[delapaNation] Beautiful Stranger

beautiful stranger

Beautiful Stranger

Lead Dancer

Kim Jongin, YOU

 || Genre: Life || Rating: General || Duration: Ficlet ||

.

“Tatkala irismu merajut jalinan momen dahulu, ingatkan aku pada pola-polamu yang asing.”

.

Duduk di atas ayunan kayu tua, nyaris lapuk jikalau sang pemilik tiada sengaja membalut benda itu dengan kain usang yang dulu agaknya milik seorang kawan lama.

Aku berpikir realistis di balik rumah pohon tak jauh dari sana. Embusan angin menyentuh kasar rambut ikal milikmu, sedang tanpa mau repot merapikannya kembali kau nampak bergeming. Mungkin inginnya tak mau. Dan separuh bagian dari diriku mulai menguarkan reaksi aneh. Benakku berbisik bahwa seharusnya aku memperingatimu.

Tapi, untuk apa?

Sore menjemput tak lantas mendorongmu jatuhkan kaki ke atas tanah. Bahkan dari yang diingat, belum ada pergerakan darimu sejak dua jam lalu. Masih membelakangiku, duduk tegak dengan tangan menggenggam simpul tambang. Aku heran. Rasa yang terbawa semenjak ujung sepatuku menyentuh kota ini kian menjadi-jadi. Kurasakan aliran napasku berubah cepat dan agaknya mulai tak normal.

Aku mengerang. Tak ‘kan ada yang dapat menjawab isi kepalaku yang berpendar-pendar tentang dirimu, terkecuali kau sendiri. Bergegas, aku turun dari rumah pohon tak jauh dari rumah lamaku ini. Telapak tanganku cukup dingin, kurasa. Entah karena kini penghujungmusim gugur atau gugupku yang menyerbu tak henti.

Bibirku kering. Tercetus ide gila untuk melingkarkan sepasang tanganku pada tubuh mungil milik gadis yang sibuk dalam dunianya. Abaikan aku yang seenaknya duduk pada ayunan kosong di sisi kirimu, seraya lambat-lambattubuhku menggigil kecil.

Ruang ubun-ubunku berdenyut, bersamaan dengan leherku yang bergerak gelisah. Ujung mataku menilik dua bongkah batu besar tak jauh dari sini, serta-merta memori ganjil menyeruak dalam isi kepalaku secara berebut.

“Jongin, kau harus memakai ini! Setidaknya, jadikan selimut atau apa pun sesukamu.”

“Termasuk sebagai taplak meja?” Akumenggoda sambil terkekeh pelan. Beberapa detik, kupandangi selembar kain putih yang kemudian kukembalikan.Ambilini. Kaubilang sesukaku, bukan? Bagaimana kalau suatu saat nanti kaugunakan sebagai perekat pada ayunan kita?” Tanpa bermaksud melukai perasaanmu, aku mengulas senyum.

Aku menoleh, mendapati kau tak lagi duduk tegak. Kepalamu menunduk, membuat helaian rambutmu terjuntai kian menutupi sisi.

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?”

Agaknya pertanyaanku terdengar menyinggung. Namun, inilah yang harus kuucapkan. Apa pun risikonya.

Hening melingkup diriku yang tak lagi nyaman. Mataku memandang lurus, tepat pada dua bongkah batu yang dahulu sering kududuki bersamamu. Sebelum ayunan ini hadir; aku menghadiahkannya padamu saat kau berulangtahun.

Terenyak, alisku meliuk. Bagaimana bisa aku berpikir dapat sangat mengenalmu?

“Kau tidak perlu merasa aneh. Kita memang saling mengenal, dulu.”

Alih-alih berbunga kala kau berujar, sebutkan kata ‘kita’ pada pertemuan ini, aku merasa ada sayat yang menggores ulu hati. Menyentakku pada memori lampau yang terlupakan.

“Saat kita bertemu lagi, mungkin ingatanku sudah memudar,”Suarakuparau, tak sanggup menatapmu hampir mengeluarkan tangis. “Aku tidak pernah bisa mengingat sesuatu yang berlalu cepat. Tuntutan pada memoriku hanya dapat memerintahku untuk mengingat masa-masa panjang, yang pernah kulupa kemudian kuingat kembali tanpa sebab. Sayangnya, satu tahun bukanlah waktu yang lama…, ketika bersamamu.”

Kau menggigiti bibir bawahmu, nyaris bergetar. “Dan kau akan benar-benar pergi ke Boston?” Tak lama, air matamu turun dan aku tak sanggup melarikan tangan sekadar menghapus itu.

“Jika takdir mempertemukan aku dan kau kembali, maka itu masanya di mana aku tak ‘kan mungkin meninggalkanmu lagi.”

Aku beranjak dari ayunan, berjalan pelan menghampirimu. “Kita memang mengenal satu sama lain,” Suaraku serak, entah efek menahan rasa yang membuncah atau iba melihat dirimu nampak berantakan. Aku membungkuk sedikit, menatap iris birumu yang tersembunyi. Di sana, pantulan tubuhku seperti potret lama. Agaknya dulu pernah sedekat ini. “Sekarang, bagaimana kalau kau dan aku pulang?”

Detik ini segalanya berubah, masih asing. Namun, jauh di lubuk sana, perasaan hangat menyerbak memenuhi tubuh, ingatkan aku pada kemungkinan bahwa kaulah sebenarnya orang yang paling ingin kuingat selama beberapa tahun ini.

Kita akan memulainya lagi dari awal.

Beautiful Stranger—End.

3 tanggapan untuk “[delapaNation] Beautiful Stranger”

  1. Helaw ya kepada siapa saja yang menulis ini~
    Terlalu sibuk dengan keutan delapanation dari 8 sc keren ifk aku akhirnya muncul disini tanpa menyepot.
    FF ini chubang sih kak, idk ya, tbtb pikiranku melayang sendiri pas disana tertulis “membelakangiku” dan sedang menggenggam simpul tambang terus lagi di tambah diam tak bergerak seakan itu mayat dan oke aku membayangkan malah itu lagi bunuh diri, oke abaikan realita yang kulewati pas baca ff ini, ini bagus! meski ga separah ff delapanation lain yang buat aku nangis. aku udah cukup bahagia menemukan ff ini. so I’ll wait for the next one!

    Suka

  2. AWWWW MY DEAR<3333
    Fic pertama yang aku baca sejak lama nih- biasalah fic ala safira mana ada sih yang gak bagus.
    Well, aku suka banget<3 kamu bener2 mertahanin bakat kamu dalam menggambarkan suasana. Duh jonginaaaa.
    Maaf ya gabisa komen banyak, mau lanjut ke fic delapanation lainnya<3 bubbaaay!

    Suka

Leave Your Review Here!