu. “Mana Xiao Lu ?”, Xi Wen menggeleng cuek.

Tak ada yang bergerak—kecuali Lim yang tiba-tiba melompat keluar mobil lalu membuka pintu rumahnya kembali.

“Hwaaaa !!! Xiao Lu takut, bu !!”

Anak laki-laki itu menjerit histeris di balik pintu. Wajahnya basah kena air mata campur ingus. Oh, bagaimana bisa mereka melupakan Xiao Lu lalu menguncinya sendirian di dalam rumah sementara mereka pergi berlibur. “Oh, maafkan ibu honey. Chup .. chup”

Lim menggendong si gendut Xiao Lu lalu menenangkannya di dalam mobil. Sedangkan Luhan malah menatapnya bengis. “Siapa suruh jadi anak nakal ? Makanya ditinggal”, ujarnya. Dan mobil mulai berjalan.

Astaga Luhan, kau masih dendam dengan putramu sendiri cuma gara-gara angry bird ?

.

.

Terlepas dari keluarga Xi yang masih ribut sendiri—Jongin sekeluarga sudah siap di ruang tunggu Bandara Incheon sejak lima belas menit yang lalu.

“Jenny-ahh, oenjjog-eulo jogeum ! (agak ke kiri sedikit)”, Jeno si kakak sulung, terlihat meringis kesakitan ketika Jenny—adik kembarnya—memijat pundaknya yang berbalut koyo.

Gadis tiga belas tahun itu malah mendengus kesal. “Ya ! Oppa, siapa suruh mencuri mangga ? Jangan salahkan ayah jika dia marah dan menghajarmu !”, lalu sebuah pukulan mendarat (lagi) di pundaknya. Membuat Jeno menjerit dan ughh .. Jenny tidak membantu sedikitpun.

“Ya ! Jenny-ahh ! Neo jugule ? (kau mau mati ?)”

Well, soal mangga—Jeno ingat kejadian tadi malam—dimana Jongin membanting tubuhnya secara bertubi-tubi di ruangan bela diri. Harusnya Jeno ingat bahwa ayahnya itu sedikit kejam dan errr .. dia pemegang sabuk hitam Tae-kwon-do. Alhasil, badannya gosong semua sekarang.

“Kau bisa pakai kartu kredit-mu untuk membeli apapun yang kau inginkan ! Lalu kenapa harus mencuri, huh ? Kau buat malu ayah saja !”, dan ..

BRUAKKKKKK !!!

 

“Ayahhhh !!! AMPUNI AKUUU !!”

Err .. itu sangat menyeramkan. Dan Jeno kembali tersadar dari lamunannya ketika ada basah-basah yang menempel di bagian tengah celana pendeknya.

“Aishhh, Jomin-ahh !! Kau membasahi celana kakak !”,Jeno mendengus kesal ketika Jomin—si adik bungsu—dengan sangat santai menumpahkan jus di celananya. “Maaf, kak. Jomin tidak sengaja”, ucapnya sok manis dan Jeno ingin memakannya.

“Dasar anak ayah !”lagi-lagi Jeno menggerutu ketika melihat si adik berjalan menuju ayah mereka—Jongin. Lalu sayup-sayup terdengar…

“Ayah, Jeno hyung menumpahkan minumanku, yah”

MWOOO ?!

Sumpah, Jeno ingin sekali melemparkan adik bungsu-nya itu dari atas pesawat lalu masuk ke dalam jurang. Tega sekali Jomin melakukan ini—dan sekarang Jeno harus menyantap bulat-bulat tatapan tajam dari ayahnya. “Apa kemarin masih kurang ?”,ucap Jongin datar dan .. matanya itu seperti .. ahh, pokoknya Jeno takut menatap mata ayahnya.

Sedangkan Luna—ibu mereka—malah sibuk dengan ponsel yang menempel di telinganya sejak tadi. Entah siapa yang sedang ia hubungi. Yang jelas, wanita itu sekarang  sedang melompat-lompat girang sambil berteriak. “Luhannnn !!!”

Eh, paman Luhan ?

Jeno dan Jenny segera bangkit dengan wajah secerah mentari. Si paman konyol sudah datang dan mereka sangat senang sekarang. “Pamannn ..”, mereka merentangkan kedua tangannya dan .. “eh ?”

“Luna !! Luna, Luna , Luna !! Aku merindukanmu !! Sungguh”

O-ow, mereka mulai lagi.

Memulai sebagai sepasang kembar yang tingkahnya lebih memalukan dari ‘Spongebob dan Patrick’. Tidak ingat umur dan .. sadarkah mereka jika Jongin, Jeno, Jenny, Lim, Xi Wen serta Xiao Lu sedang menatapnya penuh prihatin. Huh, dasar orang-orang tidak normal.

Dan ketika mereka masih sibuk melepas rindu seperti ; saling gendong, berpelukan, cubit-cubitan—

“Eh, paman .. Maaf, Jomin tidak sengaja”

“Eh ?”

And well, sepertinya Luhan harus rela duduk di kursi pesawat selama berjam-jam dengan bokong penuh jus yang .. ughh, sangat lengket. By the way, Jomin hebat ya (usilnya).

***

Tidur, tidur dan tidur.

Mungkin itu satu-satunya kegiatan yang paling cocok untuk membunuh waktu sepuluh jam di atas pesawat. Perjalanan Seoul-Honolulu memang sangat melelahkan. Yeah, melelahkan.

Tapi nyatanya, itu tidak berlaku untuk Xiao Lu. Bocah gendut itu malah asyik berlarian kesana kemari dengan wajah super girang—dan untungnya ini pesawat kelas VVIP, jadi tidak ada penumpang lain diluar keluarga Xi dan Kim. “Wiuw .. wiuw .. wiuw .. Ambulance has come

Xiao Lu tetap saja bermain, tak mempedulikan betapa pusingnya orang-orang mendengar suaranya yang cukup cempreng.

Ibunya sendiri pasti sedang asyik bergosip dengan Luna—membahas hal-hal tidak penting termasuk kelemahan suami mereka masing-masing yang cukup memalukan. Dan Jenny tidak paham sama sekali dengan topik pembicaraan mereka. “Hah ? apa sih, bu ?”

“Kau masih kecil, sayang. Nanti jika sudah besar juga tahu sendiri”, lalu dua wanita itu cekikikan, membuat Jenny garuk-garuk kepala.

Sedangkan Luhan, dia malah ngorok bersama Xi Wen dengan mulut terbuka (kebiasaan buruk yang menurun pada anaknya).

Lalu Jeno ..

Ah, entahlah. Dia sedang pusing dengan Jomin yang terus-terusan merengek disampingnya.

“Ngg, ayah ..”

“Iya sayang, Jomin tidur saja yang nyenyak. Jika ngompol bilang ya ?”, Jongin mengusap keringat yang mengalir di kening putra bungsunya.

Well, Kim Jomin—dia adalah anak emas di keluarga Kim, yeah kira-kira seperti itulah penilaian Jeno. Adik laki-laki super duper cerewet dan menyebalkan. Dia sudah umur enam tahun, tapi masih hobi ngompol. Lalu barang favoritnya adalah botol minuman serta popok (mungkin itu alasannya suka ngompol).

Dan yang paling Jeno benci adalah .. Ayahnya selalu membela bocah itu—entah itu benar ataupun salah. Ishh, menyebalkan !

Sedangkan Jeno sendiri ? Ia merasa jika Jongin sangat pilih kasih terhadap anaknya-anaknya. Tidak adil !

Ahh, lupakan. Menggerutu pun tidak akan merubah keadaan. Dan pada akhirnya, Jeno tertidur  dengan headset yang terpasang di kedua telinganya. Semoga besok lebih baik. Lalu ia akan terbangun di rumah keluarga lain, bukannya keluarga Kim.

Jadi anaknya paman Luhan juga tidak apa-apa.

***

“Ngg ? Dimana aku ?”

Hari sudah pagi. Langit cerah menyambut dengan cicitan burung–burung laut yang mengalun indah di luar sana. Angin bertiup lembut serta suara desiran ombak yang menginterupsinya untuk segera bangun dari tidurnya.

Jeno mengucek kedua matanya, lalu mengedarkan pandangan ke jendela besar di sisi ruangan.

Waow, pantai.

“Huwaaaaa !!! Pantai !! Pantai !!”, pekiknya riang dan ia segera berlari meninggalkan kamarnya yang super berantakan—lantas menuruni tangga lebih cepat dari incredible boysekalipun.

Well, yang ada di otak anak laki-laki itu sekarang hanyalah ; bermain pasir dan cari kerang dipantai. Membuatnya berdiri senang di teras depan resort lalu melucuti pakaiannya satu persatu hingga menyisakan boxer warna ungu motif bunganya. “Pantaiiii !!! I’m co—”

“OPPAAA !!! Apa yang kau lakukan ?”

Baru saja Jeno membuat ancang-ancang untuk berlari—sebelum ada suara yang membuatnya terjungkal nista di halaman depan.

“Ya !! Jeno-yaa, kau demam ?”, itu suara ibunya. Dan ketika anak laki-laki itu menoleh kebelakang .. o-ow, ternyata sudah ada kakek, nenek, ayah, ibu, Jenny, paman Luhan, bibi Lim, Xi Wen, Xiao Lu dan juga .. Jomin yang sedang melongo berat di depan meja makan. Oh, ini buruk.

Bahkan Jenny sampai memuntahkan ayamnya lagi dari mulut.

“Hehe .. Hyung tidak tahu malu ya, yah”, ejek Jomin riang. Sedangkan Jongin—ayahnya—hanya menatap cukup datar lalu berucap “Cepat pakai bajumu lagi dan segera habiskan sarapanmu”

Oke, Jeno rasa—ia sudah bisa membayangkan peti matinya sendiri karena ia yakin jika ayahnya akan membenturkan kepalanya di batu karang atau menjadikannya umpan hiu setelah ini. “Iya ayah, maaf”

Dengan wajah merah, Jeno memakai kembali bajunya lalu duduk manis di meja makan. Menyantap ‘Ono poke’ (sejenis sashimi khas hawaii) yang terasa sangat hambar dilidahnya.

“Hahaha .. It doesn’t matter, dude. Setelah sarapan ayo ikut paman main surfing. Nanti paman ajari”, Luhan mengusap punggung ponakannya dan tersenyum lebar.

Dan Jeno rasa, pamannya yang satu ini benar-benar mengerti perasaannya dan sangat sepaham dengannya. Terutama tentang satu hal—yaitu membenci Kim Jongin. Yah, tentu saja.

 “Oke, paman. Kita main surfing”, lalu mereka berdua ‘tos’ sebelum ..

“Ehemmm !”

Tuh kan, Kim Jongin menyeramkan. Luhan saja sampai menunduk takut lalu menatap piring makannya lagi dan diikuti oleh Jeno.

Yeah, mahluk menyeramkan bernama Kim Jongin. Konyol sekali.

***

“Aduh , Jomin nakal !”

“Maaf kak, tidak sengaja”

Xi Wen baru kali ini menemukan anak yang lebih nakal dari Xiao Lu atau lebih aneh dari ayahnya. Siapa lagi kalau bukan Jomin—anak paman Jongin. Huh, menabrak istana pasirnya lalu minta maaf seenaknya? Huh, buat Jengkel saja.

“Iya, kau nakal”, Xiao Lu cemberut lalu mendorong perut Jomin. Mereka saling tatap dan Jomin mendorong balik Xiao Lu—membuat bocah tiga tahun itu jatuh terjerembab di air. “Aku kan sudah bilang tidak sengaja”

Well, menangislah Xiao Lu sekencang-kencangnya. “Ayahhhhh !!! Ibuuuu !!! Huwaaaa !!!”

Lim yang sedang asyik bermain volley bersama Luna dan Jongin—langsung berlari ke bibir pantai, dia kira ada apa. “Ada apa sayang ?”, dengan panik, Lim menggendong putra bungsunya itu. “Xi Wen, ada apa ? Huh ?”

“Dia mendorong Xiao Lu, bu”, ucap Xi Wen menunjuk pada Jomin.

“Tapi dia mendorong duluan”, Jomin tak mau kalah.

“Kau merusak istana pasirku !! Huwaa..”, Xiao Lu ikut-ikutan.

“Tapi aku kan sudah minta maaf !”

Ketiga bocah itu masih saling tuduh sampai Jongin dan Luna tiba meminta penjelasan. “Ada apa Lim ?”, tanya Luna cemas. Sedangkan Jomin sudah minta gendong ayahnya.

“Tidak apa-apa kok. Biasa, namanya juga anak-anak”, Lim terkekeh pasrah, menciumi pipi Xiao Lu yang masih menangis di pelukannya. Sedangkan Xi Wen ..

“Jomin nakal, paman ! Dia mendorong Xiao Lu sampai masuk air. Dia juga menghancurkan istana pasir kami”, ucap Xi Wen tidak terima.

Oke, sepertinya itu adalah awal yang buruk bagi Jomin. Luna meliriknya tajam, begitu juga dengan ayahnya. “Jomin nakal, ya ! Mau ayah hukum seperti kakak ?”, Jongin mengancam.

Membuat bocah itu ikut-ikutan menangis. “Huwaaa, Jomin tidak nakal yah !! Jomin tidak sengaja !! Jomin juga sudah minta maaf !! Jomin tidak mau di hukum seperti Jeno hyung !! Huwaaa !!”

Pada kenyataannya, malam itu Jomin masih bisa tertawa girang ketika menyaksikan Jeno dihajar habis-habisan oleh ayahnya. Di banting kesana kemari dan menurut Jomin itu lebih seru ketimbang adegan Tom and Jerry yang terlindas truk sekalipun.

Tapi disaat ayahnya mengancamnya seperti itu, Jomin tidak bisa membayangkan jika nanti tubuh kecilnya akan berakhir mengenaskan seperti kakak sulungnya. Seram.

“Maafkan Jomin, yah. Jomin sayang ayah”, lalu anak laki-laki itu mengecup pipi ayahnya—membuat Jongin luluh seketika.

Huh, dasar penjilat !

.

.

Dibawah pohon kelapa yang cukup rindang, Lim duduk santai bersama kedua putranya. Xiao Lu masih sesenggukan, sedangkan Xi Wen nampak sibuk membangun sebuah istana pasir untuk si adik.

“Ibu, apa itu ayah ?”, tanya Xiao Lu tiba-tiba sambil menunjuk ke tengah lautan. Dimana ombak besar bergelung dengan sesosok pria yang bermain-main disana. Ow, Lim baru tahu jika suaminya sekeren itu. Terlebih disaat Luhan mengendalikan papan surfing merahnya dengan sangat mengagumkan. Membuat wanita itu tersenyum-senyum sendiri.

Hari makin sore dan langit berwarna oranye. Desiran ombak terdengar lembut serta sinar matahari sore yang menyapu permukaan kulit Luhan yang basah. Pria itu berjalan keluar dari air—menyisir rambutnya kebelakang menggunakan jemari dan itu terlihat sexy. Ughh, apalagi otot perutnya yang sempurna—membuat Lim semakin gigit jari saat melihatnya.

“Ibu, aku menjemput ayah ya ?”, Xiao Lu berlari kecil menuju bibir pantai dan dengan tidak sengaja ia menabrak (lagi) istana pasir buatan Xi Wen.

“Ahhhh .. Xiao Lu !!”

Huh, tapi apa peduli Xiao Lu ? Bocah itu terus berlari menuju bibir pantai sambil berteriak “Ayahhhh !!! Ayahhhh !!! Ayahhhhhh !!!”

Dan ..

SROTTTTT !!!

 

Xiao Lu tersandung kakinya sendiri dan dengan tidak sengaja ia berpegangan pada celana pendek milik ayahnya—membuatnya melorot kebawah.

“XIAO LUUUUUUU !!!! Arggghhh !!”

Untung saja Luhan pakai celana dalam. Jika tidak …

“Xiao Lu !!”, Lim melongo. Sedangkan Xi Wen hanya terkekeh geli melihat celana ayahnya melorot di depan banyak orang.

“Hehe, gajah ayah”, ejek Xiao Lu tak merasa bersalah sedikitpun. Malah tertawa lebar.

Sedangkan Luhan terlihat pucat saat menarik celananya keatas. Memalukan !

***

“satu .. dua .. tii ..”

“Ya !! Jenny-ahh !!”

Aishh, apalagi sekarang. Jenny baru saja mendapatkan pose paling bagus di kamera i-phone nya—sebelum anak cengeng itu muncul dan menghancurkan semuanya. “Aishh !! Apa sih, oppa ?”, gerutunya kesal.

Bukannya minta maaf, Jeno malah cengar-cengir sendiri. Pasti ada maunya, begitu pikir Jenny.

 “Jenny-ahh, kau lihat ini apa ?”

Oh, kali ini Jenny mendelik—kartu kredit unlimited di tangan Jeno seperti menjanjikan sesuatu. “Ayah mengembalikan kartu kreditmu lagi ? Wahh, bagaimana bisa ?”, tanya-nya antusias. Dasar, mata duitan.

“Entahlah, tadi pagi ayah memberikannya padaku. Dan apa kau tahu ? Jomin sekarang sedang di hukum ayah”, anak laki-laki itu tertawa bahagia, seperti baru dapat undian video game dari hologram ice cream favoritnya. “Dia di gantung ayah”

“Heh ! Yang benar !!”, pekik Jenny tak percaya.

“Tidak sih, hanya disuruh berhitung seratus soal”

 Jenny menghela nafas lega. Terkadang oppanya yang satu ini sering mendadak gila dan berbicara ngambang. Dan sayangnya, Jenny sering percaya padanya.

.

.

“Jenny-ahh ! Ppali arra !

Time for Shopping !

Well, jika berlibur keluar negeri tidak akan afdol rasanya jika tidak membawa oleh-oleh. Maka dari itu, Jeno dan Jenny memutuskan untuk berkeliling kota Waikiki seharian ini.

Jenny sendiri nampak cantik mengenakan dress sepaha motif bunga-bunga yang lucu, topi jerami dan juga tas coklat unik di pundaknya. Sedangkan Jeno, terlihat cukup santai dengan celana pendek, kaos putih ‘HBA’, serta snapback merahnya yang keren.

Dan yang pasti—mereka sudah sangat siap untuk membludakkan tagihan kartu kredit ayahnya bulan depan. Tapi, selama ini Jongin tak pernah mempermasalahkan hal itu. Jadi tenang saja.

Mereka berdua berjalan keluar resort (tanpa pamit), bergandengan tangan sambil makan lolipop. Tapi, tiba-tiba saja ada yang mengusik pikiran Jenny. “Ngg, oppa. Berapa nilai bahasa inggrismu ?”, Jenny menghentikan langkah.

Sedangkan Jeno menggaruk kepalanya. “Um, seingatku lima puluh. Kenapa ?”

Jenny bernafas gusar. “Aku .. aku dapat nilai lima puluh lima. Apa kau yakin akan keliling kota dengan nilai bahasa inggris seperti itu ? Bagaimana jika kita tersesat ? Apa ada orang yang mengerti bahasa kita ?”

Bingo !

Jenny benar. Bagaimana jika tersesat, sedangkan mereka tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa inggris. “Nggg, bagaimana ya ? Ummm…”, Jeno mulai berfikir. Tapi Jenny tidak yakin jika oppanya punya otak. “eh .. aku punya ide !”

“Apa itu ?”

Jeno nyengir lantas menarik tangan adiknya kembali masuk resort. “Sudahlah, ikut saja”

***

Hufftt, panas sekali hari ini. Luhan saja sampai tidak betah dan memilih tidur di ayunan teras belakang resort. Udaranya sejuk dan sayup-sayup Luhan mulai memejamkan matanya sebelum ..

“Ayah ! Kau lihat anak-anak ?”, jantung Luhan terasa meloncat ketika Lim datang mengagetinya. Sebal sih, tapi Luhan tidak pernah bisa marah pada istrinya itu.

“Aduh, bukannya anak-anak berenang di kolam depan ?”, jawabnya asal-asalan dan kembali tertidur.

Sedangkan Lim sudah panik minta ampun. “Tidak ada, aku sudah keliling rumah tapi tidak menemukan Xiao Lu dan Xi Wen !”, wanita itu mau menangis.

“Mungkin sedang main dengan sepupunya”

“Jomin ada di rumah, tapi anak-anak tidak ada !”, Lim benar-benar menangis sekarang.

Membuat Luhan membuka matanya dan segera bangkit dari ayunan. “Benarkah ?”

.

.

Tujuan pertama adalah Ala Moana Centre.

Sebuah pusat perbelanjaan terbesar dan terkeren di Waikiki. Disini ada sekitar tiga ratus toko dan dua juta pedangan lepas. Membuat siapapun yang gila belanja menjadi kesurupan disini.

Duduk manis di Food Court dengan Rainbow ice cream berukuran jumbo yang membuat liur siapapun meleleh.

“Woahhh ..”, Jeno melongo melihat ice cream pesanannya yang setinggi menera eiffel. Warna-warni dan susu bertebaran disana. Jenny juga begitu, tapi dia lebih tenang dan segera menghabiskan ice cream strawberry-nya sebelum mencair.

“Aku mau yang rasa coklat saja, kak !”, itu Xiao Lu. Hei, bagaimana anak itu bisa disini ?

Oke, begini ceritanya.

Semua ini ide Jeno. Termasuk untuk menculik dua sepupunya yang berasal dari Paris itu. Jeno pikir, Xi Wen sangat jago bahasa inggris. Jadi yah .. semacam Google translate berjalan.

Empat bocah itu asyik berkeliling Ala Moana Centre yang luasnya lebih dari enam hektar. Jenny menggandeng Xi Wen, sedangkan Jenno menggendong Xiao Lu di punggungnya. Beli ini itu sesuka hati dan langsung gesek kartu kredit. Waow, entahlah berapa tagihan yang akan Jongin terima setelah ini.

“Piip”

Jongin meraih ponsel disaku celananya dan ..

“Barnes Bookstore ? Buku mengeja ?”, pria itu kaget sekaligus bingung ketika melihat pemberitahuan kartu kredit milik Jeno di ponselnya. Anak SMP seperti Jeno kenapa harus beli buku mengeja ? Begitu pikir Jongin.

Dan disaat itu juga ia menyadari sesuatu. “Hei Luhan ! Sepertinya aku tahu dimana kedua anakmu !”

.

.

“Ahhh .. berat sekali..”, Jeno tersaruk dengan dua tas belanjaan besar di kedua tangannya (ditambah Xiao Lu di punggungnya). Berkeliling itu melelahkan, tapi Jeno sangat senang karena mendapatkan kostum Official Iron man yang harganya .. entahlah, Jeno tidak ikut bayar. Dan ia juga mendapat okulele imut yang di jual toko cinderamata.

Sedangkan Jenny, dia beli apa saja yang menurutnya lucu. Seperti baju, sepatu, topi, aksesoris, make up dan semuanya harus bermerek. Astaga .. Kenapa Luna melahirkan dua bocah gila belanja seperti ini. Tapi pada kenyataannya, Luna lebih parah dari mereka.

“Arghhh !! Xiao Lu kenapa mencekikku ?”, Jeno menjerit ketika bocah tiga tahun itu meloncat-loncat di punggungnya sambil berteriak “I want it !! I want it !!”

“Oh, kau mau itu ? Oke, ayo kita beli”

Mereka masih asyik berbelanja—melupakan bagaimana kalang kabutnya orang tua mereka yang berlarian di pusat perbelanjaan-paling-luas-di Hawaii itu-seperti orang gila.

“Mereka sekarang ada di lantai tiga. Toko boneka Harrods”, ujar Jongin yang masih menatap layar ponselnya sambil berlarian. Luna, Luhan dan Lim mengikuti di belakangnya.

“Tunggu ! Mereka pindah lagi ke toko mainan di lantai empat”, Jongin menatap miris pemberitahuan yang terus-terusan muncul di ponselnya dengan sangat cepat. Oh, Kim Jeno benar-benar pintar menghabiskan uang ayahnya. Hingga Jongin merasa pusing membaca ratusan pemberitahuan itu beserta nominalnya.

“Xi Weeennnn !!!”, tiba-tiba Lim menjerit lalu berlari ke lantai atas ketika melihat putra sulungnya itu main balon disana.

Melihat ibunya muncul, membuat Xi Wen berteriak senang. “Ibuuuu !!”

Lalu Xiao Lu ikut-ikutan. “Ayahhhhhh !!”

Sedangkan Jeno malah menyenggol lengan Jenny dengan begidik ngeri. “Eh, gawat ! Ada ayah. Bagaimana ini ?” ucapnya cemas. Tapi, yang ada Jenny malah menggeleng ketakutan di belakang punggung oppanya.

“Ayahhhhhh !!!”, Xiao Lu turun dari punggung Jeno lalu berlari menuju ayahnya yang juga berlari kearahnya. Luhan memeluk putra bungsunya itu dengan sangat cemas.

“Ayah, ini untuk ayah. Maafkan Xiao Lu sudah merusak angry bird ayah”, Xiao Lu menyodorkan boneka angry bird merah yang ukurannya sedikit lebih kecil dari milik ayahnya. Luhan malah menangis, tapi bukan karena angry bird.

“Sayang, kupikir kau hilang dimakan hiu. Jangan lakukan seperti ini lagi ya ?”, Luhan masih memeluk Xiao Lu cukup erat. Melupakan insiden memalukan kemarin sore yang membuat Luhan ngomel-ngomel tidak jelas. “Terima kasih, ayah suka bonekanya”, lalu Luhan mengecup pipi Xiao Lu. Membuat bocah itu senang dan mencium balik sang ayah.

Oww, keluarga Xi sangat manis.

Lalu, bagaimana dengan keluarga Kim ?

Jeno berdiri kaku disaat ayahnya—Kim Jongin—berjalan kearahnya dengan tatapan tajam menusuk. Begitu juga dengan Jenny, gadis itu sangat ketakutan menggenggam tangan oppanya hingga keringatan.

“Kim Jeno ! Kim Jenny ! Kalian bisa jelaskan semua ini dirumah, oke !”

 Oh tidak ! Apakah ini adalah akhir dari liburan mereka yang menyenangkan ? Entahlah.

***

Kartu kredit di rampas. Ponsel di rampas. Bahkan belanjaan pun di rampas. Huh, Kim Jongin menyebalkan !

Dan malam ini, sepertinya Jeno dan Jenny harus rela dikurung oleh ayahnya di kamar atas. Melewatkan pesta bakar-bakar ikan dipantai yang menyenangkan. Melewatkan acara kembang api yang di buat kakek. Melewatkan itu semua dan ini sangat-sangat dan sangat menyebalkan.

“Jenny-ahh, kau lapar tidak ?”, Jeno menggerutu di dekat jendela. Menatap sedih seluruh keluarganya yang sedang asyik bakar ikan di pinggir pantai. Melupakan betapa kelaparannya mereka. Bahkan Jeno belum makan seharian ini.

Asap mengepul diatas panggangan serta ikan berwarna coklat gelap yang terlihat sangat lezat. Ahh, sial—bahkan Jeno tak mampu menelan ludahnya sendiri saking laparnya.

Sedangkan Jenny, terlihat seperti orang sekarat di atas kasur. Badannya lemas dan tak bergerak sedikitpun. Membuat Jeno makin sebal pada ayahnya yang super kejam itu.

“Ya ! Kim Jongin ! Neo .. Jugule !!”, desis Jeno—menatap sosok ayahnya di bawah sana dengan mata penuh kebencian.

***

Itu yang Jenny rasakan ketika menginjakkan kaki di Halawa Hills—sebuah perbukitan hijau di ujung pulau Oahu, Hawaii. Disini banyak sekali pohon Banyon yang usianya ratusan tahun dengan tinggi menjulang ke atas langit. Wahh, belum lagi pemandangan dari sungai kecil bernama Duke River yang mengalir deras di tengah perbukitan.

“Ayo sayang”, Luna menggandeng tangan Jenny—putrinya. Lalu berjalan bersama-sama di jalanan setapak perbukitan. Sedangkan Jongin menggendong Jomin. Luhan pasti bersama Xiao Lu (mereka baru saja baikan) dan Lim yang asyik menggandeng Xi Wen. (serta kakek nenek yang naik mobil van karena mereka terlalu tua untuk ikut berjalan)

Lalu Jeno ?

Anak laki-laki tersaruk di belakang dengan ransel besarnya. Makan sebungkus roti karena perutnya sangat lapar sekarang—sedangkan Jenny sudah dapat sarapan dari ayahnya tadi pagi. Menyebalkan.

Sebenarnya, Jeno juga tidak pernah berharap menjadi anak dari Kim Jongin. Apa itu ? Dan mungkin saja dia benar-benar bukan anaknya. Aishh !!

Semua orang sudah jauh berada di depan. Meninggalkan Jeno yang berjalan sendirian di belakang mereka.

“Aku tidak punya keluarga seperti kalian ! Aku muak !”, anak laki-laki itu menghentikan langkahnya. Malah mengambil rute lain menuju sungai.

.

.

“Yeobo, buka mulutmu”

Luna menyuapi daging bakar ke mulut suaminya. Jongin membuka mulutnya lebar-lebar dan mengunyah suapan dari istrinya sambil terus membakar daging di atas panggangan.

“Hmm, bumbunya pas sayang”, ucap Jongin dengan mulut penuh. Membuat Luna gemas dan mencubit pipi suaminya itu.

Sedangkan Lim, nampak sibuk menata sandwich bersama nyonya Xi di atas tikar. Wah, piknik keluarga kali ini benar-benar sempurna.

Lain lagi ceritanya dengan Tuan Xi, beliau nampak kerepotan dengan dua cucunya yang kelewat cerewet. Siapa lagi kalau bukan Jomin dan Xiao Lu. “Kakek kakek, kenapa rambut kakek warna putih ?”, kalau itu Xiao Lu. Sedangkan Jomin. “Kakek kakek ! Apa di Hawaii masih ada dinosaurus ?” (kau bercanda?)

Tuan Xi hanya nyengir kuda menanggapi kedua cucunya yang super itu. Bingung harus jawab apa ?

“Ayah kalah !!”, Xi Wen bersorak girang ketika ayahnya kalah suit dan harus kena sentil di dahinya. Sentilan pertama dari Xi Wen; tidak sakit sama sekali. Yang kedua dari Jenny ..

“Awww !! Jenny-ahh, tanganmu terbuat dari batu ya ?”, Luhan meringis kesakitan menggosok dahinya yang merah. Sedangkan Jenny malah tertawa. “Haha .. Maaf paman”

Oww, Jeno benar-benar di lupakan rupanya. Nyatanya mereka tak menyadari ketidakhadiran anak laki-laki itu dan piknik berjalan lancar sebelum ..

“ARGGGHHHHH !! TOLONGGGG AKUU !!”

Semua terlonjak, sedangkan Jongin malah berlari meninggalkan daging panggangnya begitu saja. Yup, Jongin hafal betul suara itu. Suara putra sulungnya, Kim Jeno.

Pria itu terus berlari—tak peduli lagi dengan dagingnya yang akan gosong (lupakan).Karena suara Jeno yang melengking seperti itu menandakan jika dia dalam keadaan terancam.

“YAAA !!! JENO-AHHH !! KAU DIMANA ??”, Jongin terus berlari menyusuri sisi perbukitan sambil berteriak seperti itu. Berharap Jeno mendengarkan suaranya.

“AYAHHHHH !! TOLONG AKUUU !”, Jongin berlari mengikuti suara itu dan berakhir ke sebuah sungai yang cukup deras. Banyak batu-batu besar disana—namun pria itu tak ambil pikir dan langsung turun kebawah—tak peduli lagi dengan arus sungai yang bisa membawanya dengan mudah.

“AYAHHH !! TOLONG AKU !!”

Anak laki-laki itu berpegangan erat pada akar pohon yang menjuntai di sungai. Sedangkan tubuhnya terhanyut oleh derasnya air.

Jongin menahan tubuhnya dengan berpegangan pada batu besar di sisi sungai yang lumayan dalam. Berjalan cukup hati-hati dan semakin mendekat pada putranya. Tangannya terulur dan Jeno meraihnya. “Pegang erat-erat tangan ayah. Jangan sampai terlepas !”

Jongin menarik tubuh Jeno lalu memeluknya dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain berpegangan pada batu besar di hadapannya. Berjalan perlahan sampai ke sisi sungai.

Jongin menggendong tubuh Jeno dan anak itu menangis. “Sudah sudah. Sekarang kau aman. Jangan menangis lagi”, Jongin memeluk tubuh Jeno yang terduduk lemas di tepi sungai.

Ow, ini jauh dari yang Jeno bayangkan. Ia kira ayahnya akan membunuhnya karena hal ini. Tapi ternyata ..

Dan Jongin kembali dibuat panik ketika menyadari ada bekas keungunan di betis Jeno—astaga, itu gigitan ular. Membuat pria itu segera membuka jaket parasutnya lalu menarik tali gesper dan mengikatkannya pada betis Jeno dengan sangat kuat (sebagai pertolongan pertama agar bisa ular tidak menyebar keseluruh tubuh).  Jongin mengurut betis Jeno cukup kuat sampai Jeno menjerit kesakitan.

Karena darahnya tak kunjung keluar, Jongin terpaksa menyedotnya dengan mulut. Padahal ia bisa saja terbunuh oleh racun yang ia sedot. Tapi, apa peduli Jongin ?  Yang penting Jeno selamat.

Jongin melakukannya berkali-kali. Menyedotnya lalu memuntahkan darahnya lagi ke sungai.  Sampai dirasa cukup, Jongin menggendong Jeno di punggungnya—tapi tidak menuju tempat piknik, melainkan rumah sakit.

***

Yeah. Jeno salah besar. Sangat salah besar.

Ternyata ayahnya tidak seburuk itu. Dia memang bukan seorang ayah yang banyak omong. Dia juga bukan seorang ayah yang konyol seperti paman Luhan. Kim Jongin—adalah seorang ayah yang misterius.

Jeno berjalan di sepanjang taman resort dengan kaki di perban sebelah. Well, dia mendapatkan operasi kecil di betisnya dan dijahit sebanyak delapan jahitan. Sakit sih, tapi ia senang. Karena kostum Iron man-nya di kembalikan oleh ayah.

Malam ini banyak bintang. Dan Jeno menemukan bintang paling besar di bangku taman. “Ibu !!”, pekiknya dan ia segera berlari kesana. Tiduran di pangkuan ibunya dan Jeno akan bermanja-manja bersama wanita itu.

“Ibu”, panggilnya.

“Iya sayang ?”

“Ayah memang galak ya dari dulu ?”

Mendengar pertanyaan Jeno, Luna malah terkekeh sambil terus mengusap rambut putranya. “Tidak juga. Ayahmu orang yang lembut kok. Hanya saja, dalam waktu tertentu ia bisa menjadi sangat tegas”

Jeno mengerucutkan bibir. “Um, termasuk saat memarahiku, ya ? Huh, anaknya ayah itu cuma Jomin saja bu. Nyatanya, Jomin selalu ayah bela. Sedangkan aku selalu kena marah ! Ayah tidak adil !”

Luna memutar bola matanya. Astaga Kim Jeno, kau anggap apa perjuangan ayahmu tadi siang ?

“Ya mungkin karena kau cengeng. Ayahmu kan tidak suka orang cengeng”, sindir Luna tepat sasaran.

Yup, Kim Jeno memang cengeng mulai bayi. Dan dia adalah bayi paling cerewet di muka bumi. Semua orang tahu itu.

“Siapa yang cengeng ? Aku tidak cengeng, bu !”, lagi-lagi Jeno mendengus. “Memangnya ayah tidak pernah menangis, ya ? Huh , dasar robot !”

Entahlah, Luna harus tertawa atau marah ? Tertawa karena Jeno terlalu terang-terangan mengungkapkan isi hatinya yang menurut Luna itu konyol. Atau marah karena Jeno menyebut ayahnya robot. Itu tidak sopan.

“Tidak juga. Seingat ibu, ayahmu pernah menangis tiga kali”

Woo .. Mendengar informasi memalukan tentang ayahnya, Jeno langsung membuka telinganya lebar-lebar. “Benarkah ? Kapan bu ? Apa karena kakek menghajarnya lalu ayah menangis ?”

“Iya, itu termasuk. Kakek pernah memarahi ayahmu habis-habisan karena dia tidak menuruti permintaan ibu saat ngidam. Hehehe, saat itu ibu baru tahu wajah ayahmu ketika menangis. Lucu sekali”, Luna tiba-tiba tersenyum sendiri mengingat kejadian itu. Ingin hamil lagi rasanya (kau gila ?)

“Lalu yang kedua ?”, anak laki-laki itu masih penasaran.

“Hmm, yang kedua saat ibu melahirkanmu dan Jenny. Saat itu, ayahmu kabur dari rapatnya di New York dan datang ke rumah sakit dengan sangat menyedihkan. Dan apa kau tau, ayahmu menangis saat menggendongmu untuk pertama kalinya. Dia terharu punya putra pertama yang tampan sepertimu”

Oke, ini manis. Tapi tak membuat Jeno terharu sedikitpun.

“Lalu yang terakhir ?”

Luna menghela nafas. “Yang terakhir juga karena dirimu, Jeno. Ayahmu hampir gila saat kau tiba-tiba menghilang di museum. Ayahmu berlarian keliling museum untuk mencarimu yang saat itu kau masih seumuran Jomin. Dia sangat takut kehilanganmu sampai-sampai ia harus menangis. Dan sejak saat itu, ayahmu bersumpah untuk selalu menjaga dan melindungi keluarganya walau nyawa taruhannya”

Entah kenapa pikiran Jeno tiba-tiba melayang pada kejadian tadi siang. Ia mengingat betul wajah panik ayahnya saat menariknya dari arus sungai. Dan juga ketika ayahnya menyedot racun dari betisnya. Oh, benarkah jika Jongin takut kehilangannya. Ayah yang selama ini ia benci ternyata sangat menyayanginya ? Sulit untuk di percaya.

“Coba saja kau tidak nakal, ayahmu pasti tidak akan marah”, Luna mengeluarkan ponsel lalu membuka beberapa file video disana. “Lihatlah ini sayang, mungkin kau tidak ingat”, lalu ia menekan tombol ‘play’ dan video terputar. Sedangkan Jeno hanya bisa diam membeku. Tidak ada lagi Kim Jeno yang cerewet. Mulutnya terkunci rapat dengan mata yang mulai memanas.

Di dalam video itu Jeno masih bayi. Ia tertidur di perut Jongin dan Jenny disampingnya. Sedangkan Luna yang iseng, diam-diam merekamnya dengan kamera ponsel.

Iler Jeno menetes di baju ayahnya dan pria itu terkekeh senang saat mengelapnya. “Aigoo, jagoanku tukang ngiler ternyata”, ucap Jongin kala itu lalu mencium ubun-ubun Jeno dengan lembut.

“Cepat besar, sayang. Ayah akan mengajarimu Tae-kwon-do, arra ?”, sekali lagi Jongin mengecup ubun-ubun Jeno lalu ia ikut terlelap.

Tidak cukup sampai disitu.

Masih ada video selanjutnya. Hanya ada gambar bebek dan danau. Angin berhembus kencang dan tiba-tiba saja muncul sosok ayahnya disana .. dan juga Jeno dalam gendongan.

“Yeobo ..”

“Sttt, dia sudah tertidur”

Jongin me-pukpuk pantat Jeno dan lagi-lagi Jeno ngiler di pundak ayahnya. “Anak ayah yang tampan, tidur yang nyenyak”.

Lalu Jongin mencium pipi Jeno cukup lama. Ia sangat menyayangi putranya itu.

“Aigoo, yeobo. Kenapa anak kita tukang ngiler sepertimu ?”, itu suara Luna yang merekam. Sedangkan Jongin hanya tersenyum saat diejek istrinya. “Stttt ..”

.

.

Sekarang Jeno tahu, jika ayahnya yang menurutnya luar biasa kejam, ternyata sangat menyayanginya. Dan ia menyesal telah membenci ayahnya selama ini.

Jeno tak mampu lagi. Anak laki-laki itu menangis di pelukan ibunya. “Kenapa Jeno tidak menyadarinya dari awal, bu ?”, rutuknya pelan.

Sedangkan Luna hanya tersenyum mengelus rambut Jeno. “Tuh kan, Jeno cengeng lagi. Chup .. chup, kau tidak malu ? Sudah besar masih saja menangis ?”, pada kenyataannya—Jeno itu punya perawakan tinggi besar seperti ayahnya. Diusia ketiga belas, tingginya sudah mencapai seratus tujuh puluh lebih. Luna saja hanya setinggi kupingnya.

Intinya, Jeno benar-benar mirip dengan ayahnya.

Dan disaat mereka masih asyik peluk-pelukan di bangku taman (serta banyak orang yang melihat), tiba-tiba saja Jongin datang dengan Jomin di gendongannya serta Jenny yang asyik makan ice cream.

“Wooo, oppa kenapa bu ?”, tanya Jenny bingung.

Dan detik itu juga, Jeno langsung pindah memeluk perut ayahnya sambil menangis. “Ayah .. Jeno sayang ayah .. sungguh ! Hweeeee !!!”

Jongin melongo berat. Sedangkan Jenny, ingin muntah saat melihatnya.

“Hei !! Lepaskan ayahku !! Ini ayahku ! Bukan ayahmu !”, itu Jomin yang sibuk menendang-nendang kepala Jeno dengan sepatu kotornya. Tapi Jeno tak menggubris sedikitpun, malah makin erat memeluk ayahnya.

Jongin bertanya-tanya pada Luna. Tapi wanita itu hanya menghendikan bahu. “Ahh, molla. Tanya sendiri pada Jeno”, ucapnya.

Huh, Jongin makin pusing saja. Tapi, tangannya tiba-tiba terulur dan meraih tubuh Jeno lalu memeluknya. “Iya iya, ayah juga sayang Jeno”, lalu Jongin kembali mengecup ubun-ubun putranya itu. Kebiasaan yang sudah lama hilang dan Jongin sangat merindukan itu.

Luna tersenyum bahagia melihat hubungan ayah dan anak itu kembali membaik. Sedangkan Jenny hanya melongo sampai ia menjatuhkan ice cream saking syok-nya. Lalu Jomin ?

“Huwaaaa !! Ayah tidak boleh sayang dengan hyung !! Ayah bolehnya sayang Jomin saja !! Huwaaa !!”

Oke, sepertinya ini akan berjalan cukup sulit.

.

.

“Jomin sayang, tunggu kami”

Hari sudah gelap, perut kenyang dan Jomin yang sedang ngambek sekarang. Apa mungkin dia marah gara-gara Jongin menggendong kakaknya yang sedang sakit ? Oh anak itu cemburu rupanya.

Jomin masih terus berjalan. Meninggalkan ibu, ayah dan kedua kakaknya yang ada di belakang. Jomin ingat betul ketika Jeno memberi tahunya tentang suatu hal di resto tadi.

“Kau itu bukan anak ayah. Kau itu di temukan hanyut di sungai dan hampir di makan kucing. Karena merasa kasihan, akhirnya ibu dan ayah mengadopsimu. Jadi kau jangan macam-macam denganku ! Atau kau akan ku hanyutkan lagi ke sungai ! Mengerti ?!”

Perkataan Jeno tadi terus berputar-putar di otak bocah enam tahun itu. Apa benar Jomin anak kucing ?  begitu pikirnya.

“Jomin sayang ? Kau kenapa sih ?”, Luna akhirnya berlari dan memeluk tubuh si kecil Jomin. Tapi anak itu malah menolak pelukan dari sang ibu.

“Aku bukan anaknya ibu ! Kata hyung aku di temukan hanyut di sungai dan hampir dimakan kucing. Jomin hanya anak adopsian, iya kan ?”, anak itu berteriak lalu menangis sekencang-kencangnya di pinggir jalan.

Dan sedetik kemudian ..

“Awww !! Ampun, yah ! Aku hanya bercanda !!”, Jeno ikut menjerit ketika ayahnya mencubit bokongnya cukup keras dan itu pasti gosong.

 Huh, siapa juga suruh berbohong ?

***

Hari ini adalah hari terakhir liburan di Hawaii. Meninggalkan pantai Waikiki yang indah  serta fasilitas resort milik kakek Xi yang cukup menyenangkan. Lalu kembali ke aktifitas masing-masing seperti; Luhan dan Jongin yang harus pergi ke kantor. Luna dan Lim yang harus mengurus anak-anak mereka. Jeno, Jenny Xi Wen dan Jomin yang harus kembali bersekolah .. Dan juga Xiao Lu yang … menghancurkan rumahnya lagi.

 Huft. Apapun itu, di liburan kali ini banyak sekali hal bisa di petik. Terutama tentang kasih sayang sebuah keluarga. Dan Jeno sangat merasakan hal itu.

“Semuanya siap ??”

“Siap !!”

Semua anggota keluarga berkumpul dengan pakaian bikini dan celana pendek warna warni di tepi pantai. Memasang senyum paling lebar dan tadaa …

Luhan mengatur timer pada kamera yang ia pasang di atas tripod. Langit berwarna biru cerah dan ini adalah waktu yang pas untuk mengabadikan sebuah foto yang indah.

“Katakan Kimchiiii !!

Luhan berlari dan memeluk istrinya sebelum ..

CKREEEKKK ..

 

Foto keluarga yang manis.

“Ahhh, Luhan !! Kau menarik celanaku !!”, itu Jongin. “Ulang lagi fotonya !!”

***

Lim meletakkan sebuah figura baru di ruangan kosong tembok rumahnya. Liburan di Hawaii dua minggu yang lalu memang susah untuk di lupakan. Banyak kejadian-kejadian seru yang mereka lewati bersama. Kebanyakan sih, ulah anak-anak mereka sendiri (yang nakal-nakal).

“Ibu, kita bawa kado apa buat kak Jeno dan kak Jenny ?”, Xiao Lu menarik rok Lim—anak laki-laki itu sudah sangat siap untuk datang di ulang tahun sepupunya itu.

“Sudah ibu siapkan kok. Eh, mana kakakmu ?”, Lim mengedarkan pandangannya ke seisi rumah, namun tak menemukan putra sulungnya itu.

“Xi Wen ?”

.

.

Untuk: Xi Wen

 

Terima kasih atas bando kerangnya. Aku suka sekali. Oh iya, aku sangat iri denganmu. Kapan aku bisa pergi ke Hawaii dan berenang disana sepertimu. Aku ingin sekali, Xi Wen.

 

Hmm, jika sudah besar nanti, bisakah kau mengajakku kesana ? Aku ingin main pasir disana bersamamu. Hehehe ~

Oiya, aku pergi keskolah memakai ini, dan teman-teman iri padaku. Terima kasih Xi Wen. Aku menyayangimu.

 

Salam hangat, Laurent’

 

.

.

Xi Wen menutup surat yang barusan ia baca dan beralih pada sebuah foto anak perempuan yang terselip di antara amplop-nya. Itu gambar Laurent—pacarnya.  Anak laki-laki itu tersenyum lalu cepat-cepat menyimpan surat cinta pertamanya di laci meja belajar, jangan sampai ibu dan ayah tahu soal itu.

“Iya, bu. Xi Wen turun”

Anak laki-laki itu berlari ke lantai dasar dan sudah menemukan ayahnya yang sudah mengenakan kostum badut. “Ayahhh !! Apa yang kau lakukan ?”

.

.

Di lain tempat, Jeno dan Jenny sudah mendelik di depan dua bungkusan besar yang ada di hadapannya. Yang berwarna pink itu pasti untuk Jenny, sedangkan yang biru untuk Jeno.

“Ayah, ibu, boleh kami membukanya ?”, tanya mereka kompak dan dijawab sebuah anggukan oleh orang tuanya.

Dengan sangat kesetanan, mereka merobek kertas kado itu hingga tak tersisa.

Yang pertama adalah Jenny, ia mendapatkan sebuah boneka besar bentuk beruang yang sangat besar dari orang tua-nya. “Hwaaaa .. Terima kasih !! Jenny suka sekali !!”, gadis itu memekik girang memeluk boneka barunya.

Sedangkan Jeno ?

“Ayahhhhh !!!! Apa ini ???”, Jeno hampir saja pingsan ketika melihat apa yang ada didalam kardusnya.

Sedangkan Jongin hanya tersenyum datar. “Daripada kau mencuri mangga terus-terusan, lebih baik ayah membelikanmu stok untuk satu tahun. Kau bisa menghabiskannya sendirian sampai diare”

Jeno ingin menangis saja sekarang. Padahal tadi malam ia sudah membayangkan video game baru atau barang-barang official Iron man dari ayahnya—bukannya satu kardus mangga.

“Ayahhhhh !!! Aku tidak mau makan mangga lagi seumur hidupkuuuu !!!! Huwaaaa !!!”

.

.

.

12 tanggapan untuk “[Oneshot] Xi vs Kim Family – Holiday in Hawaii”

  1. aduh luhan ma jongin tipe ayah yang bertolak belakang banget sifatnya..ssatu yang sama, sama2 aneh…luhan bener2 konyol dan tampan jongin tegas tapi konyol…ahahhahahahha

    Suka

  2. Hahahahah miriiss amatt nasibbb jeno wkwkwk waaaa kimjong maniss sekalii aigooo aigoooo appa tampann ehemm ehemm adegan tarik celana jonginn bolehh tuhhh di perjelas wkwkwkwkwk , gomawo thor untk cerita”manisnyaa \(≧▽≦)/

    Suka

  3. Waaahh , entah kenapa aku sampe netesin air mata pas baca scanenya jeno yang tau kalo ayahnya sayang banget sama dia … Berasa asli aja thor , beneran deh aku terharu sama sequelnya yang ini .

    Suka

Leave Your Review Here!