[Ficlet] What’s Wrong?

What’s Wrong?

by laisalsa (@laissalsa on twitter)

 1

starring BTS’s Seokjin and  OC’s Lean

Ficlet – G – romance, fluff

 1

summary

the problem is, i love you.

***

 “Lean?”

  1

Seokjin melambaikan tangannya di depan wajah Lean yang sedari tadi hanya duduk di tepi ranjang seraya memindai kosong dinding. Beberapa menit sebelumnya, Lean amat sendirian di kamar kecilnya. Tenggelam dalam alam lamunannya yang sama sekali tidak bisa dibilang menyenangkan. Namun kini kamar bernuansa putihnya dipenuhi suara lantang Seokjin yang menyebut-nyebut namanya.

Salahkan saja ibunya yang memperbolehkan Seokjin masuk ke dalam kamar Lean tanpa bertanya pada sang pemilik kamar terlebih dahulu.

  1

“Lean,” panggil Seokjin lagi. Entah untuk yang keberapa kalinya. Sementara Lean bergeming.

Bosan karena tak kunjung mendapat perhatian, Seokjin berlutut di dekat telapak kaki Lean yang menapak karpet. Terakhir ia menggelitik Lean, pelipis kanannya mengeluarkan darah karena menjadi sasaran empuk hak high heels gadis itu. Sekarang, Seokjin sedang memutar otak untuk mencari cara yang lebih ‘aman’.

Selang enam detik berikutnya, dengan sangat hati-hati—demi Tuhan, Seokjin lebih takut mendapat amukan Lean dibandingkan apapun—, Seokjin menarik dagu Lean sedikit lebih rendah agar manik hazel Lean beralih ke arahnya.

  1

“Hei, lihat aku.” Seokjin mencubit dagu lancip Lean gemas.

Akhirnya, mereka saling bertukar pandang. Meski kenyataannya Seokjin yang memaksa, dengan minat yang belum terkumpul seutuhnya, Lean tersadar dari dinding polos yang beberapa saat terakhir menjadi teman perang batinnya. Mata sayu Lean memandang lemas Seokjin yang penasaran sekaligus jengkel setengah mati.

Seokjin menurunkan tangannya sebelum mengubah tatapannya menjadi tatapan menuntut. Seokjin baru tahu hobi Lean adalah melamun. Selain membaca novel dan menyanyi, tentu saja.

  1

“Ada apa?” Tanya Seokjin, mencoba menggunakan sisa-sisa kesabarannya.

Lean menarik nafas dalam. Mengisi paru-parunya dengan seberkas oksigen yang kini terkontaminasi aroma khas Seokjin. Sepersekian detik selanjutnya, ia merutuki dirinya sendiri. Kenapa begitu banyak detil tentang Seokjin yang aku tahu?

  1

“Tidak ada.” Lean mengibaskan tangan. Susah payah menghindar dari tilikan maut dari iris cokelat milik Seokjin.

Mata Seokjin menyipit, ragu akan jawaban pendek Lean. Biasanya, jika Seokjin datang tanpa kabar ke rumahnya, Lean tidak pernah memberikan Seokjin izin untuk memasuki kamarnya. Bahkan untuk ke lantai dua rumahnya. Ia hanya dipersilahkan menunggu di ruang tamu. Sekarang, tatkala Seokjin masuk tanpa salam pun, Lean tak menggubris—hei, dia hanya terlalu malas untuk kali ini.

  1

“Bohong.” Seokjin memutar bola matanya, “what’s wrong, Lean?” Tanya Seokjin dengan penekanan di setiap katanya.

Lean mengernyit. Tidak ingat sejak kapan Seokjin memiliki sifat ingin tahu yang akut seperti ini. Lean berdiri, melepaskan jari Seokjin di dagunya perlahan, lantas menatap pantulan dirinya di cermin yang menggantung rendah di seberang kasur.

  1

“I said I’m fine, that’s enough right?”

Padahal, kantung matanya sudah menebal, surai pirangnya tidak disisir sejak semalam, piyamanya juga masih melekat di tubuh. Lean menggeleng-gelengkan kepala, prihatin akan diri sendiri. Kebohongannya terlalu kentara. Dan bodohnya, Seokjin masih saja bertanya—bukankah penampilan Lean sudah memperjelas segalanya?

  1

“Just answer. What’s wrong?”

  1

“Aku sudah menjawabnya sejak tadi! Aku tidak apa-apa, Seok Jin Ah. Dan tolong berhenti bertanya.” Ah, emosi Lean tercurah sedikit.

Padahal, dia cemburu. Tugas berdiskusi Seok Jin kemarin mampu membuat rencana Lean untuk berkunjung ke rumahnya secara tiba-tiba menjadi malam paling buruk selama hidupnya—astaga, Lean benar-benar cemburu. Seokjin mendapat pasangan Jenn, gadis tercantik seantero sekolah. Mereka mengerjakan tugas diskusi (sialan) tersebut di malam minggu. Dan, bukan di rumah Seokjin ataupun rumah Jenn, melainkan kafe. Guys, I know you already got the point. Jadilah tak ada kata ‘tidur’ di kamus Lean semalam.

Lean berbalik, kemudian membanting tubuhnya di kasur. Seolah kasur mempunyai daya magnet tersendiri terhadap tubuhnya. Sunyi. Tapi ia yakin Seokjin akan kembali bercicit tidak penting.

  1

“Lean,” Seokjin merangkak layaknya kucing sebelum duduk di bersila di samping Lean.

  1

“Apa?!”

  1

“I love you.”

  1

“Aku tidak…”

Apa katanya tadi? Butuh beberapa detik lamanya untuk Lean mencerna kalimat singkat itu.

  1

“Candaanmu tidak lucu, Seokjin.” Lean mendesis.

Walau pada kenyataannya Lean dapat merasakan pipinya memanas. Mungkin warnanya sudah semerah kepiting rebus. Dan, syukurlah ia dapat menemukan bantal di dekatnya. Sebuah pernyataan yang blak-blakan dan terbilang tidak tepat waktunya. Tapi, Seokjin merasa tidak sanggup lagi menahan tiga kata itu untuk tidak terlontar.

  1

“I love you.” Tegas Seokjin seraya mengangkat sudut bibirnya tinggi-tinggi.

  1

“Are you fuckin kidding me?” Lean memekik, tapi suaranya teredam bantal.

  1

“I love you too.” Oh, yaampun, ia terlalu jujur. Persetan dengan gumpalan rasa cemburu itu.

Lean berguling. Ganti menatap plafon putih ruangan. Sudut matanya melirik Seokjin yang cengar-cengir di tempatnya duduk. Lean menggigit bibirnya, masih merasa asing dengan pengakuan perasaan mereka berdua. Seokjin terkekeh kecil dari tempatnya melihat gelagat aneh Lean. Ketika suara tawa itu telah sampai di gendang telinganya, dengan brutal Lean melempar bantalnya ke arah Seokjin.

  1

“Jadi, ada apa?” Ia bertanya, lagi, selepas menangkap dengan tangkas bantal lemparan Lean.

  1

“The problem is, I love…“ Belum selesai Lean berteriak, Seokjin sudah lebih dulu mengunci bibirnya dengan sebuah kecupan singkat.

  1

  1

  1

 1

Now, the wrong thing is, her heartbeat is out of control.

fin

A/N:

HAI! Hahaha aku tahu ini masih jauh dari kata bagus dan masih banyak kesalahan ataupun kekurangan. Juga kalimat bahasa Inggris yang… pokoknya grammar-ku juga masih acak-acakan. But, sebelum drama week, biarkan aku menerbitkan first fic aku disini. Walaupun cuma sekadar ficlet fluff (gagal). And, hello movie freaks!

Mind to review? 😀