[FICLET] FERNWEH

Fernweh

 

a comeback (?) movie by bapkyr (bapkyr)

FERNWEH

GOT7′ Mark Yi-En Tuan & OC Aluna Jun | Romance, Hurt, Friendship, Life | G | Ficlet

Karena katanya, cintaku sepelik mengingat yang tak pernah diketahui; rindu pada tempat yang tak pernah dikunjungi seperti fernweh.

(terima kasih AZURA buat posternya! ini super keren)

.

.

“Jeje, tunggu dong!”

Suara gadis itu menggetarkan telingaku, meski bukan namaku yang dipanggilnya. Dengan surai cokelat yang ia biarkan menjuntai begitu saja sebatas bahu, gadis itu membuat jantungku berhenti bekerja sepersekian detik. Ia melintas di hadapanku dengan terburu-buru, melambaikan tangan kemudian menundukkan kepalanya ketika mata kami bertemu. Surainya mengibas wajahku pelan, namun aku tak keberatan. Detik setelah ia berada di bahu jalan yang berlainan denganku, aku tersentak. Bukan hanya wajahku yang terkena kibasan surainya, tapi hatiku juga.

.

.

Aluna menyebutnya ombre. Aku tak tahu, ia mengatakan pada semua orang bahwa jenis rambut dua warna pada kepalanya adalah tren ombre masa kini. Entahlah. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala saja. “Aku menggunakan karakter minion di sini, lihatlah. Cantik bukan?” Ia mulai memamerkan kukunya pada para gadis yang berkerumun. Tentu hadirin yang ada adalah mereka yang juga tak kalah melek fashion dari Aluna Jun. Tapi, tetap, Aluna adalah trigger-nya.

Ketika para gadis sibuk mengelu-elukan hasil ‘kerajinan’ yang dibuat Aluna, mataku tak sengaja bertemu dengan gadis itu. Ia tersenyum padaku dan aku membalasnya dengan singkat. Harusnya momen tadi akan menjadi lebih berharga jika saja aku tak memecah kerumunan para gadis tadi dengan suara buku-buku kuliahku yang mendadak terjatuh menimpa kakiku. Aku mengaduh. Tiga buku dengan halaman setebal dua ratusan tersebut sukses membuat kerumunan gadis tadi memandangku dengan wajah tak senang. Bahkan beberapa dari mereka mulai meninggalkan Aluna setelah memicingkan mata padaku.

Nerdy, ckck.” Ucap gadis berkulit hitam yang baru saja melewatiku.

Aku tidak biasa untuk berbicara dengan Aluna meski aku telah berada satu kelas bersamanya sejak tiga bulan perkuliahan terakhir. Aluna adalah tipe Mary Jane dalam Spiderman, sedangkan aku—yah—bisa diibaratkan pemeran laba-labanya. Aku bukanlah apa-apa dan siapa-siapa.

Mary Jane—ah—maksudku Aluna Jun sebagai orang terakhir yang keluar dari kelas sempat memandangku melalui sebuah celah kecil dari kacamata hitamnya. Ia membenarkan syal rajut yang ia pakai sebelum akhirnya tersenyum sebentar dan meninggalkanku.

Jika aku boleh jujur, itu adalah kali kedua Aluna melempar senyum manisnya hanya padaku. Ia tak pernah senyum seperti itu pada orang-orang asing di sekitarnya.

Jadi yang kupertanyakan di sini adalah,

Apakah Aluna Jun menyukaiku?

.

.

“Bisa geser sedikit, Nerdy?” Pria gemuk mendesakku agar aku terus menggeser bokongku hingga ujung kursi panjang ketika aku berada di perpustakaan. Saat itu aku tengah membaca sebuah koran besar sehingga aku terpaksa mencari tempat duduk lain. Aku tidak pernah suka meja baca yang bersekat-sekat. Aku cenderung gemar membuka tiga atau empat buku secara bersamaan, dan kapasitas meja bersekat sangat tidak kompatibel dengan gaya membacaku.

Terima-kasih untuk pria gendut tadi yang susah payah mendesakku ke tempat itu.

Dan, di sinilah aku; menundukkan kepala, tenggelam di atas lembaran buku tebal sembari memusatkan konsentrasiku akan barisan aksara yang bisa kubaca.

Prang!

Baru saja berhasil membaca satu alinea, aku sudah dikagetkan dengan suara berisik dari sisi kananku. Seorang gadis tengah menenggelamkan kepalanya di balik sekat-sekat kayu sehingga aku tak tahu ia siapa. Sebuah cermin kecil jatuh di dekat kakinya, terpecah-belah. Aku bisa mendengar penjaga perpustakaan yang dikenal berperingai buruk, tengah berkoar-koar akan kekhidmatan dan kesenyapan perpustakaan yang harus selalu dijaga, atau apalah, aku tak benar-benar peduli.

Dan keputusanku untuk tak peduli akhirnya berimbas pada satu keberuntungan di luar nalar. Gadis itu mulai mengangkat kepalanya sembari menyibakkan surainya ke belakang telinga. Ia melongok, memanjangkan lehernya ke kanan dan ke kiri untuk memastikan tidak ada yang melihatnya. Kemudian ia mengembuskan napasnya, ditambah dengan ekspresi lapang di wajahnya.

Ia melihatku kemudian, dan aku mengenali surai ombre-nya. Aluna Jun? Di perpustakaan? Serius?

Ia melejitkan bahu kemudian terkekeh-kekeh lugu di hadapanku. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan dan memungut pecahan cerminnya dengan hati-hati. Aku hanya melihat saja, setengah takjub, setengah tak percaya.

Sorry ya. Enggak sengaja.” Aluna mengangkat tangannya sedikit untuk menunjukkan serpihan cermin miliknya padaku, kemudian ia terkekeh lagi, kali ini dengan wajah tak nyaman seolah ia telah melakukan kesalahan besar padaku.

“Oh,” aku meresponsnya dengan cepat, menghilangkan kecanggungan yang mungkin akan terjadi jika aku bertindak sebaliknya. “Gak apa-apa kok. Aku juga baru baca satu alinea.”

“Jadi aku mengganggu ya?”

“Iya—eh, enggak juga.”

Sorry ya. Aku kaget tadi aku pikir kamu dosen. Soalnya aku lagi dikejar-kejar dosen.” Aluna menggelembungkan pipinya kemudian mengembuskan udara dari dalam pipinya, keluar. Ia nampak berbeda dengan Aluna yang biasanya aku lihat setiap hari. Ini pertama kalinya aku melihat gadis itu  menunjukkan sisi kekanak-kanakannya.

Tak mau membiarkan kesempatan langka berbicara dengan Aluna pudar begitu saja, aku berbicara kembali. “Memangnya kamu buat salah apa sampai dikejar-kejar begitu?”

“Aku bolos tiga kali.”

“Biasanya dosen bersangkutan akan membuatmu tidak lulus dalam mata kuliahnya, tapi aku baru dengar kalau ada dosen yang sampai mengejar-ngejar mahasiswinya seperti dalam kasusmu.”

“Masalahnya,” Aluna melirik ke kanan dan kiri, memastikan suasana kondusif sebelum ia berbicara. Ia merendahkan suaranya dan mencondongkan tubuh ke arahku. “Dosennya adalah pacarku.”

Aku membeku kemudian.

Aku menyesal telah bertanya.

.

.

Hari-hari setelah itu aku hanya memandangi Aluna dari jauh. Kabar baiknya adalah, Aluna mengenalku, ia tahu namaku dan aku sering disapanya. Jika ada yang ia tak tahu, maka itu adalah hatiku. Sejak senyuman pertamanya di hari kami bertemu, hatiku selama ini berdebar untuknya.

Pada Aluna, bukanlah pengalaman pertamaku dalam mencintai seorang gadis. Namun pada Aluna-lah pertama kalinya aku mencintai diam-diam seperti ini. Ia sangat baik, kelewat baik meskipun kami baru saja berkenalan seminggu terakhir. Ia mengklaim bahwa hanya akulah satu-satunya orang yang dekat dengan dirinya tanpa pamrih, sehingga ia banyak bercerita padaku soal kehidupannya yang ternyata jauh sekali dari kenyamanan.

Kadang aku bertanya-tanya, jika suatu hari ia menemukanku telah mencintainya diam-diam seperti ini, masihkah aku digolongkannya sebagai orang tanpa pamrih dalam pertemanan dengannya?

Atau dia memutuskan untuk membenciku?

Ah, aku tak berani berspekulasi. Cinta-mencintai kadang tak bisa dijelaskan dalam barisan aksara meski aku bisa mengurainya dengan indah. Karena bagiku, mencintai Aluna seperti halnya menenggak racun yang kuramu sendiri. Ironis.

.

.

Hari-hari selanjutnya adalah sebuah senin sampai minggu yang biasa saja. Aku hanya melakukan rutinitasku dengan normal, meski aku akui, rasanya sepi tanpa Aluna beberapa hari ini.

Terakhir ia mengabariku soal liburannya ke suatu tempat di luar negeri dan maaf saja, aku lemah dalam geografi jadi jangan tanya kemana Aluna.

Gadis itu pergi dengan keluarganya dan keluarga kekasihnya. Tidak aneh sih, mungkin mereka merencanakan semacam perjodohan keluarga atau semacamnya. Aluna juga pernah bercerita soal kekasihnya yang memang ingin cepat-cepat menikahinya setelah ia lulus perkuliahan nanti.

Jadi pertanyaannya,

Kenapa aku masih peduli?

Aku sudah tahu siapa Aluna dan siapa aku, bagaimana Aluna dan bagaimana aku, bagaimana keluarganya dan bagaimana kehidupanku. Kami tak cocok, tapi otakku terus memaksanya. Hingga aku lelah sendiri dan memutuskan untuk tidak acuh pada gadis itu.

Aku tak mengangkat teleponnya, pun tak menyapanya ketika beberapa hari kemudian ia datang ke perpustakaan, membawakanku banyak sekali buah tangan.

“Aku tahu aku enggak punya kepribadian keren untuk bilang kayak gini, tapi maaf saja, kamu bisa bawa lagi semua barang itu.” Ujarku begitu ia terkekeh-kekeh lugu di hadapanku. Aku tak tahu apa yang membuatku begini, jujur saja. Hatiku menginginkan respons yang lain, seperti sebuah pelukan rindu barangkali? Tapi otakku malah bertindak sebaliknya.

Aku menjauh dari Aluna sejak detik itu. Aluna pun nampak tak peduli lagi. Ia kembali dengan rutinitas berganti-ganti gaya rambut dan sebagainya untuk mengukuhkan posisinya sebagai gadis populer seantero kampus. Kalau ada kesempatan bagiku bertemu tatap dengannya, dia lah yang akan mengalihkan maniknya terlebih dahulu, kemudian menyibukkan diri dengan hal-hal lain tanpa mengacuhkanku.

Lama-lama, alih-alih sirna, kerinduan dan kecintaanku pada sosok Aluna malah semakin bertambah. Setiap detik yang kami buat untuk menghindari satu sama lain, seolah membuat rinduku bertambah sedetik lagi. Hingga kini bertumpuk dan membuatku setengah tak waras.

Aku tak lagi konsentrasi belajar, nilai-nilaiku menurun drastis dan beberapa kali aku mangkir dari jadwal perkuliahan. Dan semua degradasi tersebut disebabkan karena seorang wanita yang mungkin kini sedang tertawa-tawa di kafe bersama teman-teman populernya—atau mungkin dengan kekasihnya.

Dugaanku tadi pada akhirnya menjadi sebuah dugaan picisan belaka. Faktanya, aku menemukan Aluna Jun, duduk sendirian ketika kampus sudah tidak menunjukkan geliat di malam hari. Kupikir ia tengah membaca sebuah buku dengan khidmat kemudian menangis tersedu karenanya. Tapi setelah kuamat-amati, aku tahu bahwa ia tidak sedang memegangi buku sama sekali. Di hadapannya hanya ada sebuah cincin perak yang kemudian ia lempar entah kemana. Aluna terpekur kembali di antara ruang yang dibuat sekat-sekat meja kayu perpustakaan, kemudian ia menghabiskan malam itu dengan menangis di sana.

Aku menyembunyikan tubuhku di balik rak-rak, tak ingin dilihat olehnya. Meski aku ingin sekali melapangkan dadanya dan menguatkannya dengan kata-kata motivasi, tapi aku tak berdaya. Rasanya akan sangat canggung jika aku menghampirinya.

Tapi tetap saja, aku tidak bisa mengatakan aku tak peduli kali ini.

Bagaimana bisa aku digolongkan sebagai pria yang tak acuh sementara aku menunggui Aluna Jun menangis diam-diam hingga pagi?

.

.

Aku baru tahu esoknya; Aluna Jun dan kekasihnya resmi berpisah. Ada desas-desus bahwa salah satu dosen kami telah tertimpa musibah dengan terlibat skandal dengan salah satu asistennya. Dan aku tahu siapa yang dimaksud oleh rumor tersebut.

Aluna Jun menjadi bahan pergunjingan. Untuk pertama kalinya, mereka tak membicarakan perihal rambut baru Aluna atau cat kuku karakter miliknya. Alih-alih, asmara Aluna Jun yang ia simpan rapat-rapat selama ini terkuak begitu saja bagai selai cokelat di dalam roti sobek dan semua orang sedang khusuk-khusuknya menikmati selai tersebut.

Aku mencari-cari Aluna di saat semua orang menjauhinya. Klise memang, tapi aku sama sekali tak berniat menjadi seorang pahlawan di saat-saat terpuruknya. Yang kuinginkan hanyalah memastikan bahwa Aluna baik-baik saja.

Ponsel Aluna terus-menerus tidak aktif sejak hari itu. Ia tak nampak di kampus, juga di sekitar rumahnya. Ada desas-desus Aluna bunuh diri dan sebagainya, namun aku tak percaya begitu saja. Senja di hari sabtu akhirnya mempertemukanku dengan gadis misterius itu. Ia tengah duduk-duduk di sebuah taman sepi. Di tangannya ada sebuah eskrim yang perlahan mencair, ah, bukan. Tadi itu air matanya yang melelehkan eskrim, bukan eskrimnya.

“Hai,” sapaku kikuk. Kehadiranku nampak tiba-tiba sekali baginya sehingga ia terlonjak. Air mata di pipinya buru-buru ia seka. Kemudian ia menggeser posisi duduknya, untuk menyediakan ruang bagiku untuk duduk. “Buatmu.” Kataku sambil menyerahkan beberapa cokelat untuknya.

“Aku enggak perlu dikasihani.” Jawabnya ketus, tanpa melihat padaku.

“Enggak kok,” aku mencari-cari alasan. Tentu aku tak ingin Aluna menebak apa maksudku secara gamblang. “Aku punya banyak cokelat di kulkas, kupikir aku enggak bisa menghabiskannya sendirian.” Alibi yang sangat lemah, tapi well, aku tak punya rencana cadangan.

Aluna tertawa atas kekikukkan alami yang aku lakukan. Ia merebut cokelat dari tanganku dan mulai membuka bungkusnya, tanpa banyak komentar. Aku diam-diam mengembuskan napas lega. Tanganku mulai berkeringat dan aku memulihkannya dengan menggosok-gosokkan telapak tanganku di atas balutan jeans pada pahaku sendiri.

“Kamu pasti sudah tahu ‘kan apa yang terjadi padaku?” Aluna berbicara tanpa memandangku. Aku mengangguk, dan bicara padanya, “Ya. Sedikit.”

“Aku mencintai pria brengsek selama ini.”

“Oh… um…”

“Apa aku terlihat pantas untuk pria brengsek semacam itu? Maksudku, ayolah! Aku Aluna Jun dan aku jatuh dalam perangkap pria semacam itu. Aku kesal sekali hingga rasanya dada ini mau meledak! Tapi aku cuma bisa menangis.”

Sebentar. Aku tidak begitu paham soal ini.

“Maksudnya… kamu enggak menangisi pria itu karena dia mengkhianati kamu?”

“Buat apa? Aku bukan gadis kayak gitu. Kalau kamu lihat aku menangis, itu karena aku kesal sama diriku sendiri. Kok aku bisa sebodoh ini.”

Wohoo, gadis yang unik sekali.

“Jadi, alasan kamu enggak masuk kuliah adalah?”

“Aku kacau, dan aku belum memikirkan style baru untuk kukenakan ke kampus. Jika mereka melihatku berantakan, mereka pasti akan berpikir aku adalah gadis cengeng yang lemah. Aku harus memikirkan sebuah style baru yang kuat, yang membuat para gadis di kampus membenci diri mereka sendiri karena mereka bukan aku. Aku ingin nampak sempurna sehingga mereka ingin menjadi seperti diriku.”

Aku terbengong-bengong sepersekian detik lamanya. Ketika eskrim Aluna terjatuh ke pangkuanku dan mengotori celana jeansku barulah aku tersadar. Aluna adalah gadis dengan versi agak berbeda dengan versi kebanyakan, dan entah kenapa aku sangat bangga berani mencintainya…..

meski diam-diam.

“Maaf buat eskrimnya. Tapi omong-omong soal tadi cuma kamu lho yang tahu, Mark.” Aluna tersenyum padaku. “Karena aku enggak mau ada rahasia di antara kita. Aku percaya kamu, Mark. Kamu pria yang baik, meski selera fashionmu payah sekali.”

Aluna menepuk pundakku dan mengajakku tertawa bersamanya. Aku terkekeh-kekeh kecil, menghargainya meski aku sangat terganggu soal kalimatnya barusan. Enggak ada rahasia di antara kita.

Faktanya, aku memiliki sebuah rahasia besar yang kupendam dalam-dalam; perasaanku padanya. Ketika Aluna berkata demikian, aku seolah-olah telah berkhianat padanya secara mental dan ironisnya, aku juga menyerang mentalku sendiri dengan begini.

“Ah tapi syukurlah ada kamu, Mark. Aku sempat enggak tahu harus bagaimana waktu kamu memusuhiku tiba-tiba. Aku rindu mengobrol denganmu.”

“Aku juga,” balasku cepat tanpa berpikir. Kupandang Aluna, wajahnya menunggu kalimatku selanjutnya dengan penuh ekspektasi. Ia benar-benar berpikir aku telah menjadi temannya tanpa perasaan lebih yang mana itu adalah kebohongan belaka, pada akhirnya. Haruskah aku mengatakannya sekarang?

“Aku juga rindu kamu, Lun.” Kataku, pendek. Jika Aluna paham, maka ia akan menemukan makna lain di balik kalimatku tadi. Makna yang benar-benar aku pendam selama ini. Namun jika Aluna benar-benar berpikir bahwa aku adalah seorang sahabatnya saja, maka seharusnya ia telah terkekeh-kekeh selepas aku berbicara.

Dengan takut-takut, kulirik Aluna, melihat ekspresi bagaimana yang ia tunjukkan selepas aku berkata demikian. Lantas aku menemukannya telah memandangku, dengan senyum simpul di wajahnya. Ia memanjangkan tangannya demi meraih pundakku dan menepuk-nepuknya. “Aku juga rindu kok. Kita sama.”

Alih-alih canggung, Aluna sumringah saat menatapku. Ia benar-benar tak berpikir soal perasaanku. Ia benar-benar tak tahu.

“Aluna,” aku menurunkan tangannya dari pundakku. Ia sedikit terlonjak karena gerakan tiba-tibaku yang seperti ini. Aku juga tak begitu yakin dari mana datangnya keberanian seperti ini, tapi toh aku sudah membuat Aluna kini memusatkan perhatiannya hanya padaku. “Aku benar-benar rindu kamu. Kau tahu, rindu dalam arti sebenarnya.”

“Lho?” Aluna mengernyitkan dahinya. “Maksudku juga itu, memangnya ada rindu jenis lain ya?”

“Ada.” Aku segera menjawabnya. “Seperti Romeo pada Juliet, rinduku seperti itu.”

“Mark? Maksudmu…”

“Ya.” Aku menahan napasku kemudian mengembuskannya sembari berujar, “aku merindukanmu karena aku mencintaimu.”

Aluna menggeleng. Tanpa sadar jarak kami sudah menjauh beberapa inci. Aku tahu reaksinya akan berlebihan dan tidak wajar. Juga soal dia akan menganggapku sama seperti para pria lain di kampus. Tapi aku sudah tak peduli. Perasaan ini jika terlalu lama kupendam akan menjadi racun yang membunuhku perlahan. Aku lebih baik mati seketika, daripada mati perlahan dan tersiksa.

“A—aku tahu kau akan marah… “

Well,”

Aluna memotong kalimatku yang menyuarakan kegugupan. Ia terlihat terkejut namun dengan pandainya gadis itu berusaha menyembunyikannya demi membuat suasana senja ini menjadi sedikit nyaman buatnya dan buatku. Otakku masih berotasi tak wajar, sedangkan hatiku berdetak tak berirama sama sekali. Bunyinya hanya seperti sebuah tong yang dipukul oleh gelandangan jam tiga pagi, apalagi saat Aluna mulai bicara melalui bibir kecilnya.

“Baru-baru ini aku pergi ke Jerman dan aku baru tahu bahwa ada istilah bagi mereka yang selalu merasa rindu atas tempat yang belum mereka kunjungi. Mereka menyebutnya fernweh.”

Aku termenung. Dengan tiba-tiba Aluna menceritakan hal yang tidak ada kaitannya dengan pernyataan cintaku alih-alih, aku tergoda untuk mendengarkannya lebih lama lagi sembari menikmati saat-saat maniknya memandang terlalu dalam pada manikku.

“Dan kurasa, kamu mengalami fernweh, Mark.” Tutupnya.

Aku mengerutkan dahiku, takjub bahwasanya Aluna menggerakkan bibirnya hanya untuk kalimat-kalimat implisit tadi. Selepasnya, ia berhenti memandangiku, kemudian mendesah. Kepalanya ia tengadahkan ke langit yang mulai gelap.

Aku merenungi ucapannya; setengah tak mengerti.

Seolah paham akan rasa gundah dan ketidakpahamanku, Aluna berbicara lagi. Kali ini ia menolak untuk berpandang-pandangan denganku. Manik jernihnya ditunjukkannya ke atas temaramnya langit malam, bibir kecilnya bergerak kembali, menyusun kalimat-kalimat yang membuat posisiku jelas di matanya; membuatku tahu bahwa bagi Aluna, seorang Mark adalah…

“Kau rindu padaku? Bagaimana bisa kamu mengatakan telah merindukan seseorang, yang bahkan hatinya tak pernah kamu tempati, Mark? Fernweh, dan fernweh bagiku tidak masuk akal.”

…pria yang berada di area pertemanannya saja.

.

.

FIN


 

YAELA MARKLUNA DEUI. hehehee maapkeun yorobun tanganku gatel pengen bikin MarkLuna lagi he he he

By the way, buat yang masih kangen sama Mark, tungguin project movie festivalku ya. Bakal di post antara tanggal 2 sampai 9 september 2014 ini. Aku mendapuk Mark dan Himchan buat brothership-an. Dan fyi, itu proyek FF historikal-fantasi pertamaku. Kalian akan diajak kembali bertualang ke 1912. Pokoknya tungguin ya :p dan doakan semoga proyek ini berhasil.

Anyway, maaf aku udah lama gak buat riddle nih yoyoi, tapi akan ada riddle secepatnya. Demi menyambut mz mz Winner yang telah debut kece hari ini yuhuhuhuhuhu.

Makasih buat yang udah baca~

Salam damai dan DIRGAHAYU INDONESIAKU!

Nyun

22 tanggapan untuk “[FICLET] FERNWEH”

  1. CIE KAK NYUN MAKE BAHASA BARU :G
    Well, agak aneh emang pas bacanya. Bahasa baku dicampur sama bahasa gak baku emang beda(?)

    Btw ini akhirnya si Mark atit anet ya atit anet. Awas loh kak anak orang nanti bunuh diri D;
    Tapi kalimat penolakannya bagus euy kreatip bisa ditiru/? :v

    over all aku mah selalu suka cerita kakak hwhwhw :3 Cepet kelar ya kak projectnya, Amin!

    Suka

  2. rasanya…aku agak sedikit aneh baca ff kakak dalam kemasan begini wkwk. tapi tetep keeeeeereeeeen. kasian ya mark…dan tampaknya aku juga lagi merasakan apa yg mark rasakan tapi aku versi cewenya walopun aku gatau aku suka sama tu orang apa engga.

    BAIK AKU NGAPAIN CURCOL?

    pokoknya kak….

    aku….

    kangen…

    RIDDLE KAKAK! Hiyaaaaa asli deh,jujur dari semua author disini yang bikin riddle gaada yg bikin aku muter otak semuter otak aku kalo baca riddle kakak. kan riddle kakak juga yg membuat aku pensiun sepenuhnya jd siders wkwk. pokoknya aku suka banget riddle kakak! apalagi yg unlucky hihi meskipun aku agak bete sama yg terakhir ituloh yg craziness karena rupanya aku tertipu mentah-mentah. huhuhu

    Baik dan aku capruk banget.

    Dan kak! aku juga nunggu ff kakak yg movie festival itu hihi kayaknya asyik baca ff kakak dalam kemasan baru historical wohooo. mangatse kakaknyun!

    udah ah bisi kaknyun males baca panjang teuing.

    eh kak,buka ask.fm dong,aku (vidyantipswr) nge ask kakak karena butuh bantuan kakak ehehe. makasyiiiiii

    Suka

  3. Maaark!! Sini sini klo kmu ditolak sm aluna berarti kmu sm aku ajah sini.. #tighthug
    Poor mark, aluna bnr2 nganggap dia cm tmn aja.. seandainy aluna tau mark ikutan nemenin dia nangis semalaman di perpus universitas.. klo aku pasti lgsg luluh, hehee.. #halah

    Btw, pertama2 baca aku agak bingung loh kanyuun.. krn ada bbrp gaya bahasa yg menurutku g seperti yg kanyun pake biasany.. tp tetep baguus bgt koq ff nyaa, tetep ada ciri khas fanfic kanyun di dlmny.. aku bs bedain dan aku suka bacany!

    Kanyun masih tetep setia nih bikin riddle? Aku tunggu loooh!! *tipe reader yg udah brp kali blg kapok baca riddle tp tiap kanyun bikin riddle keukeuh pngn ikutan jwb walaupun salah
    Hahaha #lol
    Apalagi ini demi menyambut mas mas winner.. #fangirlingmodeON 😍

    Dan apa ini?! Mau bikin project fanfic bro-ship historikal fantasi mark sm himchan?? Aarghhh!! #nosebleeds #pengsan
    Siap2 dpt heart attack mendadak pas buka blog ini atau blog pribadimu..

    Suka

  4. wahhh.. kak nyun line berapa sih? kenalin aku 95line ~~ hehe

    soal bahasa baru udah di bahas ya.. tpi aku pengen bahas.. agak kurang gimana gitu bacanya kak. hihi

    dan soal cerita.. duh sumpah demi apa kenapa Mark cintanya cuma bertepuk. /pukpuk/ aku pikir Alun juga suka sama Mark abisnya kan dia nyaman banget tuh ngobrol sama mark.. hehe.. tapi kalau langsung jatuh cinta mainstream ya.. yah boleh lah bertepuk kekeke.

    karakter Aluna disini unik ya. sayang nggak peka sama Mark.. huhu..

    udah gtu aja kak Nyun. salam kenal dari readermu ini hehehe

    Suka

  5. Mark nerd?? Ngga kebayaaaang.
    Alunaaaa matanyaaaa, pasti dua. Masa ngga demen ama MARKTUAN siiiih?
    Mark nya buat aku ajalah yah.

    Btw, aku kangen banget baca fiction kaknyun *sksdbangetini. Tapi bener koq aku sering baca fiction kamuu, kekeke. salam kenal. Hana,93l.
    Can’t wait to watch your project movie festival kaknyuuuun!!!

    Suka

  6. Aku bacanya malah “Farewey” geto XD
    ini kisa anak remaja juga ya, dan wussshhh ini berasa kyk Movie Tenggelamnya kapan Vanderdict /salah tulisan, abaikan/ HAHAHA
    dan tumbek kak Nyun pakek “engga” atau kata yg gk begitu baku? 😮

    Suka

  7. YAELAH MARK NISTA BANGET SIH KAMU MAZ. HUHUHU
    .
    .

    TUH KAN BENERAN TERNYATA FRIENDZONE T_____T Dari awal udah mencium aura ketek bazahnya Mark. (eh salah) Aura zona tak lebih dari pertemenan dan itu rasanya…..

    JLEB.

    NYEZ

    LEMEZ.

    kak nyun plis deh kak. Plisss ini nista banget yaluhan. Dan udah berapa kali ya aku tersepona dan hanyut mengikuti arus ceritamu kak? Aku ibarat permata yang mengalir di sungai ciliwung lalu berujung di muara pantai ancol dan ditemukan oleh seorang pria tamvan bernama Nam Joohyuk. HAHAHAHA maap absurd:’) aku sukaaaak banget ceritanya. Lebih tepatnya alur dan setiap narasi yang kakak jabarin disini. Semuanya indah dan menjadi ceritamu tak mainstream kakak. Cukup agak shocked sih waktu menemukan beberapa katak gak baku tapi seperti kena sihir aku sangat nyaman membacanya:’) huhuhu #lemes feelnya dapet banget dan bahkan aku seperti merasakan menjadi seorang MARK disini sampai sampai yang ada di bayanganku seluruhnya hanya si Aluna (visualisasinya sih seperti yg ada di cover. Asli posternya kak azura memang tiada dua :”)

    Ini nyezzzz banget kak. Lebih nyez daripada kisah cintaku. HAHAHAHA (apaan woy) well gadis kayak aluna emang nyebelin ember ya:” huh tapi nista banget sih disini ceritanya Mark jadi nerdy? Huhuhu tak apalah ya maz, yang penting kamu bukan ganteng ganteng serigala ya Maz.

    hmm asli lah kaknyun. Kau memang idolaku spesialis alur lebih tepatnya. Membaca fiksimu seperti menebak isi roti sobek 5 rasa sekaligus! (maap nyontek dikit :b) heheehe selalu tak terduga dan yeah i like thiz. INDEED!

    Hmm apalagi ya? Pokoknya wa sangat menunggu Mofest mu wahai qaqaq nyun! Huhuhu aku pun siap dibawa ke zaman baheula oleh dua pria tamvan tersebut nanti. (dan mungkin siap siap mewek…… T T)

    Okelah sekian dulu ya wahai kaknyun. Aku tau komenku sangat tak berguna sehingga seringkali kau tak membalas komentarku. Aku tahu notifmu mungkin sangat jebol dan penuh jadi aku akan tetap nyampah di komen box meski dikau tak pernah membalasnya. Aku tetap senang telah bisa membaca tulisanmu:””’)

    xx,
    Sari (ketjup lengket)
    MMMUAAAAHHHH :*

    Suka

  8. Ahhhhh cieee kak nyun
    kaget baca ini bahasanya gak baku
    tapi okelah bikin perubahan haha
    ya allah ya robbi subhanallah cowok seganteng mark aja masih ga disukain
    mendingan buat gue aja lahh hoho

    Suka

  9. Ayeeeeaaahhh kaknyun kambek dgn ff yg bikin…… JLEB!!! Bunuh adek kak bunuh *tiba2 harakiri* /?

    Asdfghjkloruwuqy aku lgsg imagine Mark Tuan jd nerdy. Ganteng abisss xD serius kaget ada bahasa gak baku di ff ini, tp tetep keren dan anti mainstream. Kak aku kangen riddle mu yg slalu bikin aku di phpin si kakak /? Di tunggu riddle nya xD

    Dan… Movie Himchan x Mark Tuan? Kepo abis kak! Gak sabar nunggu bulan baru! Kakak author favorit sepanjang masa xD keep writing and success for your project’s ff xD

    Nadia

    Suka

  10. Nyun-chan, hallow!! MarkLuna jjang!!
    komen apa nihh? luarbiasa’x kamu kan udh nyebar ke seantero jagad ^^
    suka nih sama jln crta’x. cuma bahasa’x bener2 ky’ lg baca novel indonesia. cuma gak pake gua-elu aja bedanya. bt itu style kmu, & itu gak bikin kesan cakep crta’x kurang atau ilang kok 😀
    Mark’x kasian yee~ udh jd laba laba, endingnya jg gak bisa nempatin hati’x Al sbg -lbh dr temen- ..
    habis kalimat, habis kata kata. cuma bisa blg bakal ttap setia nungguin klwr’x produk baru kmu xD ttap smangat & sllu brsinar Nyun ^^

    Suka

  11. Ini nyess ;-;
    Aku tau kok rasanya ada di area ‘Friend Zone’ itu gimanaa ;-;
    Yang sabar ya mark~
    btw, aku suka gaya tulisan kamu, keren dan gampang dipahami, tapi ngena, hohohoh
    keep writing yak ‘0’)9

    Suka

  12. Friendzone=totally nyesek.
    But at least, Mark berani bilang lah haha
    Masih kerasa kok ini gaya nulis kak Nyun. There’s something special on it. Ditungggu project historicalnya 🙂
    Fighting kak Nyun!

    Suka

  13. author aku reader baru yang nyangsrang disini wkwkwk aku nemu blog ff kamu yg ini dari rekomendasi ff orang huhahuha bagus ceritanyaaaa bgt friendzone garis keras/? tp agak aneh juga ya bahasa baku dicampur bahasa sehari2 hehe

    Suka

  14. Yaaah friendzone yaaah u.u sini sama aku aja mark aseli langsung diterima deh XD entah kenapa aku mikirnya fernweh itu bahasa thailand ternyata jerman toh XD keren banget :3 penasaran sama rambut ombrenya aluna 😀 keren keren keren 😀

    Suka

  15. Bagus ff nya kak… yah cuman agak kasian juga mark nya yah .. yg d tolak gitu sama aluna… heehee… aku reader baru… ijin baca baca yah…

    Suka

  16. Aahh kasihan Mark :” aku pikir mereka akan happy ending.. Ehh ternyata malah kayak gini jadi nya 😦 padahal aku suka moment mereka :”
    kak buat lagi ff yg cast nya mereka ya? Aku menyukai mereka..

    Suka

Leave Your Review Here!