Run Devil Run (Chapter 2)

Run devil Run2

 

Title: Run Devil Run

Author: Andri Valerian

Main Cast:

  • Choi Junhong (B.A.P)
  • Kim Him Chan (B.A.P)
  • Jessica Jung (SNSD)

Sub Cast:

  • Lee Dong Hae (Super Junior)
  • Kwon Yuri (SNSD)

Genre: Fantasy, Adventure

Length: Chaptered

Happy reading all~

******

“A MYSTERY AND A ICE WOMAN”

Himchan dan Junhong meninggalkan TKP dan pergi mencari kedai kopi yang sudah buka di pagi buta seperti ini. Setelah Junhong mengeluhkan sakit kepala yang tak tertahankan, Himchan menyerahkan sisa proses olah TKP ke opsir polisi lain. Ia tak mau ambil resiko dengan memaksakan Junhong melanjutkan penyelidikan. Ia belum pernah melihat rona wajah Junhong yang sepucat sekarang ini, sakit kepalanya pasti begitu menyiksanya.

Memutari seisi komplek pertokoan di Namsal Street ini, mereka berdua belum menemukan apa yang mereka cari. Beberapa kedai kopi yang mereka temui tak ada satupun yang membukakan pintu untuk mereka alias masih tutup. Bisa dimaklumi, ini baru pukul setengah tujuh pagi. Himchan terpaksa mengambil mobilnya dan mencari di luar kawasan pertokoan ini.

“Ok. Itu dia!” Himchan langsung menghentikan mobilnya ketika menemukan sebuah kedai kopi yang sudah buka. Mereka berdua harus kembali ke jalan utama Seoul untuk menemukan kedai kopi itu.

“Kau masuk saja duluan. Aku akan pergi dulu ke apotik di dekat sini dan membeli Tylenol untuk kau minum,” ujar Himchan, ketika mereka berdua sama-sama turun dari mobil. “Pesankan untukku apa saja yang tersedia. Yang penting bisa mengisi perut ini. Minumannya juga terserah padamu, asal jangan saja cairan hitam dengan caffein kesukaanmu itu.”

Junhong hanya tersenyum menanggapi perkataan Himchan yang berlalu meninggalkannya. Senyum yang sebetulnya dipaksakan untuk keluar. Interior kedai kopi ini tak terlalu mewah tapi terlihat nyaman. Lantainya terbuat dari kayu cokelat yang telah dipernis. Yang membuat Junhong tertarik adalah hiasan-hiasan berupa kepala binatang yang diawetkan, sesuai dengan nama kedai kopi ini, “The Livestock”

Seorang wanita muda yang tadinya sedang membersihkan debu di meja tamu, datang menghampiri Junhong dan menawarkannya duduk di meja yang sudah ia bersihkan. Wanita itu lalu membawakan buku menu dari meja bar. Junhong memutuskan memesan dua porsi Tuna Sandwich untuknya dan Himchan. Untuk minumannya sudah pasti ia memesan secangkir kopi hitam dengan sedikit gula dan es teh manis untuk Himchan.

Junhong memperhatikan seorang laki-laki sedang memasukkan beberapa buah croissant ke dalam etalase kaca yang ada di meja bar. Jika ia tahu di kedai kopi ini tersedia roti manis itu, lebih baik ia memesan itu saja. Ia teringat sebuah nasihat dari ibu angkatnya, jika sedang pusing lebih baik konsumsilah makanan dan minuman yang manis-manis karena mungkin otak kita kekurangan zat gula. Junhong tak bisa membayangkan jika nasihat itu diterapkan pada penderita diabetes.

Secangkir kopi yang ia pesan datang terlebih dulu. Ia menyesap perlahan kopi yang masih berhawa panas itu. Pening di kepalanya masih begitu terasa dan itu membuatnya merasa tak nyaman. Ia berharap Tylenol yang nanti diberikan Himchan bisa membantu meringankan sakit kepalanya. Sembari menunggu, Junhong menyenderkan badannya ke kursi dan memejamkan mata.

Pagi ini bisa dibilang pagi teraneh dalam dua puluh dua tahun hidupnya. Penghlihatan dalam tidurnya tentang surga semakin hari terasa semakin nyata. Hari ini seorang pemuda bersayap nengatakan padanya bahwa ia adalah harapan untuk menyelamatkan surga dan dunia dari kehancuran yang ditimbulkan Bintang Fajar. Dilanjutkan dengan sebuah kasus pembunuhan dimana korbannya memiliki tato yang serupa dengan dirinya, tato pedang bersayap di tengkuknya. Apakah ini sebuah kebetulan?

Dan yang paling aneh adalah kemampuan aneh yang tiba-tiba muncul. Ia bisa membaca pikiran orang-orang yang ada di sekitarnya. Kemampuan ini tiba-tiba saja muncul saat ia mencoba mengambil keterangan dari tuna wisma di komplek pertokoan tadi. Ia mengira tuna wisma itu mempunyai kemampuan telepati atau semacamnya yang bisa membisikkan sesuatu ke pikirannya. Tapi ketika ia bisa mengetahui apa yang dipikirkan oleh orang-orang di sekitarnya, ia sadar bahwa dirinyalah yang memiliki kemampuan aneh. Dan setelah kemampuan itu muncul, sakit kepala yang begitu hebat ini datang.

Apa sebenarnya yang terjadi pada dirinya? Mengapa deretan keanehan ini datang bersamaan menyerang dan meracuni pikirannya? Hal yang dialaminya ini sulit sekali dicerna oleh akal sehatnya alias tak logis. Ini lebih sulit diterima daripada kasus-kasus sulit yang pernah ia tangani.

Junhong membuka matanya ketika ia menangkap suara pintu kedai kopi ini terbuka. Himchan sudah datang dengan plastik putih di tangan kanannya. Plastik putih itu ia lempar ke hadapan Junhong, berisi satu strip Tylenol.

“Minumlah!”ujar Himchan sambil duduk di depan Junhong. “Kau tak perlu makan dulu sebelum minum obat itu.”

Setelah berucap terima kasih, Junhong menggapai cangkir kopinya dan menegak satu butir Tylenol. Himchan hanya tersenyum heran sembari menggelengkan kepalanya melihat Junhong yang meminum obat dengan kopi hitamnya. Ia memang sering melihat Junhong meminum kopi hitam, tapi ini pertama kali melihat Junhong mengkonsumsi obat dengan secangkir kopi.

“Wah, sepertinya lima puluh persen komponen cairan darahmu itu adalah kopi hitam. Sampai menegak obat saja kau menggunakan kopi hitam. Aku berpikir, jangan-jangan sewaktu dulu di panti asuhan, isi dotmu bukanlah susu melainkan kopi.”

“Sudahlah, lebih baik kita bicarakan mengenai kasus tadi saja,” kata Junhong yang tak peduli dengan candaan Himchan.

“Ok, Ok!” Himchan menegak es teh manisnya yang baru datang bersama makanan pesanan mereka. “Aku sudah memerintahkan pada Yuri untuk mengnomor satukan mengotopsi mayat ini agar kita bisa mengetahui identitas korban dan mencegah jatuhnya korban lagi.”. Yuri adalah seorang dokter yang bertugas di kepolisian Seoul sebagai ahli otopsi mayat. Junhong dan Himchan yang bertugas di divisi pembunuhan sering sekali berhubungan dengannya.

“Jadi menurutmu korban tadi adalah korban dari pembunuhan berantai?”

“Maybe yes maybe no. Lagipula kalau dipikir-pikir apa motif si pelaku yang meletakkan mayat korban di tempat umum seperti itu? Satu-satunya motif yang mungkin adalah si pelaku ingin memberitahukan pada khalayak luas bahwa ia akan membunuh lagi. Maka dari itu, kuharap Yuri tak molor lagi dalam mengerjakan tugasnya agar kita bisa mendapat identitas korban. Dengan begitu, kita bisa menyelidiki motif pembunuhan,”jelas Himchan.

“Kita juga harus memeriksa berkas kasus pembunuhan yang terjadi di Seoul dan sekitarnya. Mungkin saja ada kasus yang serupa seperti kasus ini terjadi,” Junhong menambahkan.

Mereka menghentikan perbincangan mengenai kasus itu dan mulai menaruh perhatian pada makanan yang ada di hadapan mereka. Himchan begitu menikmati tuna sandwichnya. Berbeda dengan Junhong yang hanya memandangi makanannya. Sakit kepala yang dirasanya membuat ia kehilangan selera makannya. Ia hanya tertarik dengan secangkir kopi hitamnya.

“Hei Zelo, kenapa kau tidak memakan makananmu?” tanya Himchan yang suaranya terdengar tak jelas karena mulutnya yang dipadati oleh makanan yang sedang dikunyahnya.

“Aku tidak lapar,” jawa Junhong, setelah itu ia menggapai cangkir kopinya dan menegak habis kopi yang hanya tersisa setengah cangkir. Dalam selang waktu dua jam sejak ia bangun pagi tadi, ia sudah menghabiskan empat gelas kopi. Tak heran jika perutnya sudah merasa kenyang, bukan kenyang karena memakan karbohidrat tapi kenyang karena menegak banyak cangkir kopi.

“Kau tidak lapar? Tadi kau mengatakan padaku di TKP bahwa kau pusing dan ingin sarapan untuk menghilangkan pusingmu. Tapi sekarang saat ada makanan di hadapanmu kau bilang kau tidak lapar.”

Junhong memanggil seorang pelayan untuk mengisi cangkirnya dengan segelas kopi lagi. Ketika ia menatap wajah wanita yang  ia bisa tahu apa yang melintas di pikirannya.

Gila, dalam tempo setengah jam saja laki-laki ini sudah meminum dua cangkir kopi. Makanannya saja belum disentuh. Apa laki-laki ini adalah siluman luwak yang hanya suka minum dan makan kopi saja?

Junhong langsung merasakan rasa pusing yang tadi sempat mereda datang lagi menyerang. Ia berkesimpulan bahwa sakit kepala yang ia rasa ini adalah efek samping dari kekuatan aneh yang didapatnya sekarang. Ketika ia bisa membaca pikiran orang lain, rasa pusing itu akan datang.

“Apa rasa pusingmu sudah membaik?” tanya Himchan

“Belum begitu. Sepertinya Tylenol itu tak banyak membantu.” Junhong mengambil cangkir kopinya yang sudah terisi lagi dan menyesapnya perlahan. Himchan hanya tersenyum simpul memperhatikan rekannya yang tanpa henti meminum kopi padahal kepalanya sedang pusing.

“Aku kira jika ada cacing yang hidup di perutmu maka cacing itu pasti akan menderita insomnia karena mereka terlalu banyak menyerap caffein dari kopi yang kau minum.”

Junhong tak menanggapi ucapan dari Himchan yang bermaksud mengganggunya. Ia tetap diam dan meneguk lagi kopinya.

“Ok, baiklah. Kelihatannya kau ini sedang tak mau basa-basi. Aku ingin bertanya padamu, kenapa kau tiba-tiba mengeluhkan sakit kepala saat di TKP tadi? Apa kau memang sedang sakit?”

Pertanyaan ini akhirnya datang juga. Sebetulnya Junhong ingin menjelaskan sakit kepala dan kekuatan anehnya pada Himchan sedari tadi, tapi ia lebih memilih menunggu Himchan yang bertanya padanya.

“Apakah nanti jika penjelasanku agak sedikit tak masuk akal, akankah kau percaya padaku?”

“Tentu!” jawab Himchan setelah ia meneguk es teh manisnya. “Aku selalu percaya padamu, Zelo. Seaneh apapun penjelasanmu pasti aku akan coba mempercayainya. Aku baru tak percaya jika kau besok akan menikahi Taeyeon SNSD karena kalian berdua belum pernah bertemu dan belum kenal sebelumnya.”

“Baiklah,” Junhong menghela nafas panjang. Ia meneguk sekali kopi hitamnya. Bagi Junhong, meminum kopi hitam sebelum melakukan sesuatu sama seperti melafalkan sebuah kalimat doa. “Saat mencoba menginterogasi tuna wisma di TKP tadi, tiba-tiba aku bisa membaca pikirannya. Aku bisa melihat dengan jelas apa yang dilihatnya semalam saat pembunuhan itu berlangsung.”

Himchan menelan ludah mendengar penjelasan dari Junhong. Memang penjelasan dari rekannya itu tak masuk akal tapi ia akan coba menerimanya. “Tentu mendengar ini jauh lebih mengagetkan daripada mendengar besok kau akan menikahi Taeyeon SNSD.”

“Ya begitulah. Saat menggunakan kemampuan itu, datanglah rasa sakit di kepalaku ini,” jelas Junhong

“Kemampuan yang hebat. Kalau begitu coba kau baca apa yang sedang kupikirkan sekarang?” tanya Himchan.

Junhong menatap dua manik milik Himchan. Seketika sudah langsung terbayang di pikirannya sesuatu yang aneh di dalam pikiran Himchan dan sesuatu yang aneh itu membuat pipi Junhong merona merah. “Himchan, kau ini sedang memikirkan berapa ukuran celana dalam Taeyeon SNSD. Betul kan?”

Sontak Himchan menampakkan senyum lebar diikuti tawa kecilnya. Tawa yang ditunjukkan pada rona wajah Junhong yang aneh setelah membaca pikirannya. “Hebat, hebat!” ia memberikan tepuk tangan pada kemampuan yang dimiliki Junhong itu.

“Kemampuanmu itu nantinya akan sangat berguna untuk proses interogasi dan penyelidikan sebuah kasus nanti. Aku merasa beruntung punya partner sepertimu!” lanjut Himchan.

“Memang iya,” Junhong kembali mencium bibir cangkirnya, menyeruput kopi hitam di dalamnya. “Tapi yang jadi pertanyaan adalah kenapa aku tiba-tiba bisa memiliki kemampuan aneh ini dan kenapa juga baru muncul sekarang? Itulah yang membuatku bingung.”

“Jadi kau tidak penasaran berapa ukuran celana dalam Taeyeon SNSD?”

Junhong langsung merengutkan bibirnya, sedikit merasa tak nyaman dengan pertanyaan Himchan. “Chan, tolong deh. Hentikan berbicara mengenai Taeyeon dan juga celana dalamnya. Aku sekarang sedang pusing jadi jangan membuatku tambah pusing lagi dengan pertanyaanmu yang aneh-aneh. Lebih baik sekarang, apa kau punya gagasan kenapa hal ini terjadi padaku?”

“Mungkin kau ini adalah keturunan klan Uchiha dan sekarang ini sharingan-mu telah bangkit dan sebentar lagi mungkin kau akan membangkitkan mangkeyou…”

“Sudah cukup! Terima kasih atas penjelasannya,” Junhong langsung memotong penjelasan Himchan yang sudah melantur jauh. “Apa kau tak ada penjelasan lain yang lebih masuk akal?”

“Kekuatanmu itu tak masuk akal jadi pasti penjelasannya tak akan masuk akal. Adil bukan? Tapi apa yang kau alami ini cukup menarik. Kau tiba-tiba bisa membaca pikiran orang lain lalu diikuti sakit kepala yang menyerangmu. Apa jangan-jangan syaraf di kepalamu mengalami gangguan?” Himchan menduga.duga.

Junhong mengerutkan dahinya. “Tapi kupikir berkonsultasi dengan neurolog tak akan bisa menjelaskan kenapa aku mendapatkan kemampuan ini.”

“Memang sih, tapi aku pernah membaca sebuah artikel di interneta ada seseorang dari Gwangju yang mengaku ia bisa menerbangkan benda di sekitarnya dan pada akhirnya ia memilih mendekam di pusat rehabilitasi rumah sakit jiwa.”

“Jadi kau mengatakan bahwa aku ini harus masuk rumah sakit jiwa?” tanya Junhong dengan nadanya yang sedikit kesal.

“Ah kau ini berprasangka buruk saja!” ujar Himchan sembari tersenyum kecil. “Oh ya, kan tadi kau mengatakan bisa mengetahui apa yang dilihat tuna wisma itu semalam saat pembunuhan itu terjadi. Ceritakanlah padaku apa yang dilihat tuna wisma itu!” pintanya

“Berdasarkan penglihatan tuna wisma itu, korban berlari-lari sampai terpojok di lorong itu. Ada lima orang yang mengejarnya dan ia hanya mendengar suara teriakan yang begitu menyakitkan karena setelah itu ia tak berani membuka matanya lagi.”

“Jadi dengan begitu korban dibunuh di tempat, bukan seperti analisisku di mana korban dibunuh di tempat lain lalu dibakar sampai hangus dan dibawa ke lorong itu,” Himchan terdiam sesaat setelah menyadari pembunuhan itu tak sesuai dengan analisisnya.

“Belum tentu analisismu salah. Lagipula penglihatanku tentang pikiran tuna wisma itu tak bisa dijadikan dasar analisis kita umtuk menyelidiki kasus ini. Tunggu saja laporan hasil otopsi dari Yuri baru kita memikirkan segala kemungkinan.”

“Ok. Kalau begitu sekarang, bagaimana kalau kau mulai memakan tuna sandwichmu itu? Mungkin perutmu sudah terasa kenyang karena sudah minum dua cangkir kopi tapi perutmu itu butuh karbohidrat dari roti itu,” saran Himchan.

Junhong kembali menatapi tuna sandwich yang ia pesan dan masih suci belum tersentuh. Bahkan posisi piringnya saja sama sekali tak berubah sejak diantar tadi. Mungkin jika makanan itu bisa bicara, ia akan mengeluh karena merasa dianaktirkan.

Junhong sama sekali tak memiliki nafsu makan. Tapi apa yang dikatakan Himchan ada benarnya juga. Perutnya bisa masuk angin jika tak sarapan pagi. Akhirnya ia mau juga untuk memasukkan makanan itu dalam rongga mulutnya. Tapi di tengah makannya, ia teringat dengan mimpinya semalam. Mimpi mengenai kehancuran dari Surga. Kira-kira, apakah mimpinya itu ada hubungannya dengan kemampuan aneh yang dimilikinya?

“Himchan, apakah kau percaya akan adanya surga dan malaikat?”

Yang diberi pertanyaan pun tertegun. “Surga dan malaikat? Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu padaku?”

“Tidak ada apa-apa. Aku hanya iseng bertanya saja,” balas Junhong, berbohong

“Kau bukan tipe orang yang akan bertanya mengenai sesuatu karena didasari iseng saja. Pasti ada alasan yang membuatmu bertanya.”

Junhong terdiam sesaat. Perkataan Himchan memaksanya untuk menceritakan semuanya. “Dalam tiga bulan terakhir aku selalu bermimpi mengenai surga dan malaikat yang ada di dalamnya. Malam tadi aku masih bermimpi hal  yang sama, masih tentang surga dan neraka tapi ini berbeda dari sebelumnya. Surga diserang oleh sekelompok makhluk aneh berwarna merah dan bertanduk. Lalu seorang di surga mengatakan padaku bahwa aku adalah putra surga dan bersama kaum sejenisku aku akan menyelamatkan surga dan dunia ini.”

Penjelasan Junhong mengenai mimpinya mengundang gelak tawa dari Himchan. “Kalau misalnya kau bermimpi mengenai seseorang yang mengatakan bahwa kau adalah jodoh dari Taeyeon SNSD, apakah kau akan bertanya padaku, Himchan, apakah kau percaya bahwa aku ini adalah jodoh dari Taeyeon SNSD?”

“Apa maksudmu? Kata-katamu benar-benar membuatku bingung.”

Himchan menggelengkan kepalanya lalu tersenyum, aneh melihat Junhong yang terkesan paranoid dengan mimpinya. “Sudahlah Junhong. Seaneh-anehnya mimpimu, tetap saja itu hanya sebuah mimpi, hanya bunga tidur yang tak nyata saja. Bisa saja suatu saat kau bermimpi bahwa kau adalah putra presiden Barrack Obama dan ia mengatakan padamu bahwa kau adalah satu-satunya harapan untuk menyelamatkan amerika serikat dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.”

“Lebih baik sekarang kau cepat habiskan sarapanmu dan setelah ini aku akan mengantarkanmu pulang lalu aku akan absen di kantor lalu pergi ke rumah sakit dan bertemu dengan Yuri untuk mengecek hasil otopsinya,”lanjutnya.

“Hey, kenapa kau mengantarkanku pulang dan pergi sendirian ke rumah sakit? Apa kau lupa kalau aku ini partnermu?”Junhong langsung memprotes keputusan sepihak yang diambil Himchan untuk memulangkannya.

“Zelo, kau ini kan sedang pusing berat. Yang harus kau lakukan sekarang adalah merebahkan badanmu di ranjang lalu tidur. Aku tak mau pekerjaan kita terganggu karena kau yang sakit ini. Dan kusarankan hari ini sampai nanti kau merasa enakan, jangan menyentuh yang namanya kopi hitam.”

Junhong hanya bisa terdiam. Sebetulnya secara fisik, ia masih kuat  untuk melakukan penyelidikan. Tapi jiwa rohaninya yang sepertinya memang butuh istirahat setelah harus menghadapi keanehan-keanehan yang terjadi di pagi harinya ini.

******

Himchan menyusuri jalanan kota Seoul di tengah hari yang panasnya begitu menyiksa. Ia yang duduk di kursi kemudi memang tak begitu merasakannya, tapi dengan melihat rau//t wajah para pejalan kaki, ia dapat mengetahui mereka yang terganggu dengan cuaca hari ini.

Ia baru meninggalkan kantor kepolisian untuk memasukkan jarinya di mesin absen agar namanya tercantum di daftar hadir hari ini. Sekaligus memberikan tugas pada seorang petugas polisi di divisinya untuk mengambil mobil Zelo yang masih tertinggal di TKP dan mengantarnya. Dan sekarang mobilnya ini mengambil jalan menuju rumah sakit milik pemerintah kota Seoul, di mana rumah sakit itu diperuntukkan kepolisian untuk menjalankan proses otopsi dari mayat-mayat korban pembunuhan.

Ia berpikir untuk mengajak Zelo ke sana, tentunya saat mereka sedang bebas tugas. Ahli saraf mungkin bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada rekannya yang tiba-tiba saja bisa membaca pikiran orang lain. Awalnya ia berpikir bahwa itu hanya sugesti dari pikiran Zelo saja, tapi saat Zelo berhasil menebak isi pikirannya, ia yakin bahwa ada sesuatu yang terjadi pada rekannya.

Himchan sampai di rumah sakit dan langsung memarkir mobilnya di pelataran parkir rumah sakit ini. Ia berjalan mendaki beberapa buah anak tangga menuju lobi rumah sakit. Ketika pintu geser otomatis terbuka, ia disambut oleh sesuatu yang sangat tidak disukainya, bau khas rumah sakit.

Sedari dulu, indra penciumannya tak pernah bisa bersahabat dengan harum khas rumah sakit. Maka dari itu, ia sebetulnya tak ingin berkunjung ke sini kalau tidak harus bertemu dengan Yuri. Jika ia harus diopname di rumah sakit pun, ia hanya meminta dirawat beberapa hari dan sampai kondisi badannya dirasa sudah lebih baik, ia akan langsung meminta atau bahkan bisa dikatakan memaksa dokter memberikan rekomendasi untuk rawat jalan. Ia lebih memilih memulihkan diri di rumah Zelo sebab di sana ada banyak ranjang yang menganggur dan juga ada Dong Hae, pelayan pribadi Zelo sekaligus orang kepercayaannya.

Himchan memilih lorong yang akan membawanya ke bagian belakang rumah sakit. Tempat Yuri melakukan proses otopsi terpisah dari gedung utama, tepatnya di bagian belakang yang posisinya tak jauh dengan kamar mayat. Ia menjumpai beberapa orang dokter dengan stetoskop tergantung di leher mereka. Mungkin mereka baru keluar dari kantor administrasi yang memang letaknya ada di dekat kantor Yuri.

“Apa kau sudah selesai melakukan tugasmu, Kwon Yuri?” tanya Himchan pada seorang perempuan yang sedang duduk di hadapan komputer.Di sampingnya terdapat sebuah ranjang tempat mayat dibaringkan dan Himchan yakin mayat yang sedang berbaring dan ditutupi kain putih itu adalah mayat korban tadi pagi.

“Tentu saja, Detektif Kim Him Chan. Aku akan berkerja begitu cepat jika kau yang memintaku,” jawab Yuri dengan nada genit, membalas senyuman menggoda yang diberikan Himchan.

“Oke, kata-katamu manis sekali. Tapi aku ke sini bukan untuk saling menggoda. Bagaimana hasil otopsinya?”

Yuri mengambil sebuah map di meja komputernya. “Kita mulai dulu dengan identitas korban yang kuketahui dari sidik jari korban. Korban bernama Bang Yong Guk, usia dua puluh tiga tahun. Menurut data kartu identitasnya, ia tinggal di Anyang dan tercatat sebagai pegawai negeri di Kementerian Pendidikan, ditugaskan di salah satu sekolah dasar milik pemerintah di Seoul tapi ia berhenti beberapa minggu yang lalu.”

“Ok, lalu penyebab kematiannya?”

“Itu dia yang aku belum bisa memastikannya. Tapi luka di kepalanya membuatku berasumsi bahwa ia dipukul terlebih dulu di kepalanya baru tubuhnya dibakar. Mungkin untuk menghilangkan jejak.”seru Yuri. Ia lalu membuka halaman kedua dari map itu.

“Jika dilihat dari ukuran luka kuperkirakan itu adalah hasil hantaman dan pedang katana dari Jepang. Oh ya, saat kuperiksa isi perutnya. Aku menemukan reaksi alkohol. Sepertinya sebelum meninggal ia baru menegak minuman alkohol,” tambah Yuri.

Himchan tergelak lalu menelan ludahnya mendengar perkataan Yuri. Walau ia sudah tahu bahwa memang hal itu harus dilakukan dalam proses otopsi, tapi ia tetap tak bisa membayangkan bagaimana rasanya memegang organ dalam manusia. Terlebih lagi bagi Yuri yang seorang wanita.

“Dan kau tahu, ada satu hal yang menarik atau mungkin lebih tepatnya kukatakan misterius dan aneh. Badan korban memang hangus terbakar tapi aku sama sekali tidak menemukan reaksi dari minyak tanah ataupun zat kimia lain dari jasad korban, terkecuali dari alat pencernaannya tadi,”

“Jadi bagaimana si pelaku menghanguskan korban jika tak menggunakan minyak tanah ataupun bahan kimia lain? Tak mungkin kan jika ia langsung menyulut api ke tubuh korban! Kecuali pelaku kita ini adalah seorang ghost rider” tanya Himchan yang kembali dibuat tergelak dengan pernyataan Yuri ini.

Yuri hanya menggelengkan kepala. “Tak tahu deh. Itu urusanmu untuk mencari jawabannya. Aku hanya sebatas memeriksa keadaan mayat saja dan diluar itu bukan tanggung jawabku. Oh ya, aku tak melihat Zelo. Apa dia menunggu di luar?” tanya Yuri setelah ia tak mendapati Zelo yang biasanya ada di samping Himchan.

“Dia tak ikut ke sini. Ya sudahlah, kau kirimkan saja hasil selengkapnya dari otopsi Bang Yong Guk ini ke e-mailku. Aku akan kembali ke kantor dan melanjutkan penyelidikan dari sana. Jika kau menemukan lagi sesuatu yang aneh dari mayat segera hubungiku lagi.”

“Tentu saja, detektif Kim Himchan,”ujar Yuri sebelum Himchan beranjak meninggalkan kantornya.

Sulit sekali tampaknya kasus ini. pikir Himchan dalam hatinya. Tak ada saksi mata, penyebab kematian masih misterius, dan tak ada barang bukti yang bisa dijadikan petunjuk untuk dasar penyelidikan, itulah tiga gambaran yang trrrlintas di benak Himchan mengenai kasus ini ketika ia masuk ke dalam mobilnya. Memang, Zelo yang pagi ini tiba-tiba bisa membaca pikiran sudah bisa memberikan situasi TKP saat korban terbunuh tapi tetap saja itu bukan sebuah bukti yang konkret dan tak memberikan pencerahan apapun.

Ia sudah menyalakan mesin mobil tapi belum menginjak pedal gas untuk menjalankan mobilnya. Sembari menunggu mesinnya panas, ia berpikir apa yang bisa dilakukannya saat di kantor nanti terhadap kasus ini. Mungkin ia bisa mencari apa latar belakang dari Bang Yong Guk ini dan membuka berkas kasus pembunuan yang terjadi di Korea Selatan yang mungkin mirip dengan kasus ini untuk mengetahui apakah ini adalah kasus pembunuhan berantai atau tidak.

Dengan data-data yang ia kumpulkan sekarang, esok ia dan Zelo sudah bisa membicarakan langkah mereka berikutnya dalam kasus ini.

*********

Tak mengindahkan nasihat yang diberikan Himchan untuk tidak menyesap kopi lagi hari ini, Junhong duduk di kursi kecil yang ada di halamannya ditemani secangkir kopi hangat buatan Dong Hae. Tak ada sesuati yang bisa menyejukkan mata di halaman rumahnya, tak ada bunga-bunga berwarna-warni, yang ada hanyalah rumput hijau dan tanaman pot yang ia sendiri tak pernah tahu apa jenisnya.

Lebih baik ia memandangi langit sore yang sudah menghitam tanda penghujung hari sudah semakin dekat, ia masih saja memikirkan apa yang terjadi pada dirinya pagi ini.

Kemampuan yang ia miliki ini memang menakjubkan sekaligus juga mengherankan. Selama perjalanan pulang bersama Himchan, setiap ia memandangi orang yang lewat, ia bisa membaca pikiran mereka semua seakan merela bicara pada dirinya. Dan tiap kali kekuatan itu muncul, kepalanya akan serasa dimasukkan dalam blender, pusing sekali.

Dari mana ia mendapatkan ini semua? Apakah orang tuanya itu adalah seorang  sehingga kemampuan mereka turun kepada dirinya?

Tapi ia tak mau terlalu memikirkan kekuatan tak masuk akalnya ini. Selama kekuatan ini masih terkendali, biarkan saja begini adanya. Seperti kata Himchan saat di kedai kopi tadi, ia akan mengambil sisi positifnya saja. Kekuatan ini mungkin bisa membantu penyelidikan, khususnya dalam proses interogasi walaupun penglihatannya terhadap pikiran orang lain tak dapat dijadikan alat bukti yang sah.

Sekarang, ia penasaran dengan hasil otopsi mayat korban pembunuhan di Namsal Street, terutama terhadap apa penyebab kematiannya. Ia ingin menghubungi Himchan dan menanyakan hasil otopsi itu, tapi Himchan mengatakan padanya hari ini ia harus beristirahat penuh dan melupakan kasus ini sampai esok pagi saat ia masuk kantor. Jadi jika ia menghubunginya sekarang pasti Himchan tak akan mengangkatnya. Lebih baik ia bersabar hingga fajar terbit esok.

“Maaf tuan, apakan tuan ingin makan malam sekarang? Jika iya, saya akan langsung menyiapkannya di ruang makan,” ujar Dong Hae yang tiba-tiba mendatanginya ketika ia sedang asyik menyimak suara kucing tetangga yang sepertinya sedang bertengkar dengan seekor kucing liar.

“Siapkan saja sekarang. Aku akan masuk sepuluh menit lagi,” jawab Junhong sembari tersenyum ke arah pelayan pribadinya. Dong Hae langsung berlalu masuk kembali ke dalam rumah.

Junhong begitu senang pada sosok Lee Dong Hae. Walaupun gajinya terbilang tak terlalu besar dibandingkan gaji pelayan pribadi yang lain, Dong Hae tetap setia pada rumah ini. Agaknya Dong Hae menganggap ini sebagai balas budi pada Kim Hana yang telah membantu Dong Hae lolos dari jeratan obat-obatan terlarang.

Satu lagi yang Junhong sukai dari Lee Dong Hae adalah ia adalah seorang pribadi yang jujur. Junhong menitipkan tabungan peninggalan ibu angkatnya, baik kartu ATM ataupun buku tabungannya pada Dong Hae. Dan setiap dia mengecek saldo pada awal dan akhir bulan jumlahnya tak pernah berkurang sepeser pun, di luar potongan biaya administrasi dari bank.

Ia memperhatikan komplek tempat ia tinggal, sunyi senyap. Hanya suara raungan kucing tetangga saja yang terdengar. Jarang sekali ia melihat orang lalu lalang di depan pagarnya. Maklum, rata-rata orang yang tinggal di komplek ini adalah orang-orang sibuk yang kebanyakan berkerja di instansi pemerintahan dan baru pulang larut malam. Ia sendiri saja sebagai detektif di kepolisian biasanya baru pulang diatas jam sembilan malam.

Junhong memutuskan untuk masuk saja ke dalam. Angin dingin sudah mulai berhembus dan ia tidak mau nantinya kepalanya akan pening kembali karena masuk angin.

“Choi Junhong.” ia mendengar sebuah suara wanita memanggilnya dan suara itu tepat berada di belakangnya. Ia yang sudah berjalan ke pintu masuk membalikkan kembali badannya. Matanya menjumpai seorang wanita berdiri di hadapannya. Dari wajahnya terlihat usia wanita ini tak jauh berbeda darinya. Tapi Junhong merasa wanita ini telah hidup lebih dari seratus tahun atau lebih dari ribuan tahun.

“Akhirnya aku menemukanmu lebih dulu dari armada Bintang Fajar,” wanita itu kembali berbicara. Angin malam meniup rambutnya yang berwarna cokelat keemasan. Tatapan matanya membuat Junhong tak merasa nyaman. Tidak tajam tapi seakan ingin menembus ke dalam batok kepalanya.

“Dari caramu melihatku, sepertinya kau menyangka bahwa aku ini adalah orang yang berbahaya. Kau salah. Aku justru akan menyelamatkanmu dan makhluk sepertmu dari ancaman mereka, armada Bintang Fajar.”

“Siapa kau?” pertanyaan itu spontan keluar dari mulut Junhong. Sebetulnya ia ingin mengajukan satu pertanyaan lagi, bagaimana cara wanita ini muncul di hadapannya tanpa ia sadari?

“Aku Jessica. Malaikat yang tersisa dari surga dan datang untuk melindungimu,” jawab wanita itu.

“Malaikat yang tersisa dari surga? Apa maksudmu?”

“Kau sudah melihatnya melalui mimpimu. Kehancuran surga yang dibawa oleh armada Bintang Fajar yang tergambar dalam mimpimu, itu semua nyata.”

Junhong terdiam sesaat. Membayangkan mimpinya kembali di mana malaikat berlarian dikejar makhluk merah bertanduk. “Kau bisa menyatakan hal ini kepadaku berarti kau adalah…”

“Aku adalah malaikat yang bisa kabur dari invasi Bintang Fajar. Dia jauh lebih kuat dari perang besar saat kaum manusia pertama kali diciptakan. Armadanya jauh lebih banyak dan lebih siap daripada kami. Apalagi ada beberapa dari tujuh pemimpin surga yang berkhianat. Kami babak belur dalam serangan kali ini.”

“Lalu apa hubungannya perang di surga dengan diriku ini?” Junhong tergelak. Pertanyaan yang ia ajukan itu malah membuat dia menyadari satu hal. Apa yang diucapkan oleh pemuda di akhir mimpinya semalam bahwa dia adalah harapan untuk menyelamatkan surga kembali terngiang di kepalanya.

“Jangan katakan bahwa aku ini adalah….”

Jessica kembali menyela kalimat Junhong yang tak sempurna. “Ya, kau adalah putra surga. Kau adalah harapan untuk menyelamatkan kami semua, para pelayan Tuhan. Kau adalah sesuatu yang disebut Nefilim. Kaum yang seharusnya merupakan aib bagi surga tapi sekarang kalian adalah kaum yang begitu diharapkan surga.”

Nefilim? Apalagi ini? Apakah ini adalah kepingan puzzle lain yang akan membuat bertambah bingung hari ini?

“Ok, Jessica,” Junhong mulai berani memanggil nama wanita atau malikat itu. “Kau menyebutkan banyak istilah padaku yang sungguh membuatku bingung. Kau bisa jelaskan lebih detail apa itu Bintang Fajar dan apa itu Nefilim?

Malaikat itu tersenyum simpul. “Keturunan malaikat tapi sepertinya kau jarang sekali membaca kitab suci yang kami wahyukan. Bintang fajar adalah Lucifer. Dia adalah raja Neraka. Dulunya ia adalah salah satu dari tujuh pemimpin surga namun karena membangkang pada Tuhan dan menyatakan perang maka ia diusir dari surga. Nefilim adalah keturunan dari malaikat dan kaum manusia. Singkat kata, Nefilim adalah putra dari surga namun tak diakui.”

“Jadi kau mengatakan bahwa ibuku bercinta dengan seorang Malaikat? Oh Tuhan, ini sungguh gila!!” ujar Junhong yang kembali dibuat bingung. Nada bicaranya menunjukkan bahwa kenyataan yang diterimanya ini begitu sulit dipahami oleh nalarnya dan ia masih tak percaya. Itu semua membuatnya agak gusar.

“Bisa iya bisa tidak. Aku secara pasti tak tahu bagaimana proses Nefilim itu lahir.”

“Sejujurnya aku tak percaya seratus persen padamu. Bisa saja kau ini orang gila yang mengaku sebagai malaikat. Bisakah kau memberiku bukti bahwa kau ini malaikat?”

Malaikat itu kembali tersenyum simpul. Senyum wanita itu sedikit membuat bulu romanya meremang. Senyumnya terlihat manis namun ada sedikit kesan menyeramkan di dalamnya. “Pertama kali, alasannya adalah sejak awal kau melihatku apakah kau bisa membaca pikiranku dengan kekuatanmu yang baru kau dapatkan pagi tadi?”

Benar juga, Junhong sudah berapa kali bertemu pandang dengan Jessica tapi ia sama sekali tak bisa mengetahui pikirannya. Ia mencoba lagi memandang dua manik Jessica tapi tetap saja tak bisa terbaca. Hanya rasa sakit di kepala yang ia dapatkan.

“Tak usah dipaksakan. Kemampuanmu itu baru muncul tentunya tak akan sampai untuk membaca makhluk yang berkuasa di luar kemampuan manusia seperti kami. Seiring waktu kau akan bisa mengembangkan kemampuanmu. Suatu saat nanti jangan kaget jika kau bisa memberikan sugesti pada pikiran orang lain atau mungkin bisa menggerakkan benda dengan pikiranmu.” Jessica merentangkan tangannya sebelum ia melanjutkan penjelasannya.

“Lihatlah baik-baik. Jika kemampuanmu bisa membaca pikiran orang lain, maka inilah kemampuanku.” Perlahan Junhong merasakan angin yang berhembus lebih dingin dari sebelumnya, lebih menusuk di permukaan kulitnya. Ia merasakan bahwa ia sudah berada di bulan Januari di mana udara begitu dingin.

Dan ketika matanya mengarah ke tangan kiri Jessica, ia melihat sesuatu yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Ia sudah menggenggam sebuah pedang yang bentuknya seperti tato yang ada di tengkuknya. Ketika Jessica menancapkan pedang itu ke tanah, kaki Junhong serasa seperti menginjak arena ice skating dengan kaki telanjang. Begitu dingin. Ia langsung menjatuhkan badannya, mencegah darah di kakinya membeku.

“Ke…Kenapa tanahnya begitu dingin? Apa yang kau lakukan?” tanya Junhong. Ia berharap sekarang ini ada baju hangat musim dingin yang bisa ia pakai.

“Inilah kemampuanku. Memanipulasi Es. Setiap makhluk surga diberi kemampuan yang berbeda. Kau membaca pikiran dan mungkin bisa memanipulasinya sedangkan aku bisa mengendalikan es.”

Junhong hanya terdiam. Beruntung Jessica sudah mencabut pedangnya dan tanahnya kembali normal.

“Tapi jika kau menerima dirimu seutuhnya sebagai bagian dari surga dan melatih kemampuanmu, kau akan bisa jauh lebih kuat dariku dan dari siapapun yang ada di surga dan neraka. Setara dengan kemampuan Bintang Fajar. Karena kau bukan keturunan malaikat biasa. Kau adalah anak dari…..”

“Cukup hentikan!!” teriak Junhong yang kegusarannya sudah mencapai titik puncak. Sesuatu yang ingin disampaikan Jessica di kalimat terakhirnya terpotong oleh teriakannya. “Sudah cukup penjelasan gila darimu ini. Aku tak ingin mendengar apapun lagi darimu. Sekarang kau persilahkan kau pergi dari rumahku atau aku akan menelepon kantorku untuk mengirimkan beberapa petugas untuk menggiringmu ke pusat rehabilitasi!!”

“Baiklah, Choi Junhong. Suatu waktu nanti kita akan bertemu lagi dn kau pasti akan membutuhkanku saat itu. Berhati-hatilah. Tuhan memberkatimu.”

Sekonyong-konyong, Jessica menghilang dari hadapan Junhong, meninggalkan banyakhal yang tak dapat dipercaya oleh akal sehatnya dan mungkin sudah menjerumuskannya dalam jurang ketidak warasan.

TBC

Bagaimana? Bagi yang bertanya-tanya siapa itu Zelo, Bintang Fajar, di chapter ini akan terbuka semuanya.

Oh ya, Bagi yang menunggu Story of Nine Angel, Insya Allah minggu depan saya akan post side storynya ya!!

16 tanggapan untuk “Run Devil Run (Chapter 2)”

  1. “Dari mana ia mendapatkan ini semua? Apakah
    orang tuanya itu adalah seorang sehingga
    kemampuan mereka turun kepada dirinya?”
    Aku bingung, itu seorang apa maksudnya?? next chapt.nya kutunggu…. Keep Writing!!!

    Suka

  2. Yeeeh 100 nih nilai agama author ^o^ kekeke
    Menceritakan tentang siapa itu bintang fajar dan dia adalah salah satu malaikat yg berkhianat yaitu Lucifer.
    Ow iya thor Zelo tuh perannya sebagai anak dari Allah Bapa yang disurga kan? *mian kalau sok tau T_T
    Intinya Lnjut thor ^o^

    Suka

  3. ga ada kata lain, selain KEREN !!
    sebenernya aku masih ga percaya kalo Donghae disini adalah Donghae SJ, dan sbg waiter? *pukpuk donghae* gpp lah sekali2 kamu kayaknya perlu dinistain /dibacokfishy
    saya berusaha mengikuti dan menikmati tiap2 scenenya. Ada kalanya ikut sakit kepala kaya Zelo, ikut ketawa karena Himchan, dan yang terakhir itu, kenapa aku bayangin Jess sbg ratu di film narnia ya *error parah*
    oh ya mumpung ga lupa, himchan disini ga punya kekuatan spesial kayak junhong? aku mala ngelantur ngebayangin himchan yang suatu saat justru berpihak sama lucifer.. hmm~~ salahkan imajinasi saya
    oke dah, mari lanjut 😉

    Suka

  4. Aduh, knapa pula itu celdam si taeyeon dibawabawa mwahahaha. . . Ternyata si junhong nephilim toh, yg bakal dikawal malaikat cantik tp, apa dia gak bisa ngerti bhasa hewan jg kyak yongguk? Okesipp, saia pnasaran n langsung mau ke chpt 3 *ngilang*

    Suka

  5. Konfliknya bertambah. Ini memang aneh, tapi gada yang suruh untuk menyakini. Sekali lagi aq tegasin ke diri aq ini hanya story. Padahal sejak pertama baca, bawaannya ngeyel terus. Pas Junhong minum tylenol pake kopi. OMEGAT! Apa boleh minum obat analgesic pake kopi? Apalagi obat2 anti depresi kayak gitu bisa memacu kerja jantung ,plus kopi . weh yg jantungnya ga kuat bisa ambruk!! Skali lagi aq tegasin buat aq ini cuma epep, semua bisa terjadi di dunia ff.
    Penjelasan tentang Bintang Fajar. Oke, and about Lucifer itu benar adanya. Dia adalah malaikat penghianat dari Surga dan membentuk Neraka sebagai musuh dari Surga.
    Junhong termasuk keren. Dia itu pecinta kopi sama seperti aq kebalikan sama Himchan yg sebenarnya pecinta Americano. Kopi tanpa gula.
    Selebihnya cerita ini benar-benar di luar daya imaginasi orang kebanyakan. Aq terpukau dengan setiap kalimat yg kamu buat. Ini hebat, dan yang pasti analisamu menjangkau semuanya.
    Dan tentang malaikat sisa itu. Agak berat buat a q baca itu. Karena aq tadinya ga suka dengan GG. Wehehe./pribadi/ abaikan!!
    Demi BAP! /apa ini?/ oke ..menuju next. Akhir kata…ehm..ya..next!

    Suka

Leave Your Review Here!