Endless Energy Called Love [55%] Side C

endless energy called love

Endless Energy Called Love [55%] side C

+=+

Scriptwriter – AllWantCandy

Main Cast: Robot! Zelo, Bang Han Ni (Bang yong guk’s little sister) OC || Support Cast: B.A.P member and Secret member || Genre: Tragedy, Angst, Romance, Sci-fi, Fantasy || Duration:  Sevenshots || Rating:  PG-13

=*=

“Kau tidak akan pernah terhapus Zelo… aku akan membuatmu terbang bersamaku… aku janji…” – Bang Han Ni

 +=+

+=+

Trailer  =  I  =  II  =  III [side A]  =  III [side B]

Sunday, 5th June 2047

15:34 AM

 

Semua orang dalam ruangan itu hanya diam, tak satupun yang bicara. Mereka duduk pada sofa-sofa empuk yang melengkungi ruangan kerja luas dengan sebuah meja kerja besar di salah satu sudut siku-siku dari ruangan berbentuk seperempat lingkaran itu. Hyo Sung, Young Jae, Han Ni dan Ji Eun masih diam dalam keheningan, mereka masih menunggu salah satu orang penting dalam proyek yang hari ini baru saja –entah kata apa yang cocok menggambarkannya selain satu kata ini– Gagal. Han Ni duduk dalam diam bersebelahan dengan Ji Eun dan Young Jae, matanya tampak sembab dan jari-jemari tangannya bertaut dengan gugup, berkali-kali ia menoleh kearah pintu ruang kerja Yong Guk, menunggu sang pemilik ruangan yang masih kini memastikan objek diskusi evaluasi siang itu sudah diamankan di tempat yang seharusnya.

“Berhenti menggigit bibirmu seperti itu sayang,” Ji Eun membuyarkan lamunan Han Ni, mengagetkan gadis itu, membuatnya menatap sendu kearah calon kakak iparnya yang kini mengusap pelan bibirnya yang memerah karena terlalu lama digigit.

Everythings gonna be okay,” bisikan itu membuatnya mengangguk lemah, ia tak lagi gugup, tapi jari-jemarinya yang masih bertaut masih menandakan ketidak-tenangan hatinya.

KLAK

Pintu kaca otomatis ruangan itu berbunyi nyaring saat terbuka, menandakan sang pemilik ruangan telah kembali, membawa keputusan apapun yang masih harus didiskusikan kepada seluruh pemilik kepentingan dalam projek ini, tidak terkecuali korban—oh bukan, tim pelaksana lapangan dan observator, Bang Han Ni.

“Bagaimana hasilnya?” pertanyaan itu segera membuat semua orang menoleh kearahnya, rambut pendek wanita itu tampak sedikit berantakan karena ia harus berkali-kali menghela nafas kesal kearah poninya.

“Dua pilihan yang rumit,” Him Chan duduk disamping gadis dengan umur yang lebih tua satu tahun darinya itu, menghela nafas berat sebelum mengutarakan 2 pilihan itu.

“Menonaktifkannya yang dilanjutkan dengan masa introspeksi energi dengan resiko kehilangan, atau observasi dengan pengontrolan dan karantina selama jangka waktu yang dibutuhkan, dengan resiko kehilangan beberapa memori penting dalam ingatannya dan adanya interferensi pihak militer atau pemerintah,” sontak semua orang dalam ruangan itu menoleh kearah Him Chan yang bersiap melanjutkan kalimatnya, “Keduanya pilihan yang berat, tapi yang manapun juga punya sisi positif dan negatif.”

“Tidak bisakah kita menghilangkan opsi non-active disini? Aku tidak terlalu menyukai opsi itu,” Hyo Sung menoleh kearah Yong Guk yang duduk diam di kursinya, kedua tangannya terjalin di depan mulut dan sepasang matanya menatap serius lembaran kertas evaluasi di hadapannya.

“Masalahkan noona, opsi ini yang mungkin lebih bisa diterima, dibanding opsi lain yang lebih beresiko kehilangan kontrol dari objek kita, apalagi jika sampai pemerintah mengetahui,” dengan cepat Young Jae menambahkan.

“Kita akan ‘habis’,” dengan cepat Hyo Sung melempar bantal kearah Young Jae yang mendramatisir kata-katanya dengan intonasi yang berlebihan.

“Apa tidak ada jalan lain yang bisa kita ambil, tanpa membutuhkan waktu yang lama dan tidak terlalu beresiko?” Ji Eun memecah keheningan dengan pertanyaannya, membuat kepala-kepala manusia itu menoleh kearahnya.

“Ada beberapa kemungkinan yang bisa diambil dan mungkin bisa menjadi opsi,” Him Chan menjawab dengan ragu, “Tapi mungkin akan lebih rumit dan punya banyak pertimbangan.”

Semuanya kembali diam, Hyo Sung masih memaku pandangannya pada Yong Guk yang sejak awal tidak sedikitpun berkomentar, “Bagaimana menurutmu, Bang Yong Guk?”

Yong Guk mengangkat kepalanya, menatap lurus ke arah sang penanya kemudian ia mengalihkan pandangnnya kearah Han Ni sebelum menatap Hyo Sung lagi dan menjawab, “Tidak.”

“Apa maksudmu dengan kata tidak?” Hyo Sung bertanya lagi, membuat Yong Guk melihat kearah Han Ni yang juga bergantian memandang dirinya dan Hyo Sung.

“Aku tidak akan mencelakakan Han Ni lagi,” pernyataan tak terduga itu keluar dari mulut Yong Guk yang semenjak tadi diam, tatapannya masih terpaku pada Han Ni.

“Oppa…?”

“Proyek ini akan ku hapus, aku tidak bisa membiarkan seorangpun terluka karena ‘dia’,” semua orang dalam ruangan itu terkejut dengan kata ‘Hapus’ yang memilii arti sangat jelas, bahkan Han Ni pun tahu benar dengan apa yang dimaksud oleh kakak laki-lakinya itu.

“Yong Guk, apa—“

“Begitu akan lebih baik ketimbang terjadi sesuatu hal yang lebih parah,” pemuda dengan suara baritone itu terdiam sejenak, “ Ini sudah kedua kalinya ia hampir mencelakakan Han Ni dan Him Chan, mungkin lain kali ia akan menambah korban lain.”

Sepasang mata Yong Guk memandang keseluruh orang dalam ruang kerjanya itu, termasuk Han Ni yang memandangnya dengan mata berkaca-kaca, “Aku tak mau mengambil resiko lebih besar,” tambahnya.

“Hei! Bagaimana bisa kau menghapuskan project ini begitu saja!” suara milik wanita itu meninggi, rambut pendeknya berayun mengikuti sang pemilik, “Dengar Yong Guk, aku sudah bekerja mati-matian untuk mencari energi yang sesuai dengan proyek ini, dan semua itu demi paman, Yong Nam, dan semua mimpi-mimpimu!!”

Him Chan bergerak untuk menenangkan gadis itu, Hyo Sung, “Noona, berhentilah berteriak seperti itu,” pintanya dengan sabar, membuat Hyo Sung mendengus kesal dan diam di tempatnya.

“Kurasa apa kata Hyo Sung Noona benar Hyung, kita sudah terlalu jauh melangkah, terlalu riskan untuk mengambil keputusan mendadak seperti itu,” imbuh Young Jae yang duduk di samping Han Ni, tahu benar apa perasaan gadis mungil itu dengan perdebatan yang kini terjadi di sekitarnya.

Yong Guk masih diam hingga akhirnya seseorang yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal dalam dan menjadi perdebatan ini mengambil kesempatannya untuk bicara, “Oppa…”

Semua orang dalam ruangan itu menoleh kearah Han Ni dan terdiam saat melihat gadis itu berdiri dari kursinya.

“Pendapatku mungkin tidak terlalu penting, tapi aku tidak pernah merasa dicelakakan oleh Zelo,” mendengarnya Yong Guk segera bereaksi untuk membalas hanya saja perkataan Han Ni membuatnya berhenti, “Apa Oppa tidak lihat? Dia melindungi ku dan Him Chan, aku merasakan ada medan lain yang melingkupi kami saat lampu taman sebanyak itu pecah, aku tidak mengerti kenapa Oppa harus meng’hapus’nya padahal ia sudah menyelamatkan ku!”

Suara Han Ni meninggi di akhir perkataannya, membuat siapapun yang ada di sana terhenyak diam kecuali sang Oppa yang bersiap dengan argumennya, “Kau salah Han Ni, dia yang memulai hal itu dan itu bisa melukai mu dan orang lain, dia berbahaya karena kekuatannya yang tidak bisa dikontrol! Dia tidak bisa mengontrol dirinya dan itu membuatnya menghancurkan orang lain!!”

“Oppa salah! Dia tidak akan menghancurkan orang lain, waktu dulu Zelo dibangkitkan dia yang menolongku dari pecahan tabung dan sekarang juga begitu!!” sengit Han Ni dengan nada suara yang tinggi.

“Mana mungkin robot bisa menolong mu, dia tidak punya hati, dia hanya robot dengan kepintaran setara manusia tidak ada yang lebih,” Yong Guk mulai tidak bisa mengontrol nada bicaranya, kesabarannya sedang separuh jalan untuk habis.

“ZELO PUNYA HATI OPPAA!!” seru Han Ni dengan suara kencang dan air mata yang mengalir dari sepasang matanya.

“BANG HAN NI!!” dan bentakan itu tidak bisa terelakkan.

Han Ni terhenyak saat bentakan keras itu menusuk pendengaran dan hatinya, tak sekalipun ia pernah mendengar kakak laki-lakinya membentaknya dengan menyebutkan nama lengkapnya, detik itu juga air matanya mengalir deras, kedua tangannya mengepal dan dengan langkah cepat ia ingin menghilang dari hadapan Yong Guk dan semua orang dalam ruangan itu. ia tak lagi peduli saat Young Jae, Him Chan ataupun Ji Eun memanggil namanya, ia hanya ingin pergi dari sana, ia tak akan pernah membiarkan Zelo menghilang dari manapun, tidak dari proyek ini ataupun dari sisinya.

“Kau tidak akan pernah terhapus Zelo… aku akan membuatmu terbang bersamaku… aku janji…”

=*=

Suasana ruangan itu sama sekali tidak sama dengan sebelum perdebatan Han Ni dan Yong Guk, Him Chan sudah menghilang dari ruangan itu mengejar Han Ni yang pergi entah kemana. Sedangkan Hyo Sung masih bertahan di kursinya, Ji Eun hanya bisa menenangkan Yong Guk sambil menasehati pemuda itu tentang apa yang ia lakukan.

“Kurasa kita tidak bisa mengambil keputusan sekarang Hyung, sekarang emosi semua orang sedang tinggi, tidak akan ada solusi baik yang keluar,” usulan Young Jae membuat Hyo Sung mengangguk setuju.

“Aku tahu kau memang sedang lelah, tapi aku tidak pernah suka saat seorang lelaki membentak gadis yang lebih muda darinya Yong Guk, terlebih jika gadis itu adiknya,” perkataan Hyo Sung seperti sindiran bagi Yong Guk dan tentu saja siapapun akan setuju dengan kata-kata Hyo Sung.

“Temui dia dan minta maaflah Yong Guk, kita masih bisa membahas masalah ini lain waktu,” Ji Eun mengelus pelan punggung Yong Guk membuat pemuda itu mengangguk dan hanya bisa diam.

I’m sorry….

=*=

Hujan deras di luar jendela membuat bias-bias lampu midtown terlihat seperi kunang-kunang di karpet rumah keluarga Bang, dengan cepat Yong Guk mematikan semua lampu di ruang keluarga luas itu, memberikan beberapa perintah pada robot dalam rumah untuk sekedar menutup dinding-dinding kaca ruang tamu dengan tirai khusus ataupun memastikan rumah sudah terkunci dengan baik—menghindari banyaknya penjahat yang bisa mengambil apapun darinya. Langkah gontai Yong Guk berhenti di tengah tangga menuju lantai atas tempat kamar tidurnya dan kamar tidur Han Ni, ia memandang sebuah foto keluarga yang tergantung apik di tangga, ia di sana dengan Yong Nam, Han Ni dan ayahnya, ada juga Him Chan, Young Jae, Dae Hyun dan Jong Up, tak lupa Hyo Sung yang sudah seperti noonanya sendiri dan Ji Eun, kekasihnya sejak kuliah. Mereka sudah seperti satu keluarga besar, dengan satu ayah yang punya banyak anak, dan tentu saja Hyo Sung dan Ji Eun akan menjadi seperti ibu untuk mereka semua terutama untuk Han Ni.

Sebuah senyum menghiasi wajah Yong Guk, walaupun sore tadi pikirannya kacau tapi dengan melihat foto itu ia bisa tersenyum tanpa beban. Sesaat ia teringat paksaan—ajakan untuk lebih halusnya—Him  Chan untuk mengunjungi makam Yong Nam dan Ayahnya, mungkin setelah bertemu dengan mereka Yong Guk bisa lebih tenang. Setelah memastikan Him Chan dan Ji Eun akan ikut mengunjungi tempat ayah dan Yong Nam, ia hanya perlu satu orang lagi yang akan ia pastikan ikut.

Yong Guk mengetuk pelan pintu kamar adiknya, kemudian membuka pintunya, menemukan gadis kecil itu sedang duduk di sofa bacanya, memeluk boneka beruang kesayangannya sambil memandang kearah luar rumah yang hujan deras. Saat terdengar derit pintu yang tertutup dan dehaman pelan Yong Guk, Han Ni menoleh kearah kakak laki-lakinya yang bergerak mendekatinya, ia hanya diam, takut bicara lebih banyak dan membuat kakak laki-lakinya itu membentaknya lagi.

“Boleh aku duduk di sini,” Yong Guk menunjuk salah satu sisi lain sofa yang masih kosong, Han Ni hanya mengangguk pelan sambil memainkan bulu-bulu boneka beruangnya.

“Apa kau masih marah pada Oppa?,” pertanyaan itu membuat Han Ni menggeleng dengan cepat.

“Aku tidak marah pada Oppa!” serunya cepat, atau kesalah pahaman lain akan muncul.

Detik berikutnya mereka sama-sama terdiam, Yong Guk sendiri hanya bisa terduduk diam walaupun rasanya jantungnya berdegup tidak karuan karena bingung mencari kata-kata yang tepat tanpa membuat adik kecilnya itu salah paham atau lebih sedih, “Besok… Aku dan Himchan berencana untuk pergi ke tempat ayah dan Yong Nam, kau mau ikut?”

Han Ni berhenti memainkan bulu-bulu teddy bear-nya dan memandang Yong Guk dengan tak percaya, “Oppa mengajakku ke tempat ayah dan Yong Nam Oppa?”

Yong Guk mengangguk sambil melihat kearah Han Ni sebuah senyum kecil ada di sana, membuat kedua pipi Han Ni memerah, dengan perlahan ia memeluk bonekanya lebih erat kemudian bersembunyi di balik boneka besarnya.

“Apa ini orgel dari ayah?”

Dengan cepat Han Ni melihat kearah Yong Guk yang menimang-nimang sebuah Orgel kecil dengan warna emas kusam, beberapa bautnya hilang entah kemana dan kunci pemutarnya juga tergeletak tanpa guna di atas meja kecil di hadapan sofa itu.

“Aku ingin coba memperbaikinya, tapi… malah merusaknya,” Yong Guk memperhatikan orgel tua itu dengan hati-hati, mungkin ada hal yang bisa bantu dan mungkin akan ada sebuah senyum dari Han Ni untuknya, senyum bahagia.

“Apa boleh Oppa perbaiki?” pertanyaan yang akhirnya dijawab dengan anggukan antusias Han Ni.

Yong Guk berdiri dari sofanya kemudian duduk bersila di lantai sambil menyalakan lampu meja melalui sebuah tombol digital di ujung meja kaca itu, membuat permukaan kacanya bersinar dengan pendar putih yang membuat ruangan kamar itu terlihat lebih terang. Han Ni hanya memperhatikan dalam diam, meringkuk di ujung sofa sambil memeluk boneka kesayangannya, sesekali ia memperhatikan punggung Yong Guk yang berjalan ke sisi lain ruangan untuk sekedar mengambil obeng.

“Darimana kau menemukannya?” Yong Guk bertanya tanpa sedikitpun menoleh kearah Han Ni, matanya masih awas memeriksa rangkaian-rangkaian onderdil orgel tua kecil klasik yang sedikitpun tak dipengaruhi oleh dunia modern.

“Di kotak harta karunku,” Han Ni menjawab dengan cepat dan dengan perlahan ia duduk di lantai mengikuti Yong Guk, duduk manis sambil memeluk kedua kakinya.

“Apa kotak itu hanya bisa dibuka olehmu?” sebuah senyum di sana, terlukis jelas dengan lengkung busurnya yang terbentuk di bibir Yong Guk.

“Apa Oppa mengejekku?” Han Ni memicingkan matanya dengan curiga kearah Yong Guk, dan yang merasa ditanya hanya diam sambil mengulum senyum kecil yang tampak sedikit ‘mencurigakan’ di mata Han Ni.

“Oh ya? Aku tidak mengejekmu!” Yong Guk menjawab dengan nada canda, kemudian tertawa kecil saat Han Ni memukul pelan lengannya.

“Jahat…!” Han Ni bergerak naik kembali keatas sofa, dinginnya lantai kamar karena hujan di luar yang luar biasa deras membuat telapak kakinya terasa beku, padahal karpet sudah melapisi hampir tiap jengkal kamarnya.

Yong Guk tak menjawab, ia masih sangat fokus untuk memperbaiki orgel tua itu. Sesekali ia melirik kearah Han Ni yang diam tak bergerak di atas sofa, memainkan gadget kecil yang berisi berbagai permainan virtual. Bukan hobi umum milik Bang Han Ni hanya saja terkadang ia memainkannya untuk membunuh waktu atau hanya ingin main.

Sudah hampir setengah jam sejak percakapan mereka berakhir dan tak satupun diantaranya ingin memulai pembicaraan. Walaupun Yong Guk dan Han Ni adalah kakak adik tapi hubungan mereka tak terlalu dekat, umur yang terpaut cukup jauh dan kesibukan Yong Guk yang terlalu padat membuatnya terkadang bingung bagaimana cara memperlakukan gadis mungil itu. Han Ni juga begitu, ia memang sangat menyayangi kedua kakak laki-lakinya, ia sangat dekat dengan Yong Nam—saudara kembar Yong Guk—dan terkadang mereka bertiga sering jalan-jalan bersama seperti layaknya kakak adik, tapi sekali lagi faktor kesibukan yang membuat interaksi antara keluarga menjadi lebih renggang.

“Selesai!”

Seruan pelan itu membuat Han Ni mendongak dari gadget mungilnya, kemudian bergerak untuk duduk di atas lantai seperti yang ia lakukan beberapa saat yang lalu, namun kali ini boneka beruang dengan bulu keemasan itu ikut turun bersama pemiliknya.

Yong Guk menyodorkan orgel tua itu dengan perlahan dan Han Ni menyambutnya dengan mengambil orgel itu dengan hati-hati. Sepasang matanya berbinar, menandakan kekagumannya pada sang kakak yang telah berhasil memperbaiki orgel tua itu tanpa merusak detail-detail kecil dari desainnya, “Classic, right?”

Han Ni kembali menatap abangnya, kemudian mengangguk pelan. Dengan hati-hati ia menaruh orgel tua itu di atas meja dan memutar tuas berbentuk kunci berwarna emas usang yang dihiasi ornamen bunga-bunga kecil. Perlahan terdengar  bunyi lembut dari orgel itu, lagu yang sangat dihafalnya, lagu yang selalu menemaninya tertidur dipelukan sang ayah, lagu yang juga membawa kebahagiaan saat pertama kali terekam dalam otaknya. Boneka perempuan penari balet kecil tampak bergerak berputar-putar mengikuti perputaran magnet yang digerakkan oleh tuas-tuas orgel dalam mesin-mesin mungilnya.

“Digerakkan dengan magnet dan berhenti bergerak saat lagunya berhenti mengalun, bukankah itu barang yang paling klasik di rumah ini?” pertanyaan itu membuat Han Ni mengangguk pelan, jemarinya memainkan boneka penari balet itu.

“Kemana penari balet laki-lakinya?”

Sepasang mata Han Ni melebar, pertanyaan itu tak pernah terlintas dipikirannya, dia tidak pernah ingat punya sepasang penari balet dalam kotak musiknya, tidak dalam kotak musik pemberian dari sang Ayah.

“Aku tidak ingat punya sepasang penari balet…” Han Ni memandang heran Yong Guk, detik berikutnya pandangannya tertuju pada sang penari balet yang masih dengan anggun menari diiringi dentingan orgel tua itu.

Ia menari sendirian, sendirian seperti dirinya, dirinya yang mana?

“Baiklah kalau begitu, kau harus segera tidur,” Han Ni tersadar dari lamunannya, kemudian melihat Yong Guk yang telah berdiri dari tempatnya dan bersiap untuk kembali ke kamarnya sendiri.

“Oppa!!” panggilan itu membuat Yong Guk menoleh, menemukan sesosok teddy bear berwarna putih berdiri menatapnya, “Terima kasih!”

Tangan-tangan teddy bear itu bergerak mengikuti gerakan tangan Han Ni yang menggenggamnya, kemudian Han Ni menunduk, membuat teddy bear yang ia topah ikut menunduk, membuat secuil senyum di ujung bibir Bang Yong Guk.

Good night, Principessa*.”

=*=

Yong Guk berjalan mengambil jas hitamnya diatas sofa, sebelum ia turun ke lantai dasar menemui Ji Eun dan Han Ni yang sudah bersiap, sepasang matanya mengerling kesebuah  layar dengan tombol-tombol kecil dan kemudian ia mengumpat kecil. Dengan cepat ia memilih sebuah mobil yang akan dibawanya hari ini dan berlalu dengan cepat menuruni tangga. Awalnya ada sedikit rasa enggan saat Him Chan memaksanya untuk pergi ke sector 4, tapi ia malah menjadi yang paling antusias saat hari dimana mereka pergi tiba.

“Sudah siap?” pertanyaan dari Yong Guk itu membuat Han Ni dan Ji Eun menoleh kearahnya, kemudian dengan langkah gontai Han Ni mendekati Yong Guk dan menerima gandengan tangan milik Yong Guk, sedangkan Ji Eun hanya tersenyum dan berjalan di belakang keduanya.

Saat mereka bertiga telah sampai di halaman mobil hitam metalik pilihan Yong Guk tadi sudah bersama seseorang, itu Him Chan bersama dengan sebuket mawar merah dan putih yang dibawanya, “Aku sudah menunggu di sini dari tadi, kalian lama sekali!”

Yong Guk hanya tersenyum saat sahabatnya itu melemparkan kunci mobil dan dengan tangkas ia menangkapnya, “Duduklah di belakang bersama Ji Eun, okay?” ujarnya pada Han Ni, membuat gadis itu mengangguk.

Dengan santai Yong Guk membuka pintu kemudi, setelah sebelumnya membukakan pintu untuk Han Ni, kemudian duduk memasang sabuk pengaman—tidak pasang sabuk pengaman: maka ia harus siap kehilangan lisensi mengemudi yang sudah susah payah ia dapatkan—begitupula dengan Him Chan yang duduk di sebelahnya.

“Hei, aku membawakan ini untuk paman dan Yong Nam, mau berbagi?” Him Chan menyodorkan buket bunga yang dibawanya pada Han Ni.

“Baiklah, aku akan membaginya di sana,” jawaban singkat itu membuat Him Chan mengangguk dan membantu Han Ni mengambil buket bunga itu.

Yong Guk  mengintip wajah Han Ni lewat kaca tengah, kemudian menyalakan mesin mobil sedan itu, membuat deru halus terdengar menggema ditemani dengan alunan musik Jazz kesukaan Han Ni yang mengalun dari music player, kemudian ban mulai berputar, meninggalkan halaman rumah milik keluarga Bang, menyisahkan jejak-jejak asap yang ditemani langit mendung, memulai perjalanan mereka kembali ke masa lalu.

=*=

“Kita sudah sampai,” Yong Guk mematikan mesin mobilnya setelah memarkirkan mobil hitam metalik dengan simbol Mercedez Benz itu di hadapan salah satu gedung ‘pemakaman’ di Sektor 4.

Seperti namanya sektor 4 adalah sektor ‘kematian’ tempat beribu-ribu hingga beratus-ribu orang beristirahat untuk selamanya, sektor yang dibangun khusus setelah Perang Dunia ke 3 yang membagi dunia menjadi 4 region besar. Sektor ini dulunya digunakan untuk memorial park orang-orang korban perang dunia namun setelahnya dikembangkan menjadi sektor pemakaman untuk semua orang. Ji Eun mengambil langkah dulu dengan mengisi arsip tamu kemudian bersama seorang penjaga kunci mereka berempat berjalan masuk.

Semenjak memasuki gedung besar yang sunyi itu, Han Ni hanya bisa memeluk lengan Yong Guk dengan kuat, Ia tak suka gedung besar yang sangat teramat sepi itu, tak banyak orang yang datang ke fasilitas pemakaman itu apalagi fasilitas itu hanya berisi batu-batu nisan dan abu jenazah yang disimpan dalam ruangan-ruangan khusus yang dilengkapi dengan hologram orang yang menjadi ‘pemilik’ batu nisan dan abu jenazah itu. Mungkin ini kali kedua Han Ni berkunjung ke tempat sang ayah dan kakak laki-lakinya, sejujurnya Han Ni tak suka untuk berlama-lama di tempatkan itu, walaupun Ia ingin bertemu dengan kakak dan ayahnya.

“Apa kau ingat dimana blok Paman dan Yong Nam?” Him Chan bertanya pada Han Ni yang masih dengan erat memeluk lengan Yong Guk yang tidak terganggu sama sekali.

Han Ni hanya mengangguk samar, bagaimana mungkin Ia tak ingat tempat peristirahatan terakhir ayah dan kakaknya, “Di lantai dua, section B, nomor 34 dan 35.”

Him Chan tak menanggapi lebih lanjut, ia takut akan memperburuk suasana, apalagi aura sedih masih tampak jelas diwajah Han Ni, ia hanya tak mau gadis kecil yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri menjadi sedih karena tragedi masa lalu itu. Mereka berempat hanya berjalan dalam diam, meninggalkan jejak-jejak sunyi yang membawa sebagian ingatan mereka kembali ke masa lalu yang suram dan gelap.

=*=

“Silahkan,”

Penjaga itu mempersilahkan mereka memasuki section khusus orang yang memiliki marga dengan awalan 바, Han Ni melepaskan genggamannya atas lengan Yong Guk dan berlari menuju section milik ayah dan kakak laki-lakinya. Ia berdiri terpaku saat melihat bilik kecil dengan pembatas kaca yang memisahkan tiap section yang berbeda marga, hologram wajah ayah dan kakaknya yang tersenyum membuatnya tak bisa lagi menahan air mata. Bulir-bulir air bening itu mengalir turun tanpa bisa Ia tahan, Ia tak kuat lagi, rasanya semua rasa sesak berkumpul di dalam dadanya saat Ia menahan air matanya. Wajah Ayah dan kakak laki-laki yang tersenyum kearah gadis kecil itu membuatnya merasa sangat rindu, mereka dua orang yang paling berharga dalam hidupnya terenggut oleh maut yang sebenarnya bisa dihindari, mereka orang-orang luar biasa yang terenggut darinya karena rasa iri dan tamak manusia.

Ji Eun hanya bisa memeluk gadis itu tanpa sedikitpun bicara, karena Ia tahu gadis itu luar biasa kuat saat melihat ayah dan kakak laki-lakinya dimakamkan 1 tahun lalu, Ia tak sedikitpun menangis bahkan Ia tak membiarkan seorangpun melihatnya bersedih, Ia tetap tersenyum dengan getir saat banyak orang menyemangatinya. Gadis kecil itu awalnya sama sekali tak mau membuka dirinya pada siapapun tak terkecuali kakak laki-lakinya, Ia lebih memilih mengunci diri dikamar dan tak sedikitpun membiarkan siapapun memaksanya untuk melakukan hal apapun. Ia berhenti untuk datang ke sekolah dan bertemu dengan teman-teman baiknya, ia juga selalu menolak untuk bertemu dengan mereka yang berusaha datang ke rumahnya dengan membawa banyak hal yang Ia sukai, Ia berubah 180 derajat menjadi orang yang luar biasa pendiam.

“Ayah… Oppa… Maafkan aku…” isaknya dengan pipi yang basah dengan air mata, Ia merasa begitu bersalah saat mengingat masa-masa dimana Ia menjadi orang yang begitu dingin dan diam.

“Berhentilah menangis Han Ni,” suara berat milik Yong Guk itu tidak sedikitpun bergetar, garis wajahnya yang keras tampak datar, genggamannya pada buket bunya yang ia bawa mengerat begitu pula tangannya yang lain, Ia memang tampak begitu kuat tapi jauh di dalam dirinya Ia begitu rapuh, sama seperti adiknya.

Han Ni hanya bisa mengusap airmatanya kemudian menahan tangisnya, sementara Ji Eun membantu gadis itu mengelap beberapa air mata yang masih lolos dari sepasang mata gadis mungil itu. Bang Yong Guk, pemuda yang masih berdiri dengan tabah dan tegar tanpa sedikitpun meneteskan airmatanya walaupun jauh dalam hatinya Ia sangat merindukan dua orang paling berarti dalam hidupnya. Ia bukanlah laki-laki yang pandai menunjukkan perasaannya tapi Ia orang yang akan menunjukkan perasaannya lewat perbuatan.

“Sekalipun kau menangis, mereka tak akan mengusap air matamu..”

=*=

Him Chan berlari-lari kecil sambil membawa 2 kaleng minuman dingin, kemudian ia berhenti saat melihat sesosok gadis mungil dengan dress hitam sedang duduk diam di ayunan besi yang tampak classic, langkahnya membawanya ke samping gadis itu kemudian berseru pelan sambil memberikan salah satu minuman kalengnya.

“Bang Han Ni masih suka minum susu?!” tanyanya dengan nada ceria, membuat Han Ni mendongak kearahnya dan mengambil susu kaleng dinginnya.

“Aku masih pendek Oppa!” jawabnya dengan nada yang tak kalah ceria, membuat Him Chan tertawa dan bergerak untuk duduk di samping gadis itu.

“Apa disini tidak dingin? Anginnya kencang sekali,” Him Chan merapihkan rambutnya yang terkena hembusan angin laut yang sangat kuat, sambil sesekali mencuri pandang kearah Han Ni yang memandang samudera biru nan luas di hadapannya.

Han Ni tak menjawab ia hanya diam, kemudian mengangguk pelan, angin laut membuat beberapa helai rambutnya berantakan, tapi ia tak peduli, ia masih merasa lelah setelah menangis di hadapan pusara ayah dan kakaknya. Ia bahkan tak sadar saat Him Chan melepas jasnya dan menaruhnya mengelilingi pundak Han Ni yang kecil.

“Jangan sampai kena Flu, masih banyak hal yang akan kita lakukan besok,” Han Ni memandang Him Chan dengan kebingungan, besok? Ia sama sekali tak berniat untuk kembali ke sekolah, dan dirumah ia tak mengerjakan hal apapun.

“Besok aku tidak akan melakukan apapun kok Oppa!” Him Chan hanya tersenyum membuat Han Ni penasaran dengan maksud dari senyum itu yang menurutnya punya maksud tertentu.

“Kenapa Oppa tersenyum seperti itu?” dengan segenap keberanian ia menanyakan hal itu pada Him Chan dan tentu saja senyum Him Chan kembali melebar.

“Ah, tidak ada apa-apa,” dan Han Ni menyerah untuk menanyai lebih lanjut hal tersebut, ia lebih memilih berkhayal sendiri dengan kemungkinan yang ada dari senyum itu.

“Begini saja, besok datanglah ke laboratorium di fasilitas bagianku, ada suatu hal yang menarik untuk Han Ni ketahui,” ajakan itu disambut dengan anggukan mengerti Han Ni sambil sesekali meminum susu dalam kalengnya.

Mereka sempat terdiam beberapa saat, angin masih saja berhembus kencang, langit di ujung samudra yang mulai bergejolak itu tampak gelap dengan awan abu-abu pekat, mungkin sebentar lagi akan datang badai, mungkin juga tidak. Saat Han Ni menyelesaikan sekaleng susunya ia memainkan kaleng itu dengan kedua tangannya, sedangkan Him Chan hanya duduk santai sambil terpaku memandangi lautan biru nan luas yang berombak-ombak akibat angin dan arus di bawah air yang cukup kencang.

“Han Ni, bolehkah Oppa bertanya sesuatu?” tanya Him Chan memecah keheningan di antara ia dan Han Ni, menyebabkan gadis itu menoleh kearahnya dengan wajah sebal, terkejut dikejutkan pertanyaan tiba-tiba Him Chan.

“Oppa mau tanya apa? Tumben bertanya dahulu?” gadis mungil itu kembali mengalihkan pandangannya ke arah laut yang mulai terlihat biru keabuan.

“Kau menyukai’nya’?” sebuah pertanyaan singkat dari Him Chan membuat Han Ni dengan cepat menoleh kearah Him Chan, memastikan siapa yang dimaksud Him Chan, hingga akhirnya sebuah foto seorang pemuda dengan rambut pirang kecoklatan yang sangat ia kenal muncul di hadapan Han Ni lewat ponsel milik si Oppa.

Gadis itu hanya terdiam, ia belum yakin apa benar ia menyukai Zelo, perasaannya mengatakan iya tapi logikanya mengatakan tidak. Dia seorang robot, oke, itu memang benar, tapi ia juga punya program yang sesensitif manusia, ia juga punya hati. Gadis itu memainkan ujung gaunnya dengan canggung, kemudian menjawab dengan nada kecil yang terelan suara ombak di bawah tebing walaupun Him Chan masih dapat mendengar dengan jelas apa yang ia ucapkan .

“Aku tidak tahu Oppa.”

=*=

 55% Side C Charging

=*=

A/N: Okay… sebenarnya ini draft sudah tertulis sejak lama tapi karena author kelewat lelet dan males jadi ya… anyway please enjoy and don’t forget to re-view~!!

All. Want. Candy © 2013

13 tanggapan untuk “Endless Energy Called Love [55%] Side C”

  1. Hello…hello…aku makin semangat buat nunggu lanjutanny. Smoga part brikutny ad kabar baik buat Han Ni.

    Disini lbh difokuskan ttg keluarga Han Ni dan Zelo blom nongol. Suka bgt ma karakter Himchan disini dan Young Guk juga trlihat keren disini sbg oppa.

    Lanjutanny slalu kutunggu 🙂

    Suka

  2. hai kak dea xD
    akhirnya oh akhirnya saya ngebaca E2CL kak ._. marathon dari trailer sampai side C ini. Horeeee *tepuk tangan buat diri sendiri*

    i do love it, hahaha sci-fi yang kakak gambarin bikin aku berimajinasi bagaimana dunia pada tahun itu ._. apakah aku masih hidup? /oke abaikan ini/

    kak, masih 55 kan? still 45 left? woohoo i can’t wait next part~
    dan, aku suka penggambaran semua karakter di sini kak~
    anyway yongguk masih belum nemuin data dari ayahnya tentang zelo yah? entah kenapa aku punya firasat datanya ada di kotak harta karun Han Ni/? /ngaco/
    hahahaha

    yosh! GANBATTE sama semua projectmu kakdeaaa, dan semoga gak ada acara hilang-hilangan lagi, hehhe

    Suka

  3. kak Author ini kelanjutannya masih adakah? duh ngebet banget nih .____.
    post dong hehe
    jadi penasaran sama nasib Zelo-Hani :3
    pengen juga punya sodara kaya Yongguk xD hehe

    Suka

  4. Dan sialnya kau berhenti di sini nad. Ah, sungguh. Kau memang menyebalkan. Dimana Zeloku? Kembalikan ia padaku. Aku menunggu.

    Suka

  5. kaka kenapa ini ga di lanjut?
    padahal ceritanya seru lho.
    aku suka banget. sampe sekarang aku masih nunggu.
    please update dong ka…

    Suka

Leave Your Review Here!