Run Devil Run (Chapter 4)

Image

Title         : Run Devil Run

Scriptwriter : Andri Valerian

Casts :

Choi Junhong || Kim Himchan || Jessica Jung

Support Casts :

Key || Lee Taemin || Moon Jongup || Kim Jonghyun || Kim Jaejoong

Genre  :  Fantasy, Adventure, Supernatural, Action

Duration  : Chaptered

Rating     :  PG-15

Summary :

Jessica sedang dilatih malaikat pemimpin ordo kekuatan, Moon Jongup untuk mempersiapkan diri menghadapi perang yang sudah di depan mata. Key dan Taemin bertandang ke neraka untuk bertemu dengan pemimpin mereka, Bintang Fajar alias Lucifer yang memberi perintah untuk membawa anak Mikhael ke hadapannya dalam keadaan hidup.

Happy reading all~

******

Sesuai dengan rencana mereka pagi tadi, Junhong dan Himchan sekarang berada di bar di mana sang korban pembunuhan misterius, Bang Yongguk diperkirakan berada sebelum ditemukan terbujur kaku dalam bentuk mayat. Bar itu letaknya berseberangan dengan komplek ruko tempat mayat ditemukan. Sekilas, bar itu agaknya dikategorikan sebagai bar murahan. Tak ada minuman mewah yang berharga di atas lima puluh won yang tersedia di sana. Interiornya pun tak seperti pub mewah seperti yang sering disaksikan Junhong di drama-drama layar kaca. Ya, hanya dari layar kaca saja ia menyaksikan bagaimana wujuh sebuh klub malam. Seumur hidupnya belum sekalipun ia mengunjungi klub malam seperti ini dan tak akan pernah mau.

Bahkan hari ini pun di tengah tugasnya sebagai penyelidik, ia enggan menginjakkan kakinya ke dalam. Ia benci bau alkohol dan bau macam itu akan terus mengiringinya di dalam klub malam itu. Himchan saja yang masuk untuk mengintegorasi bartender yang bertugas. Dan ketika Himchan keluar dari dalam, ia langsung memberondonginya dengan pertanyaan.

“Apa kau mendapatkan sesuatu?”

Himchan menggelengkan kepala. Wajahnya menunjukkan ketidakpuasan. “Tak ada informasi yang bisa membantu kita melacak si pelaku. Malah penjelasan dari bartender itu memunculkan teka-teki baru.”

“Teka-teki baru?” Dahi Junhong mengerut. “Apa maksudmu?”

“Bang Yongguk memang mengunjungi bar ini semalam. Ia memesan segelas vodka lalu duduk menyendiri. Bartender itu mengatakan wajah Yongguk tampak mengerikan. Matanya bengkak dan wajahnya pucat seakan tak ada semangat hidup. Dan tiba-tiba, ia nampak ketakutan dan langsung meninggalkan klub ini dengan terburu-buru tanpa sempat membayar minuman yang ia pesan.”

“Apa bartender itu melihat ada orang lain yang keluar dari bar setelah korban pergi?”

“Menurutnya, baru sekitar satu jam kemudian ada orang yang keluar, seorang petugas kebersihan di klub malam ini. Namun bartender itu berani menjamin bahwa rekannya itu tak mungkin mengenal korban. Terlebih korban baru datang sekali ke klub malam ini. Jadi sepertinya tak mungkin jika korban memiliki musuh di sini.”

Junhong bisa mengerti mengapa korban menampakkan air wajah seperti itu. Biasanya orang yang mengalami gangguan pada mentalnya akan sulit untuk bisa tidur nyenyak dan efek sampingnya adalah ekspresi wajah tak menampakkan semangat hidup. Namun ia masih bingung membayangkan mengapa tiba-tiba si korban meninggalkan bar itu tanpa ada yang mengejarnya. Apa mungkin si korban melihat sesuatu yang hanya bisa dilihat oleh korban saja? Gagasan ini agak aneh memang namun setelah mengalami hal-hal yang aneh kemarin, Junhong mencoba mempercayai segala sesuatu sekalipun itu tak masuk di akal sehat.

Mereka berdua lalu beranjak dari klub malam itu, menyebrang jalan untuk mencapai komplek ruko di mana Himchan memarkir Hyundai Atoz miliknya. Sepanjang jalan menuju mobil, keduanya terdiam. Junhong sibuk berkutat dalam imajinasi liarnya. Apakah benar Bang Yongguk ini adalah seorang Nephilim dan ia dibunuh oleh para iblis pimpinan Bintang Fajar? Jika ditelaah lagi, mungkin saja malam itu Bang Yongguk yang sedang menikmati minumannya di bar itu merasakan kehadiran para iblis yang memburu nyawanya dan ia segera lari untuk menyelamatkan hidupnya. Namun pada akhirnya, ia tetap tak mampu melarikan diri dan tewas dipanggang tentara Bintang Fajar.

Jika kronologis kejadiannya sesuai dengan apa yang ia bayangkan, maka ia dan Himchan tak akan mungkin menangkap pelakunya. Dan mungkin saja, ia menjadi target berikutnya dari para tentara Bintang Fajar, jika memang benar ia adalah seorang Nephilim.

“kita mau ke mana sekarang? Apa mau kembali langsung ke kantor?” tanya Himchan yang sudah menyalakan mesin mobil sembari menoleh ke arah Junhong di kursi penumpang yang masih tenggelam dengan pikirannya mengenai Nephilim.

“Boleh saja. kita memikirkan apa langkah berikutnya untuk memecahkan kasus ini.” Walau ada gagasan bahwa pelaku pembunuhan ini adalah tentara Bintang Fajar yang tak mungkin diseret ke ruang sidang dan dijerat dengan hukum pidana Korea Selatan, ia tetap mencoba terus menyelidiki kasus ini. Itulah tugasnya sebagai seorang perwira kepolisian.

Mereka memasuki jalanan yang bisa dibilang jalan protokol di kota Seoul. Dari jendela, Junhong bisa menyaksikan orang-orang berpakaian rapi mulai memadati restoran-restoran yang terpampang di pinggir jalan. Tak heran, ini sudah jam dua belas siang, waktunya bagi para pegawai kantoran untuk mendapatkan makan sang mereka. Junhong tak berpikir untuk segera memperoleh makan siangnya. Ia bisa memperoleh makan siangnya di kantin kantor polisi nanti.

Namun Himchan sepertinya sudah tak bisa menunggu hingga sampai di kantor. Ia mengeluh pada Junhong bahwa perutnya sudah ingin sekali diberi asupan karbohidrat. Junhong hanya memanyunkan bibirnya sementara Himchan terus mengusap-usap perutnya kala mobil mereka sampai di sebuah lampu merah. Akhirnya keputusan pun diambil. Mobil mereka menepi di depan sebuah restoran siap saji asal amerika.

Himchan terlihat terburu-buru turun dari kursi kemudi, terlihat sekali ia begitu haus akan asupan makanan. Junhong turun belakangan, menyusul Himchan yang sudah terlebih dulu menyeruak masuk ke dalam. Mereka bergabung bersama para pengunjung lain yang sudah membentuk antrian panjang di depan kasir tempat memesan makanan.

“kelihatannya kau harus sediit bersabar.” Junhong melirik Himchan yang berbaris di belakangnya sembari melempar senyum mengejek. Himchan terlihat tak peduli.

Telepon genggam milik Junhong berdering. Ia melihat siapa yang menghubunginya, salah seorang anggota divisi kekerasan dan pembunuhan. Sebuah kasus pembunuhan menunggu mereka. Baginya mungkin tak masalah pergi lagi ke TKP sekarang, tapi bagi Himchan yang sedang lapar, pasti akan menjadi sebuah masalah.

“Siapa yang menelepon?” Himchan langsung bertaanya setelah Junhong menutup teleponnya.

“Petugas Donghoon yang menelepon. Ada mayat yang ditemukan di sebuah gereja yang ada di distrik Eunpyong. kita harus ke sana sekarang”

“Apa? Pergi ke Eunpyong?” Himchan langsung berujar layaknya mendengar kabar bahwa dunia akan segera kiamat. “Apakah polisi di distrik itu tak mampu menangani sebuah kasus penemuan mayat sampai-sampai harus meminta bantuan detektif dari kepolisian Seoul?”

“Sudahlah. Mereka meminta bantuan dan kita harus datang ke sana. Lagipula Eunpyong itu masih termasuk wilayah yurisdiksi kita.”

“Lalu bagaimana dengan makan siangku?”

“Bisa ditunda atau mungkin saat di tol nanti kita bisa berhenti sesaat di rest area dan membeli makanan di konter drive thrue.” Junhong keluar dari antrian dan kembali ke mobil. Himchan menyusulnya sembari terus mendumel perihal makan siangnya yang tertunda.

****

Mulut Himchan masih sibuk mengunyah Chicken Burger yang dibelinya di rest area kala ia dan Junhong memasuki TKP, sebuah gereja yang terletak di tengah-tengah komplek perumahan sederhana. Para polisi yang sudah tiba sebelum mereka masih sibuk melakukan olah TKP, mencari barang-barang yang mungkin bisa dijadikan petunjuk. Ada juga yang masih berkutat dengan kamera, mengambil gambar setiap sudut dari aula gereja ini.

Tak ada satupun yang tahu, apa yang sebetulnya terjadi di dalam aula ibadah gereja ini. Keadaan di dalam menunjukkan ada keributan yang terjadi atau mungkin ada angin topan yang hanya menerpa aula ini. Barang-barang yang biasanya bercokol di atas mimbar berserakan di lantai menemani serpihan kaca jendela berwarna-warni yang pecah. Kursi-kursi kayu jati tempat jamaat menyimak khotbah pendeta susunannya tak beraturan

Mayat korban tersandar di dinding di atas mimbar. Himchan menyaksikan mayat itu tanpa berkata-kata. Ia tak habis pikir, kasus pembunuhan Bang Yongguk belum selesai diusut olehnya dan Junhong, bahkan mereka belum menemukan apa-apa dan sekarang sebuah kasus pembunuhan baru sudah menantinya.

Berbeda dengan Himchan yang masih terpaku memandangi mayat korban, Junhong sudah mulai bergerak. Ia mendatangi seorang petugas forensik dan bertanya  mengenai sang korban. Namaya Yoo Youngjae, usianya tujuh belas tahun, murid sebuah high school yang letaknya 10 kilo dari gereja ini. Informasi itu didapat dari kartu pelajar korban yang ditemukan dari dalam dompet di saku celana katunnya. Waktu kematian sekitar satu atau dua jam yang lalu. Penyebab kematiannya akibat tusukan benda tajam yang menembus jantungnya. Diperkirakan sebuah pedang yang membuat lubang di dadanya.

Setelah mendapat penjelasan singkat dari anggota forensik, Junhong meminta waktu lima menit untuk memeriksa mayat itu sebelum dibawa ke rumah sakit dan diotopsi oleh Yuri. Ia lalu berjalan kembali ke arah mimbar, menemui Himchan yang masih terpaku memandangi mayat.

“Kau dengan penjelasan petugas forensik tadi mengenai mayat ini?”

Himchan menganggukkan kepalanya. “Aku mendengar. Dan percayalah padaku, jika esok ada kasus baru lagi, aku yang akan berubah menjadi mayat,” ujar Himchan. Leluconnya itu hanya ditanggapi dengan sebuah senyum simpul oleh Junhong. Mereka berdua nampak biasa saja memandangi mayat yang mata dan mulutnya masih terbuka itu seakan mereka sudah punya antibodi atas mayat itu. Pengalamanlah yang membuat antibodi itu muncul.

Junhong naik ke atas mimbar dan berjongkok di samping mayat. Tangannya sudah mengenakan sarung tangan, mencegah sidik jarinya menempel di mayat yang bisa menggangu proses otopsi untuk mengidentifikasi si pembunuh. Yang pertama ia lakukan terhadap mayat itu adalah mengusap perlahan kepalanya untuk menutup mata dan hidung si mayat

“Zelo, kau periksa mayat itu dan aku akan menanyai orang yang pertama kali menemukannya. Ok?” tanya Himchan.

“Ok.” Junhong menjawab tanpa menoleh ke arah rekannya itu. Ia masih sibuk memperhatikan mayat Youngjae. Darah memerahkan kaus putih yang korban kenakan. Luka yang menganga di dada korban ukurannya cukup besar. Rasanya benar analisis dari tim forensik, luka ini disebabkan oleh tusukan sebuah pedang.

Perhatiannya sekarang tertuju pada tangan korban yang menyentuh lutut. Ia meraih pergelangan tangan si mayat, belum terlalu kaku, pertanda Yoo Youngjae belum lama berubah menjadi mayat. Ia tersentak kala mendapati sesuatu yang tak asing lagi baginya di pergelangan tangan Youngjae, seuatu yang dimiliki olehnya dan juga Bang Yongguk. Sebuah tato bersimbol pedang dengan sayap yang awalnya tersilap jaket denim yang dikenakan korban tampak di matanya.

Ia terduduk di samping mayat. Seluruh badannya seakan menerima gelombang kejut, lemas seketika. Peluh mulai bermunculan membasahi dahi dan badannya. Nephilim, kata itu terbayang lagi di benaknya. Mayat ini, Yoo Youngjae, juga memiliki tato aneh itu. Apakah anak ini juga seorang Nephilim? Jika benar mayat ini juga merupakan keturunan ras malaikat, berarti sudah dua korban yang jatuh dan entah kapan giliran dirinya yang berubah menjadi mayat.

Tunggu dulu, janganlah berfantasi terlalu jauh. Cobalah berpikir logis dengan mengesampingkan berbagai perihal mengenai Nephilim dan Bintang Fajar. Bisa saja seluruh kesamaan tato ini adalah sebuah kebetulan. Tato ini bisa saja adalah lambang sebuah organisasi perdagangan obat-obatan terlarang dan kedua korban tewas ini adalah anggotanya. Mereka mungkin tewas dibunuh oleh saingan organisasi itu. Dan perihal tato yang dimilikinya, mungkin saja orang tua biologisnya memberikan tato ini tanpa tahu menahu tato ini adalah lambang sebuah organisasi penjual narkotika.

Ok, mulai sekarang ia akan terus berpikiran seperti itu. Setidaknya sampai ia mendapatkan bukti konkrit bahwa ia benar-benar mempunyai darah malaikat yang mengalir dalam pembuluh darahnya atau sampai wanita berambut pirang itu muncul lagi di hadapannya dan memberikan sebuah penjelasan yang lebih jelas dan mampu diterima akal sehat. Dan sekarang temuannya ini harus diketahui oleh Himchan.

Ia berseru memanggil Himchan yang masih sibuk mewawancarai seorang pria pendek yang kelihatannya berusia lima puluh tahun ke atas, memakai setelan hitam khas pendeta. Rekannya langsung menoleh dan berjalan ke arahnya.

“Siapa yang kau wawancarai tadi?”

“Seorang pendeta yang bertugas di gereja ini. Namanya Eusebio, orang Brazil asli namun fasih berbahasa Korea. Ia yang pertama kali menemukan mayat ini.”

“Lalu?”

“Rumahnya berjarak beberapa blok dari gereja ini. Ia datang ke sini karena ada seseorang yang membuat janji dengannya ingin melakukan pengampunan dosa dan begitu sampai di sini, Sang Bapak sudah menemukan pintu gerejanya terbuka lebar dan menyaksikan bagaimana aula ini sudah berubah menjadi kapal pecah. Dan tentu menemukan mayat di atas mimbar itu.” Himchan menunjuk ke arah mayat yang masih belum diangkut oleh tim forensik.

“Oh ya, aku menemukan sesuatu.” Junhong memberikan isyarat dengan tangannya agar Himchan mengikutinya menuju tempat mayat terbaring. “Coba kau lihat tangannya.”

Himchan merogoh sakunya dan menggapai sepasang sarung tangan plastik. Setiap polisi memang diharuskan membawa sepasang sarung tangan karet jika tengah melakukan penyelidikan di TKP.  Ia mendapati sebuah tato yang polanya belum pernah ia lihat sebelumnya di tangan korban. Kerutan di dahinya bertambah satu garis, ia mengira-ngira tato ini adalah lambang sebuah band rock dan korban ini adalah salah satu personel band itu.

“Ini yang kau temukan?” Himchan menoleh ke arah Junhong yang berdiri selangkah di belakangnya. Tangannya menunjuk tato itu.

Junhong menganggukkan kepala untuk menjawabnya.

“Ayolah Zelo! Kau tahu kan ini hanya sebuah tato? Kupikir lumrah bukan seorang murid High School memiliki tato seperti ini.”

“Namun apakah lumrah jika ada dua korban pembunuhan memiliki tato yang sama?”

Himchan terdiam sesaat seraya menatap Junhong dengan tatapan yang mengisyaratkan sebuah kebingungan. “Apa maksudmu?”

“Apa kau tidak menemukan tato itu pada mayat Bang Yongguk kemarin?”

Memutar otak dan mengingat-ingat mayat Bang Yongguk yang ia periksa kemarin, itulah yang dilakukan  Himchan sekarang. Tapi rasa-rasanya ia tak melihat tato berpola serupa seperti apa yang dimiliki Youngjae. “Sepertinya sih tidak..”

“Makanya, lain kali teliti kalau sedang memeriksa mayat. Hal sekecil apapun tak boleh lepas dari pandangan kita,” ujar Junhong. Nada suaranya menyimpan sedikit rasa kesal atas ketidaktelitian yang diakukan rekannya. Ia lalu menjelaskan kekhawatirannya mengenai tato itu dan hubungan kedua korban ini yang mungkin terlibat sebuah organisasi terlarang.

“Ok, aku mengerti kekhawatianmu. Dan ada juga sesuatu yang harus diperiksa,” kata Himchan seraya bangkit dari samping mayat.

“Apa itu?”

“Setahuku seluruh High School yang ada di Seoul itu baru pulang pukul 14.30.” Himchan lalu melirik arlojinya untuk melihat jam berapa sekarang. “Dan sekarang pun baru pukul 13.30 dan kupikir korban pastilah sudah meninggal satu atau dua jam sebelum ini. Aku tadi sudah menyuruh seorang polisi untuk menelepon sekolah korban untuk menanyakan apakah korban ini masuk hari ini.”

“Sudah ada jawaban dari sekolah?”

“Aku belum tahu. Belum ada kabar yang kuterima dari orang yang kutugasi menelepon sekolah korban. Tunggu saja dulu. Tapi aku punya firasat, kasus ini akan sesulit kasus Bang Yongguk.”

****

Di bawah sinar lampu kristal yang menerangi seantero ruangan luas bercat putih ini, Jessica terbaring tak berdaya di ubin putih yang ternoda merah karena darahnya. Tubuhnya dipenuhi luka goresan pedang dan darah merembes dari sana. Tarikan nafasnya terengah-engah, kelelahan mendera dan menyiksa tubuhnya. Jika ditanya apakah ia sanggup menggenggam pedang lagi hari ini, ia akan dengan tegas menjawab tidak. Tangannya terasa kaku dan sulit sekali digerakkan. Tak hanya tangannya, seluruh bagian tubuhnya begitu sulit untuk digerakkan, bahkan ia sudah tak sanggup lagi mendongakkan kepalanya.

“Berdiri lagi, Jessica!! Apakah hanya segini kemampuanmu? Kau bahkan belum sekalipun menggoreskan pedangmu ke tubuhku.” Beberapa langkah darinya, berdiri tegap seorang laki-laki memakai setelan seperti seorang pendeta namun seluruhnya berwarna putih. Tangannya juga menggenggam sebuah pedang, sebuah angellion.

“Aku tak sanggup lagi berdiri, Tuan Phanuel.” Jessica mencoba melawan seluruh rasa sakit yang hinggap di tubuhnya, memaksakan diri untuk berdiri dengan bertumpu pada pedangnya. Tatapannya mulai kabur, sosok malaikat bernama Phanuel yang menyelamatkannya tak lagi terlihat jelas. Alhasil, ia kembali terjatuh dan terbaring.

Malaikat bernama Phanuel menggelengkan kepalanya. “Hei Jae!!” Phanuel memanggil seorang laki-laki yang berdiri di samping pintu masuk besi ke ruangan ini dengan handle pintu yan bentuknya serupa dengan sebuah kemudi kapal. Laki-laki itu adala Raphael, salah satu dari tujuh malaikat agung pemimpin surga. “Bisakah dia kau sembuhkan lagi?” Kim Jaejoong alias Jae, nama pemberian Phanuel pada Rhapael selama ia berada di dunia manusia.

“Seribu kali pun aku bisa menyembuhkannya, Moon Jongup. Namun kelihatannya, anak buah kebanggaanmu ini begitu rapuh.” Jae mengatupkan tangannya. Seberkas cahaya putih muncul di hadapannya dan perlahan berubah menjadi sebuah pedang. Kemudia pedang itu melesat dan tertancap di punggung Jessica. Sekujur tubuhnya dalam sekejap sudah ditutupi cahaya.

Jessica tak begitu terkejut melihat seluruh luka yang tadi hinggap di tubuhnya hilang tak berbekas. Sejak diajak Phanuel alias Jongup ke ruang bawah tanah istana putihnya, sudah tiga kali ia disembuhkan dengan cara ini. Di samping salah satu jenderal perang surga, Rhapael juga dikenal sebagai malaikat dengan tekhnik penyembuhan nomor satu.

“Tenang saja, Jae. Ia memang nampak rapuh dan tak berguna sekarang. Tapi percayalah, aku akan menggemblengnya hingga menjadi tentara yang begitu kuat.” Jongup terseyum pada Jae dan kemudian melempar pandangan dan senyumannya pada Jessica yang sudah bisa berdiri tegak. “Bukan begitu, Jessica?”

Dengan wajahnya yang sudah terlihat segar, Jessica membalas senyuman Jongup dengan sebuah tatapan serius. “Sebelum kita lanjutkan lagi latihannya, aku ingin bertanya pada anda, Tuan Phanuel. Jika ternyata anda masih hidup, mengapa anda tak datang menyelamatkan surga ketika para iblis menyerangnya? Anda tahu, sekarang rumah suci kita sudah dikuasai para jahanam itu!!” Jessica memberikan penekanan di kalimat terakhirnya. Ia terbayang teriakan-teriakan para saudaranya yang tewas terbakar api neraka yang dibawa para jahanam itu. Dan salah satu dari tujuh malaikat pemimpin surga malah bersantai di istana yang ia tak tahu ada di belahan bumi bagian mana.

Senyuman di wajah Jongup menghilang. “Mikhael memerintahkanku untuk bertugas di bumi manusia ini dan tetap berada di sini apapun yang terjadi di atas sana. Jadi aku tetap berada di sini, di dimensi buatanku sendiri sesuai dengan apa yang diperintahkannya kepadaku.”

Badan Jessica bergetar, bukan karena merasa sakit melainkan karena amarah yang menyeruak dari hatinya. “Persetan dengan semua perintah itu! Apa anda tak menyayangi saudara-saudara anda di surga? Apa anda tak mencintai tanah suci tempat kita semua dilahirkan?” Ia berteriak pada Jongup.

“Tenanglah sedikit, Jessica. Mikhael punya alasan tersendiri kenapa menyuruhku tetap berada di sini dan membuatku seakan sudah meninggal.” Jongup berbicara dengan nada biasa namun aura yang dipancarkannya begitu kuat sampai-sampai menggidikkan bulu roman Jessica. “Aku adalah pemimpin ordo kekuatan. Sebagai salah satu anggota terbaik yang pernah kumiliki, tentunya kau pasti tahu kan apa tugas kita sebagai malaikat yang tergabung dalam kekuatan?”

Jessica hanya diam. Ia tahu jawaban dari pertanyaan Jongup namun sepertinya pemimpinnya itu bertanya bukan untuk mengharapkan sebuah jawaban darinya.

“Ordo kekuatan adalah memerangi pengaruh buruk yang bertentangan dengan kekuasaan-Nya. Di sini, di dunia para kaum adam ini, keadaannya sudah begitu kacau. Sekelompok orang melupakan Pencipta mereka dan beralih memuja para iblis neraka itu, memuja Lucifer. Mikhael memerintahkanku untuk membimbing mereka kembali ke jalan yang benar dan menyuruhku menjaga dunia manusia dari kemurtadan, namun semua itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Semua itu harus melalui jalan pertarungan dan para pemuja iblis itu begitu kuat, melebihi Lucifer sendiri. Kau bayangkan, makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna, manusia bergabung dengan makhluk-Nya yang paling jahat dan bengis yaitu iblis.”

“Lalu mengapa Tuan Mikhael memberitahukan pada kami semua di surga bahwa kau telah mati?”

“Aku bertarung dengan pemimpin mereka dan aku kalah telak. Semua in terjadi jauh sebelum Lucifer menyerbu tempat tinggal kita dan aku tak bisa menghubungi Mikhael di sana. Bagaimana dengannya? Apakah ia ikut ditawan juga oleh para iblis itu?”

Jessica menggelengkan kepalanya. “Aku tak tahu mengenai Tuan Mikhael. Tapi aku percaya Sang panglima besar surga tak akan tertangkap oleh para bedebah itu.”

“Ok. Lupakanlah soal Mikhael. Misi kita sebagai kekuatan adalah merebut kembali Surga dari tangan para iblis dan juga menyelematkan dunia manusia. Dan pertama kali yang harus kita lakukan adalah menyelamatkan putra Mikhael.”

“Apakah anda sudah tahu siapa putra Mikhael itu, Tuan?” tanya Jessica. Ia ragu bahwa Jongup sudah mengetahui siapa putra Mikhael itu sebab ia merasa bahwa dirinyalah yang pertama kali menemukannya.

Gelak tawa menggema di dalam ruangan ini. “Kau jangan meremehkanku, Jessica!” ujar Jongup seraya terus tertawa. “Aku sudah tahu siapa anak itu sejak ia masih ada dalam kandungan ibunya.” Mendengar itu, Jessica langsung menundukkan kepalanya. Perkiraannya salah. Tentu saja, Jongup pasti sudah mengetahuinya sebab dia adalah pemimpin kekuatan dan berhubungan langsung dengan Mikhael.

“Tapi Jessica, lawan kita kali ini tidak hanya para iblis saja. Gabriel sudah mengkhianati Surga dan ada di pihak mereka sekarang. Dan tentu saja, dari informasi yang kudapat masih ada satu lagi dari tujuh malaikat agung yang mengikuti jejak Gabriel.  Nah, kemarin saja kau tak mampu bukan melawan Gabriel.”

Jessica menggigit bibirnya. Ia merasa kesal dan murka pada dirinya sendiri, mengingat peristiwa yang lalu di mana ia dipermainkan bak orang tolol oleh Gabriel. Ia bahkan belum sempat menggoreskan pedangnya ke permukaan kulit Gabriel. Bagaimana bisa ia menyelamatkan surga dan dunia ini sementara dirinya begitu lemah?

“Tenang saja, Jessica. Aku akan melatihmu agar kau menjadi lebih kuat. Jujur saja, kau nampak begitu rapuh sekarang. Aku tak yakin kau masih bisa membekukan air dengan kekuatan esmu lagi.” Jongup sengaja melakukan ini, mengejek Jessica untuk memancing emosinya agar Jessica bisa menyerangnya dengan serius.

Dan apa yang dilakukan Jongup pun berhasil. Hawa dingin langsung menyeruak di seantero ruangan ini. Jae yang ada berdiri di samping pintu ruangan ini juga merasakan hawa dingin yang datang tiba-tiba ini. Ia hanya tersenyum simpul seraya melipat kedua tangannya. Sesaat lagi, ia akan mendapatkan sebuah tontonan yang menarik.

“Tuan Phanuel, jangan anda pikir kekuatan es milikku sudah melemah. Apa anda sudah lupa akan dinginnya esku dan ingin merasakannya?” Aura menyeramkan terpancar dari sekujur tubuh Jessica. Alih-alih tergelak ataupun terkejut merasakan tekanan aura yang begitu besar, Jongup malah tersenyum puas layaknya anak kecil yang mendapat mainan baru.

“Ini yang aku tunggu, Jessica. Ayo! Seranglah aku dengan kekuatanmu! Kau akan babak belur lagi jika kau tak menyerangku dengan serius!” Jongup mengangkat pedangnya, memasang kuda-kuda untuk bersiap menghadapi serangan Jessica.

Jessica melesat diikuti aura dingin yang masih menyelimuti tubuhnya. Badannya sudah terlapisi baju zirah putih bersih dengan pedang angellion di tangannya. Dari punggungnya, sayap besar mengembang. Kali ini, ia bertekad tak kalah lagi atau setidaknya membuah sebuah luka di tubuh Jongup.

Namun, Jongup tetaplah seorang Phanuel, pemimpin ordo kekuatan dan juga salah satu dari tujuh malaikat agung. Seluruh serangannya, seluruh ayunan pedangnya begitu mudah terbaca. Jongup sanggup menghindari seluruh serangan pedang Jessica dan yang membuat Jessica terpana adalah Jongup melakukannya dengan mata tertutup. Ia tampak seperti sedang menari kala melenggokkan badannya untuk menghindari serangan Jessica.

Satu kesepatan setelah terus dihujani ayunan pedang oleh Jessica, Jongup mendapatkan satu celah untuk melancarkan serangan balik. Kala sebuah sabetan pedan Jessica mengincar lehernya, Jongup dengan cepat menarik mundur kepalanya hingga pedang Jessica mengayun beberapa senti dari lehernya. Jongup mengayunkan pedangnya, mengarah ke perut Jessica yang tanpa pertahanan. 99% pasti kena.

Apadaya, tubuh Jessica yang ia serang hanyalah sebuah patung yang terbuat dari es. Alhasil, pedangnya pun tersangkut di patung itu.

“Anda masuk dalam perangkapku, Tuan Phanuel.” Jongup memperhatikan tempat ia berpijak. Ia berdiri dalam sebuah lingkaran yang dibuat Jessica dengan goresan pedangnya. “Nikmatilah terkurung dalam esku.” Dari lingkaran itu, perlahan terbentuk sebuah kurungan es berbentuk kerucut. Sebelum kurungan es itu benar-benar menutupinya,  Jongup mendelik ke arah Jessica dan tersenyum.

Setelah memforsir tubuhnya untuk melakukan gerakan yang begitu cepat, Jessica mencoba mengatur nafasnya. Titik-titik peluh mulai membanjiri tubuhnya. Tapi tampaknya, belum saatnya untuk bersantai.

“Harusnya kau berikan yang seperti ini sedari awal tadi, Jessica. Jadi aku tak bosan melawanmu.” Jessica memandang ke puncak kurungan esnya, Jongup berdiri di atas sana dan bertumpu dengan satu kakinya.

“Kau sudah dalam wujud siap tempur seperti itu berarti kau sudah muai serius bukan? Kalau begitu, aku juga harus serius.” Jongup kembali mengeluarkan tekanan aura yang serasa ingin mencekik Jessica. Ia langsung mundur ke belakang, menghindari serangan tiba-tiba dari Jongup.

Betapa terkejutnya ia kala kembali menoleh ke puncak kurungan esnya, sosok Jongup sudah tak terlihat lagi di sana. Ia menoleh ke segala arah tapi tak ada sosok Jongup.

“Kau mencariku, Jessica?” Secara refleks, ia langsung menoleh ke belakang. Jongup sudah siap mengayunkan pedang ke arahnya. Jessica langsung mengangkat pedangnya dan menangkis pedang Jongup.

TRAANG! Kedua pedang mereka beradu.

“Aku puji refleksmu, Jessica. Tapi maaf, untuk soal kecepatan, kau harus menunggu seribu tahun untuk bisa mengalahkanku.” Sosok Jongup menghilang dari hadapan Jessica dalam satu kedipan mata. Sekarang ia sudah berdiri di sisi yang berlawanan dengan Jessica dan membelai ujung rambut panjangnya yang terurai. “Kena kau, Jessica!”

Ujung pedang Jongup hanya beberapa senti jaraknya dari urat leher Jessica. Namun Jongup menghentikan gerakan pedangnya sebelum mencapai leher anak buahnya. Ia sontak tertawa melihat ekspesi wajah Jessica yang nampak pucat pasi, memperhatikan pedang yang terhunus di lehernya.

“Kau tak perlu terkejut seperti itu dong, Jessica!” Jongup menarik pedangnya. “Ini kan hanya latihan saja jadi tak mungkin jika aku sampai membunuhmu!” tawa terus terpancar dari mulut Jongup.

Tak lama, tawa itu hilang dan Jongup kembali serius. “Yang barusan tadi sudah jauh lebih baik. Tapi itu masih kurang jika nanti kau berhadapan dengan Lucifer dan juga bala tentaranya. Terlebih ada Gabriel yang membelot ke pihak mereka. Tugas kita semua akan semakin berat.”

“Tapi Tuan, sebetulnya seberapa kuat Lucifer itu? Yang kutahu hanya kisahnya yang menantang Tuhan sewaktu awal penciptaan. Apakah ia begitu kuat sehingga begitu percaya diri higga berani menantang Tuhan?”

Jongup tersenyum seraya menatap Jessica. Sebuah reaksi yang sama sekali tak terpikir oleh Jessica. “Yah, aku tak tahu apa yang dipikirkan si bengal itu kala berani menyatakan perang kala itu. Hanya Mikhael saja yang pada waktu itu bisa menyamainya. Daripada memikirkan tentang saudaraku itu, lebih baik kau memikirkan para lima jahanam pemimpin neraka yang pastinya akan kita hadapi nanti.”

“Apa mereka kuat?”

“Tentu saja.” Jongup menganggukkan kepalanya. Pandangannya masih tak lepas dari Jessica. “Sama seperti di surga, neraka juga memiliki lima iblis yang dianggap pemimpin di sana dan Azazel yang kau hadapi kemarin adalah salah satunya. Dia jahanam kelas kakap dan kekuatannya hampir setara dengan Lucifer.”

“Dan sekarang dia sudah berubah menjadi remaja yang tampan.” Jessica mengingat-ingat bagaimana sosok tampan Azazel dengan namanya yang baru, Taemin. Ah, ingin sekali dia menghabisi bedebah itu dan membalas apa yang dilakukannya pada surga yang suci.

“Kalau begitu, bisa kita lanjutkan lagi latihannya, Tuan Phanuel? Aku ingin segera bertambah kuat dan menusukkan pedang ini ke bokong para haram jadah itu.” Jessica sudah memasang kuda-kuda dan menyiapkan pedangnya. Sorot matanya memancarkan keseriusan dan kemarahan.

“Aku suka semangatmu dan percayalah, kau akan menjadi anak buahku yang paling kuat setelah menempuh latihan ini.”

*******

Jeritan-jeritan pilu tanpa henti menggelitik telinga Taemin. Ia bisa membayangkan wajah para manusia yang sedang menghadapi siksaan tepat di bawah pijakan kakinya ini. Badan mereka yang dulu begitu sempurna dan gagah dengan berbagai jenis organ yang terlindung tulang dan tertilap kulit, mungkin sekarang wujudnya tak lebih dari sekedar onggokan sampah yang dibakar. Semua ini adalah balasan dari segala dosa dan nista yang mereka torehkan selama menghirup udara sedar dunia kehidupan.

“Bagaimana menurutmu, Key? Indah bukan semua pemandangan ini?” Taemin bertanya pada Key yang berada di sampingnya. Mereka berdua berdiri di ujung sebuah bukit. Di bawah mereka, terhampar pemandangan yang begitu memilukan. Dari sanalah jeritan-jeritan pilu yang menggelitik telinga mereka berasal di mana para manusia yang tercoreng dosa menikmati siksaan berbagai rupa. Ada yang dipaksa berendam di sebuah danau raksasa yang isinya genangan lava panas, ada kelompok yang tersalib di sebuah tiang lalu tubuh mereka ditusuk terus-menerus dengan sebuah tombak besi yang membara, dan ada juga yang diikat di dalam sebuah guilottine lalu dipenggal kepalanya.

Key tak sanggup memandangi semua ini. Secara kodrati, dirinya masih merupakan malaikat dan malaikat adalah sahabat manusia. Melihat manusia-manusia tersiksa terus menerus di bawah sana, seluruh tubuhnya seakan dapat merasakan rasa sakit yang dirasa oleh mereka semua.

“Sudah, lebih baik kita segera pergi ke tempat Lucifer. Aku bersumpah aku akan memenggal kepalamu jika kau terus membuatku melihat ini semua.” Nada suara Key menyuakan rasa marah. Ia membalikkan badannya, sudah enggan menyaksikan pemandangan yang menyiksanya.

Taemin hanya tersenyum melihat lenggok tingkah Key. “Ok, ok. Aku akan segera membawa kita pergi ke istana Yang Mulia. Tapi pesanku untukmu, biasakanlah untuk menyaksikan panaroma yang indah seperti ini sebab untuk selanjutnya, kau akan sering bertandang kemari.” Setelah menyelesaikan kalimatnya, Taemin menjetikkan jarinya. Tak lama, seekor burung gagak raksasa terbang mendekati mereka berdua. Key memandangi burung raksaa itu, matanya sepasang lebih banyak dari mata burung gagak biasa dan memancarkan rona merah seperti darah. Beginilah neraka, semuanya nampak menyeramkan.

“Kita akan menaiki untuk sampai ke istana Yang Mulia. Tidak usah takut, ia sudah jinak.” Taemin yang melompat pertama ke punggung burung yang ukurannya setara dengan tempat tidur ukuran king. Key menyusul melompat di tempat kedua.

Sepanjang perjalanan, jeritan-jeritan penuh derita tak henti-hentinya menggelitik telinga Key. Ia memejamkan kedua kelopak matanya selama ia berdiri di punggung burung ini, mencoba mengusir suara-suara itu dari pikirannya.

“Hei, kau itu mabuk udara ya?” tanya Taemin yang sedari tadi terus memperhatikan Key.

“Aku tidak tahan menyaksikan penyiksaan terhadap para manusia yang ada di bawah sini. Suruh burung besarmu ini terbang lebih cepat.”

“Baiklah. Sabarlah! Sedikit lagi kita sampai.”

Burung itu berhenti mengudara dan mendarat di sebuah bukit. Kedua penumpangnya melompat turun dan burung itu langsung terbang meninggalkan mereka.

“Yak, inilah istana Yang Mulia! Istana Merah!”

Seperti namanya, kastil yang berdiri di hadapan Key ini seluruh ornamennya berwarna merah darah. Untuk mencapai kastil itu, harus melewati sebuah jembatan gantung yang dibawahnya mengalir sungai berisikan lava panas yang siap membakar apapun yang tercelup ke dalamnya.

“Ayo jalan! Jangan diam saja! Tadi kau sendiri yang ingin cepat sampai ke sini.” Taemin melangkah mendahului Key yang masih memperhatkan keadaan neraka yang sudah lama tidak ia pijak.

Dua orang penjaga yang bercokol di permulaan jembatan gantung membungkuk, memberikan hormat pada Taemin. Mereka nampak seperti manusia setengah serigala. Kepala mereka berupa kepala serigala dengan bulu hitam kecoklatan tapi badan mereka yang tertutup baju zirah serupa manusia biasa. Tangan kiri mereka menggenggam tameng sedangkan tangan kanan memegang pedang.

Kala Key yang menghampiri mereka, bukan hormat yang mereka berikan namun sebuah ekspresi muka yang penuh kemurkaan. Jika ia tidak sedang terlibat dalam suatu koalisi dengan para iblis ini, rasanya ingin sekali ia memenggal kepala kedua. Tanpa memperdulikan dua penjaga itu, Key mempercepat langkah untuk menyusul Taemin yang sudah hampir berada di akhir jembatan ini.

Di tengah jembatan, Key menghentikan langkahnya. Ia merasakan sesuatu sedang bergerak ke arahnya dan dari aura yang ia rasa, sesuatu ini pastilah tidak bersahabat. Untuk berjaga-jaga, Key memunculkan pedang angellion-nya.

Refleks, ia mengayunkan pedangnya ke belakang. Pedangnya tertahan oleh sebuah lengan dengan otot-otot yang begitu alot bak baja.

“Hahahaha, ada Gabriel si pengkhianat surga rupanya. Bagaimana jika kita bertarung di sini? Aku ingin melihat bagaimana kekuatan dari salah satu tujuh malaikat agung!” sosok yang menyerang Key tersenyum puas seakan mengajaknya bertarung adalah sesuatu yang ia idam-idamkan selama ini.

“Siapa kau?” Key menarik pedangnya dan mundur beberapa langkah. Matanya bertemu pandang dengan bola mata merah milik sosok itu. Ia tak tahu siapa ini tapi yang jelas dia itu adalah seorang iblis. Perawakannya persis seperti manusia normal dan tak ada seuatu yang aneh layaknya bermata empat atau berkepala serigala seperti dua penjaga jembatan tadi.

“Aku adalah iblis yang akan menjadi rekanmu dalam misi menguasai dunia ini. Maka dari itu, aku ingin mengetes seberapa kuat kau  sebelum perang ini dimulai.” Senyum penuh kepuasan masih terpampang di wajahnya. Desir angin neraka yang panas membuat jubah hitam yang merupakan satu-satunya penilap tubuh berisi otot-otot bak balok besi itu melambai-lambai.

Pembawaan Key tetap tenang. Mata birunya mengawasi tiap gerak-gerik iblis ini. Lawannya tak mengeluarkan senjata apapun. Sepertinya ia terbiasa bertarung dengan tangan kosong. Terlebih iblis ini menahan ayunan pedangnya dengan tangan kosong di awal tadi.

“Kau tak mengeuarkan hellion-mu?” tanya Key, memastikan perkiraannya.

Seringai iblis itu bertambah lebar. “Tak perlu. Ayo segera kita mulai!!” ujar iblis itu, separuh memekik. Ia bergerak maju menyerang Key. Dengan cepat, Key menuliskan unsur api di pedangnya dengan darahnya agar ia bisa mengendalikan api. Di neraka yang panas ini, Key tak punya opsi lain untuk menggunakan unsur lain selain api.

Tinju dari iblis itu dengan tangan berototnya mengarah ke pelipis kiri Key. Key mengambil langkah ke kanan guna menghindari tinju ini. Ia dengan cepat berpindah ke sisi belakang si iblis dan menghunuskan ujung pedangnya ke leher si iblis.

“Jadilah abu setelah dibakar api surga.” Pedang Key terbalut bara api yang perlahan merambat ke badan iblis itu. Ia mundur beberapa langkah ke belakang setelah memastikan hampir seluruh tubuh lawannya tertutup api. Tinggal menunggu saja hingga api surgawi mengubahnya menjadi abu.

Alih-alih menjerit kesakitan atau meronta-meronta, iblis itu malah mengumbar gelak tawa. Ia menyeringai di tengah bara api surgawi yang menyelimuti badannya. “Kau mau bercanda ya, membakarku, Asmodeous si raja api dengan api surgawi ini?” Iblis itu membuka mulutnya lebar-lebar dan menghisap seluruh api yang melmuti tubunya seperti alat pengisap debu yang menghisap debu yang berterbangan. “Akan kutunjukkan bagaimana api yang sebenarnya!!” Iblis itu kembali membuka mulutnya dan menyemburkan bola api berdiameter 45 cm, melesat tepat ke arah Key.

Tak ada opsi lain, Key melapisi pedangnya dengan api surgawi. Ia akan menahan bola api ini dengan pedangnya. Wajahnya masih datar, tak menunjukkan ekspresi takut sedikitpun menghadapi serangan ini. Tiba-tiba matanya menangkap sosok Taemin bercokol di hadapannya. Bola api yang menerjang dirinya dilenyapkan Taemin dalan satu ayunan tangan.

“Main-mainnya cukup sampai di sini, Jonghyun.” Wajah Taemin menyemitkan sebuah senyuman. Matanya memandang lurus ke badan kekar pria itu. Jonghyun alias Asmodeus, salah satu dari lima iblis yang menguasai neraka selama Bintang Fajar masih berada dalam segel Mikhael. Perangainya memang begini, haus akan sebuah pertarungan dan jelas ia tak suka jika ada yang mengintervensi pertarungannya, siapapun dia.

“Enyahlah dari sana, Taemin!!” Jonghyun memekik. Nada kesal kentara sekali dalam kalimatnya. “Aku harap kau tidak menggangguku yang sedang bersenang-senang!”

“Ayolah, Jonghyun. Ini belum saatnya kau untuk bersenang-senang. Bersabarlah. Lagipula Key ini kan sudah banyak membantu kita melepaskan Yang Mulia dari segelnya. Seharusnya kau lebih menghargainya.”

” Persetan dengan semua itu!!” Jonghyun mengeluarkan aura membunuh yang begitu kuat. Dua penjaga jembatan gantung ini langsung tumbang. Leher mereka serasa tercekik oleh aura Jonghyun yang begitu kuat. Namun, Taemin dan Key yang juga merasakannya tak bergeming. Bagi mereka, aura itu hanya seperti angin lalu saja.

“Atau kau mau bertarung denganku, Taemin? Akan kubungkam mulutmu yang banyak omong itu.” Jonghyun mengepalkan tangannya dan kobaran api mulai melapisi tubuhnya.

“Maaf saja. Tapi aku ke sini bukan untuk bertarung. Aku harus bertemu dengan Yang Mulia untuk menyampaikan sebuah laporan tentang rencana besar Yang Mulia. Aku tak mau buang-buang waktu dan tenaga dengan meladenimu.”

“Bedebah kau, Taemin!!” Jonghyun hendak maju menyerang Taemin. Namun sebuah suara tepukan tangan dari akhir jembatan  menghentikannya. Dari aura yang mereka rasakan, semuanya tahu siapa yang mendatangi mereka. Jonghyun yang membelekangi sosok yang datang itu langsung membalikkan badan dan berlutut, memberikan hormat. Hal yang sama juga dilakukan Taemin, kecuali Key sebab ia berpendapat bahwa sosok ini masih sepantaran dengannya.

“Aku harap kau bisa mengendalikan emosimu, Asmodeus. Aku tak mau rencanaku berantakan karena emosimu yang tak bisa diatur. Apa kau mengerti?” tanya sosok itu dengan nada yang lembut namun Jonghyun mampu merasakan aura yang seakan ingin mencincang tubuhnya.

“Sa…saya mengerti, Yang Mulia.” Sekujur tubuh Jonghyun dipenuhi titik-titik peluh. Aura yang dipancarkan sosok itu begitu menyiksanya.

Lelaki yang bertubuh tinggi tegap dan mungkin paling tinggi diantara semua yang ada di jembatan gantung ini berjalan memasuki jembatan. Jubah hitam yang dikenakannya menyapu permukaan kayu jembatan. Di balik jubah itu, ia mengenakan baju putih bak seragam khas pendeta seperti yang dikenakan Key.

“Senang berjumpa lagi denganmu, Azazel. Oh ya, kudengar kau punya nama baru selama di dunia manusia. Siapa namamu sekarang?” Mata merah lelaki itu melirik Taemin. Berbeda dengan mata merah milik Jonghyun yang memancarkan sensasi mengerikan, tatapan lelaki ini terkesan begitu ramah.

“Nama hamba Taemin, Yang Mulia. Hamba minta maaf karena membuat Yang Mulia terlalu lama menunggu hingga keluar dari ruang singgana.”

Lelaki itu tersenyum ramah. “Tak apa, Taemin. Aku sudah lama tak keluar juga dari ruangan itu. Sesekali aku juga ingin melihat dunia luar.” Mata lelaki itu akhrinya sampai di sosok Key yang sedari tadi memperhatikannya. “Apa kabar saudaraku? Apa kau menikmati berkerja sama dengan para anak buahku ini?”

“Tentu saja, Lucifer. Anak buahmu tangguh dan bisa diandalkan. Senang rasanya menjadi penguasa yang memiliki anak buah yang tangguh dan loyal kepadamu,” ujarnya.

“Sabarlah, saudaraku. Jika rencana ini berhasil, kau akan kujadikan raja di Surga dan semuanya akan tunduk padamu. Percayalah, Mikhael akan kita kalahkan.” Matanya beralih lagi pada Taemin. “Laporan apa yang kau bawa padaku, Taemin?”

“Para anak-anak Surga yang ada di dunia manusia tinggal tersisa tiga orang. Beri hamba waktu sedikit lagi, maka akan hamba bereskan semuanya.”

“Tak masalah. Santai saja, kita masih punya banyak waktu. Kita ada di situasi yang menguntungkan.” Tak ada kemarahan dari Lucifer seperti yang ditakutkan Taemin. Hatinya sedikit lega.

“Dari tiga orang itu, di sana ada putra Mikhael bukan?” tanya Lucifer lagi dengan nada antusias. Inilah yang terpenting baginya, putra dari saudara yang dulu mengalahkannya dan membuatnya terdampar di Neraka jahanam in.

“Iya, Yang Mulia. Putra Mikhael baru kami temukan. Kami akan segera melenyapkannya.”

Lucifer kali ini tersenyum dingin pada Taemin. Jika tadi senyumnya menampakkan kesan ramah, kali ini senyum dinginnya menampakkan sebuah amarah. “Maaf Taemin, seingatku aku belum memberimu perintah untuk membunuh anak saudaraku itu. Aku ingatkan padamu untuk tidak melakukan sesuatu sebelum aku perintahkan. Anak Mikhael berarti anakku juga, jadi biar aku yang mengurusnya. Kalau bisa, aku akan memintanya bergabung bersama armada kita. Jadi, sebaiknya kau bawa dia hidup-hidup ke istana ini. Kau boleh melukainya tapi jangan sampai tewas. Lupakan Nephilim yang lain dan prioritaskan menangkap anak Mikhael itu. Apa kau mengerti, Taemin?”

Langsung saja, Taemin menjawab dengan tegas. “Mengerti. Hamba mengerti perintah anda, Yang Mulia.”

“Baguslah kalau begitu.” Senyum ramah kembali tersemat di wajah Lucifer. Ia membalikkan badan dan melangkah meninggalkan ketiga orang di jembatan itu. Kepalanya mulai membayangkan bagaimana rupa anak Mikhael itu. Pastilah tampan seperti ayahnya dan ia ingin segera bertemu dengannya.

TBC

Akhirnya, RDR punya poster baru yang jauh lebih bagus dari poster buatan saya sendiri. Terima kasih banyak untuk Hanseora yang sudah menyempatkan waktu untuk membuatkan poster luar biasa ini untuk saya.

Saya ingin mengucapkan Selamat hari kemerdekaan untuk Tanah Air kita tercinta, Indonesia. Semoga lebih maju lagi dari sekarang.

Gimana Chapter ini? Membosankan kah? Di bagian akhir cerita saya sempat memakai latar di Neraka. Karena saya juga belum pernah ke sana dan hanya berbekal dari apa yang saya baca di buku, deskripsinya pun seadanya. Semoga bisa dimengerti.

Silahkan Tanya di kotak komentar jika ada yang tak dimengerti. Ditunggu komentar anda!

11 tanggapan untuk “Run Devil Run (Chapter 4)”

  1. Waaah tmbah seru ceritanya *o*
    Nasib Zelo terancam -..-
    Kejammm skali sih Lucifer tuh >..< Sya yakin yang baik sllu menang ('_'9)
    Penasaran thor kapan sih Zelo sdar bahwa ia benar" anak malaikat ?
    Lanjut ya thor !!! Jgn lama". Fighting !!! ^^b

    Suka

  2. Ooh.. Itu poster buatan kak Sari toh.. Himchannya.. Hampir ga keliatan.. Tersembunyi banget posisinya.. Terus itu yang di pojokan poster siapa? Krystal?

    Tulisan kakak kelewat apik buat dikritik.. Tapi menurutku isinya pendek banget ya? Dan agak nggak nyambung sama part 3-nya.. Ato aku-nya yang ga nyambung ya?

    Dan, ahaha! Kakak biasanya tukang(?) koreksi EYD dan typo-typo, tapi tampaknya kakak lupa di ff sendiri.. Seperti kata-kata di summary : Jessica sedang dilatih malaikat pemimpin ordo kekuatan, Moon Jongup untuk mempersiapkan diri menghadapi perang yang sudah di depan mata.
    Seharusnya untuk keterangan tambahan itu diapit oleh koma. Jadi, setelah kata Jongup harusnya ada komanya. Tapi, ya, itu typo super halus, jadi kurasa gapapa lah ya~ Tapi dalam pembacaanku terasa sedikit aneh.
    Oh ya, untuk penulisan “ok”, aku agak kurang sreg. Aku lebih milih nulis “oke” dibanding “ok”. Lagipula ini didominasi bahasa Indonesia kan? /oke, ini koreksi yang keterlaluan

    Pas Key bilang ke Asmodeus, “enyahlah kau dengan api surgawi”. Jadi, di surga itu ada apinya ya? Dan api dari surga sama api di neraka itu beda? Terus, penguasa api kan Jonghyun, bukannya untuk bisa menyalurkan api ke pedang Key itu harus pake persetujuan Asmodeus?
    Ahaha.. Nama Asmodeus lebih keren dibanding nama Jonghyun itu sendiri.. *apahubungannya?

    Mm, jadi yang ikut pihak Lucifer itu cuma Key? /aku lupa nama malaikatnya Key/ Jadi, dari 7 petinggi malaikat itu cuma 2 yang membelot? bakal jadi 2 lawan 5 dong? Emang gak minder gituh?

    Jaejoong, jaejoong, jaejoong.. Kenapa kamu selalu punya peran sebagai tabib sih? Apa kamu emang bisa nyembuhin para temen-temenmu itu, Jaejoong oppa?

    Last, ditunggu part 5-nya.. Habis movie festival? berarti 10 September dong? Akan kunanti, kaak!!
    nb : ini kenapa komenku panjang amat? maaf, nyampah..

    Suka

    1. Iya saya akui, saya sering mengoreksi FF orang lain tapi di cerita milik sendiri saya sering melakukan kesalahan. Maaf atas ketidaknyamanannya 😀

      Oh ya, emangnya FF kamu pernah saya review ya? Saya nggak inget loh.

      DI surga itu ada api, di neraka juga ada api. Asmodeus/Jonghyun itu adalah penguasa api neraka sedangkan Key sudah tahu kan kekuatannya apa?

      Kan nggak cuma dua lawan lima, masih ada kan anak buah Lucifer yang lain. Masih ada Taemin, Jonghyun dan anak-aak Lucifer yang lain. Jae saya jadiin tabib karena memang wajahnya itu menurut saya pas jadi tabib. Hehehehe

      Nggak 10 september juga! Mungkin seminggu setelahnya. Sabar yaaa. Nggak apa-apa kok komentar panjang, saya malah seneng dapat komentar yang jelas mana salahnya dan di mana bagusnya cerita saya:-D

      Suka

Leave Your Review Here!