[Vignette] Forced Delay

FORCED DELAY

2015-11-10 07.59.03

a special birthday-fic by

Rizuki

.

UP10TION’s Kuhn and OC’s Tea

school-life, fluff, slight!friendship | vignette | G

.

Karena aku lupa, jadi terpaksa harus diundur.

.

.

Tepat pada dering pertama bel tanda sekolah usai, Tea mengangkat kepala pun segera membuka mata. Suasana sepi kelas adalah pemandangan pertama yang menyambut kesadarannya. Rasa pening seketika menyandera kepala saat dalam ketukan berikutnya ia sudah memaksakan diri untuk berdiri tegak. Lututnya terantuk kaki meja tatkala hendak melangkah. Mengumpat kecil lantas kembali mengempaskan tubuh di atas kursi.

“Kamu melewatkan kelas Guru Seo lagi?”

Mendongakkan kepala, manik Tea seketika bersirobok dengan sepasang netra milik seorang pemuda yang berdiri di hadapannya. Detik berikutnya, ia meraih ransel milik Tea kemudian menyelempangkannya begitu saja pada bahu kanannya. Sang gadis hanya memperhatikannya; membiarkannya melakukan apa pun. Toh, lelaki itu tak akan menyakiti Tea.

“Ayo pulang! Kamu bisa jalan? Atau, haruskah aku menggendongmu lagi?”

“Tidak perlu. Aku bisa jalan sendiri,” cetus Tea sebagai bentuk penolakan keras. Pemuda jangkung itu tersenyum sebelum akhirnya menautkan jemarinya dengan milik sang gadis. “Kurasa aku kembali menyia-nyiakan waktuku di kelas Guru Seo.” Berdeham kecil, Tea berniat memulai percakapan.

“Tidak apa. Toh, nilai-nilai Geografimu masih di atas rata-rata, ‘kan? Lagipula Guru Seo membiarkanmu tertidur. Omong-omong, apa yang sedang kamu pikirkan akhir-akhir ini? Kamu terlihat berantakan sekali.”

Menapaki trotoar perlahan, Tea masih membiarkan Kuhn menggenggam jemarinya. “Entahlah. Aku merasa tertekan dengan proyek Akhir Tahun ini,” jawabnya selagi terus melajukan tungkai.

“Ck. Bahkan sampai melupakan beberapa hal penting, huh?” Pemuda jangkung bernama Kuhn itu menghentikan langkahnya seraya memutar bola mata bosan. Seragam yang basah oleh keringat masih menempel di tubuhnya. Toh, Kuhn tidak perlu berpenampilan sebegitu tampannya, karena Tea bahkan tidak akan protes kendati Kuhn berkeringat seperti ini.

“Kamu tidak melupakan sesuatu, Te?”

Tea menggumam selagi menjemput manik Kuhn, mengirimkan beberapa getaran yang hampir merobohkan kepercayaan diri seorang Kuhn. “Apa yang kulupakan? Tidak ada, sepertinya,” jawabnya sambil terus menguntai langkah. Sesekali gadis itu bersiul kecil pun mengerjap-kerjapkan matanya menghindari serbuan debu jalanan yang tiba-tiba menghantam wajahnya.

Kuhn menggerakan tangan kanannya; mengangkat tinggi-tinggi sebuah kantung plastik besar yang terisi penuh oleh banyak bungkusan. “Aku mendapatkannya dari mereka,” congkaknya sembari mengangkat sebelah sudut bibir. Bergeming sejenak, ia berharap Tea segera merespon pernyataannya.

“Dari penggemarmu lagi? Oh, harusnya aku menghajar gadis-gadis kurang kerjaan itu. Mereka belum lelah menguntitmu, sekarang bahkan memberimu barang-barang seperti ini? Astaga, kurasa mereka orang kaya.”

“Te….”

“Yeap? Kenapa?” Wajah polos Tea setelah bangun tidur selalu terlihat menyebalkan. Bahkan Kuhn—lelaki yang beberapa hari kemarin selalu sibuk memikirkannya—pun tengah menahan sebuah umpatan di balik bibirnya. Terlampau gemas melihat gadis di hadapannya memasang ekspresi tidak tahu apa-apa.

“Coba ingat, ini hari apa? Sekarang tanggal 11 November, omong-omong,” desak Kuhn tak sabar. Intonasi suaranya tiba-tiba meninggi beberapa oktaf. Membuat Tea bahkan hampir terjengkang mendengar pekikan tiba-tiba dari Kuhn. Gadis itu memundurkan langkahnya beberapa meter selagi memasang tampang sok berpikir.

“Err… apa, ya?”

Kuhn tersenyum. Tangan kanannya kembali mengangkat kantung plastik berisi pemberian penggemarnya itu. Melancarkan misi bagi Tea agar segera mengingat hal yang sudah ia lupakan. “Kau sudah ingat?”

“Astaga aku ingat, Kuhn!!!” Tea hampir melompat saking bahagianya saat ia berhasil mengingat sesuatu. Tawanya mengembang seketika, tatkala ia sudah berjingkrak sambil mencubit pipi Kuhn gemas. “Ya Tuhan, aku lupa kalau Guru Seo menyuruhku bertemu dengannya selepas kelas selesai. Aku bisa mampus, Kuhn.”

Senyum kepalang lebar di bibir Kuhn lenyap dalam sekejap. Pemuda itu bahkan menjatuhkan barang bawaannya—pun ransel milik Tea—di atas trotoar sepi itu. Rasa-rasanya Kuhn ingin menabrakkan dirinya di tengah jalanan atau membenturkan kepala Tea pada tembok kafe di depannya agar Tea benar-benar memahaminya. Kuhn menatap Tea—yang sibuk dengan ponselnya, entah menghubungi siapa—tanpa fokus. Dunianya benar-benar sudah kelabu. Ribuan ekspektasi penuh pelangi yang mulanya menjejali otaknya kini lenyap tak berbekas. Realitanya terlalu menyakitkan.

“Kembalilah ke sekolah,” ucap Kuhn pelan. Intonasinya tak terlalu jelas; entah marah, kesal, atau bahkan biasa saja. Pemuda itu lantas melangkah, meninggalkan Tea yang bergeming tanpa pergerakan. Kuhn menyeret tungkainya menjauh, tanpa sekalipun menoleh untuk menatap Tea. Sementara sang gadis masih terpaku, hingga punggung lelaki itu merupa sebuah titik lantas menghilang dimakan spasi.

Lekas-lekas Tea melesakkan ponselnya ke dalam saku lantas berlari mengejar Kuhn. Dia mengumpati dirinya sendiri; Tea bodoh, Tea idiot, Tea pikun. Memori senyum Kuhn yang terus-terusan mengucapkan 11 November terngiang di dalam kepalanya. 11 November. Tanggal kelahiran No Sooil. Hari ulang tahun Kuhn.

“Hei, aku ingat! Kuhn berhenti, aku capek berlari mengejarmu, bodoh.”

Kuhn membalikkan badan saat mendengar napas Tea yang begitu tak teratur berada tepat di belakang punggungnya. “Paru-parumu kecil. Jangan sok mengejarku seperti itu, idiot. Atau kamu ingin mati kehabisan napas.”

“Aku mengundur ulang tahunmu,” ucap Tea mengabaikan ejekan Kuhn.

“Apa?” Telinga Tea ngilu saat mendengar teriakan Kuhn. Gadis itu mengusap telinga kanannya, selagi menjulurkan lidah ke arah pemuda berambut mencolok itu.

“Aku bilang kamu tidak berulang tahun hari ini. Cepat undur ulang tahunmu, Kuhn. Dua hari lagi, oke? Kamu akan berulang tahun dua hari lagi.”

“Bego! Mana bisa seperti itu?” Kuhn menggocoh dahi Tea selagi terkikik. Mengabaikan tatapan penuh bisik dari pejalan kaki, dua siswa sekolah menengah itu terus bercengkerama di tengah trotoar.

“Bisa saja. Karena aku lupa dan aku bahkan belum menyiapkan apa-apa untukmu. Makanya ulang tahunmu diundur saja, ya? Dua hari lagi.” Tea merapikan rambutnya yang berantakan lantaran terembus angin, pun mengusap keringat yang mengalir di dahinya.

Kuhn tersenyum lantas menganggukkan kepala. “Terserah kamu saja, Te.”

“Bagus! Sekarang kamu harus menggendongku pulang, Kuhn. Kurasa lututku sudah tak sanggup berjalan. Omong-omong bukan paru-paru yang membuatku tak sanggup berlari jauh, tapi—”

“Tapi kakimu yang terlalu pendek, ‘kan?” Kuhn terkekeh keras hingga akhirnya sebuah jambakan menyakitkan diterimanya. Tea selalu menarik rambut Kuhn saat sedang gemas atau pun kesal. “Astaga Tea hentikan. Cepat naik!” Kuhn menurunkan tubuhnya beberapa derajat, agar Tea bisa menaiki punggungnya. Tanpa banyak kata, gadis itu segera menuruti kalimat sang pemuda. “Kamu tidak malu, Te? Digendong seperti ini, kita bahkan jadi topik pergunjingan banyak orang yang melihat.”

“Tidak. Toh mereka tidak mengenal kita,” jawab Tea sekenanya. Ia mengalungkan lengannya di leher Kuhn, menahan agar dirinya tak merosot alih-alih terjatuh. Tanpa sepengetahuan Kuhn, Tea tersenyum. Ia mengusak rambut lebat Kuhn sesekali, selagi terkekeh kecil. “Selamat ulang tahun, No Sooil,” bisiknya lirih, tepat di depan telinga Kuhn.

“Aku ‘kan tidak berulang tahun hari ini, Lee Cha. Masih dua hari lagi.”

“Oh, omong-omong Kuhn, kamu tahu ‘kan kalau aku suka rambutmu. Dari dulu, sejak kita masih di taman kanak-kanak. Aku bahkan mengatakan rambutmu itu yang paling kusukai.” Tea terkekeh sekaligus mengingat kenangan masa kecilnya bersama Kuhn. Yang diajak bicara hanya menggumam ringan. “Hm, aku ingat. Sejak itu kamu selalu menjambak rambutku, ‘kan? Memang rambutku keren, sih.”

Tea menarik beberapa helai rambut Kuhn, lantas tergelak. “Aku suka rambut, Kuhn! Aku suka rambut No Sooil. Rambut Kuhn wangi, seperti susu!” pekik Tea keras-keras. Membuat tatapan semua orang kembali terpanah ke arah mereka berdua.

“Oh, hentikan Lee Cha. Ini memalukan!”

“Cha suka rambut Sooil. Selamat ulang tahun rambut Sooil.”

.

-fin.


HAPPY BIRTHDAY, KUHN OPPA!!! ❤ and Happy (beneran) debut uri Tea aka Lee Cha ><)bb

and special thanks for kakyen aka snqlxoals818 yang udah ngenalin sepuluh gantungan kunci emesh nan bikin jantungan (re: aptensyen). Hehet, mind to review then?

IMG_20151109_151907

Riris ❤

5 tanggapan untuk “[Vignette] Forced Delay”

  1. AAAAAAAAAKKK SUKA SUKA SUKA BANGET!!!!
    Oh aku baru sadar kuhn bilang kaki tea pendek barti tea kecil dong ya? Aaaaaaaaakkk makin gemaaaassssss :3
    Sebagian kerusuhan udah aku sampaikan di line ya ris di sini aku mau nambahin endingnya yang entah kenapa jadi so sweet meskipun tea teriak2 bilang suka rambut kuhn padahaln lagi di jalanan ya /.\ aduh kuhn yang sabar ya menghadapi tea •/\•

    Pokoknya ini lucu gemesin suka banget d(^^)b
    Dan HAPPY BIRTHDAY KUHN OPPA DAN HAPPY DEBUT TEA (LEE CHA) ♥♥♥
    Oh satu lagi, buat riris, selamat terjerumus di dalam lautan sepuluh gantungan kunci XD

    Suka

  2. RIIISSS INI UCUL PARAAH GEMES
    huhuhuh
    meski aku gak kenal sama si Khun, tapi aku hanyut dalam kalimatmuuu ((alah bahasanya)) bahahaha btw ceritanya mereka sahabatan atau emang udah pacaran? karakternya Tea ucul banget masa ulang tahun diundur gegara dia lupa.. seenak jidatnya aja xD si Khun juga mau aja nerima. karena sayang sih ya jadi mungkin apa boleh buat(?) lol xD
    udahlah pokoknya lucu ngeetttsssss ❤ ❤

    Suka

  3. AKU LEMAH KARENA DISUGUHI APTENSYEN APALAGI EYESMILE-NYA KUHN YG MANIS KEBANGETAN. AKU BISA APA. INI TEANYA JUGA LUCU BANGET. KUHN-NYA JUGA KUHN BANGET. OMO OMO. SARANGEEEEEEEE

    Suka

Leave Your Review Here!