Arsip Tag: iKon

Opposite Poles

oppositepoles_elisomnia_by-bbon

Opposite Poles

By

Elisomnia

|| Cast: Jung Chanwoo [IKON], Moon Bin [ASTRO] | Genre: AU, Family, Sad | Rating: G | Duration: Ficlet ||

.

 “…kita berdua memang meninjau hal-hal itu dari segi-segi berbeda, sejauh kutub-kutub yang berlawanan!”

Agatha Christie – Cards on the Table

.

©2016

.

Thanks to Bbon for the awesome poster

.

.

.

Melalui ekor matanya, Chanwoo dapat melihat polah berlebihan sang kawan. Moon Bin berjalan riang, berlari kecil, dan terkadang melompat. Dengan menggebu-nggebu mengulas kembali apa yang mereka dapat di sekolah hari itu.

Tentang betapa gembiranya anak itu mendapat pelajaran membaca dari guru muda asal Mokpo yang baru memulai magangnya di sekolah mereka dua hari yang lalu. Lalu, merasa iri pada kejeniusan Jae––teman sekelasnya, yang dengan mudah memecahkan soal perkalian buah apel yang sangat populer di kalangan anak Sekolah Dasar. Hingga kekesalannya pada bocah besar di kelasnya yang tak pernah berhenti mengganggu anak-anak lain; meminjam barang lalu menghilangkannya dan bersikap seolah tak tahu apa-apa, merusak taman bunga kecil di belakang sekolah, dan mengambil jatah makan siang anak-anak lain secara paksa.

“Aku benar-benar tidak suka pada Jongjin.”

Sementara kawannya itu bergumam-gumam seperti lebah, kekehan pelan meluncur dari mulut Chanwoo yang berdiri satu jengkal di sebelah kiri Moon Bin.

Anak laki-laki keluarga Jung itu sedang merapatkan jaket bermotif  bebek-bebek mungil miliknya dan mengaitkan seluruh kancing pada lubang yang tersedia saat Moonbin kembali bergumam,

“Kenapa ada anak senakal Jongjin?”

Chanwoo mengeluarkan topi rajut hitam dari saku jaketnya lalu memakainya sesaat setelah sebelah tangannya terangkat membelai ujung poninya ke belakang. Jaket Chanwoo memang tebal dan bagus––oh jelas, diproduksi di Itali dengan mengandalkan bulu domba terbaik yang sengaja dipesankan ayahnya khusus untuk bocah itu. Namun agaknya, jaket itu tak cukup mampu melindungi Chanwoo dari angin dingin bulan September yang berhembus menggelitik sendi-sendi tulangnya. Sambil mendesis pelan, ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket. Berharap kehangatan dapat tersalurkan ke seluruh tubuh kecil itu.

Langkah Chanwoo terhenti saat dengan tiba-tiba Moon Bin berlari beberapa langkah lalu menghalangi akses jalannya.

“Menurutmu, Jongjin orangnya bagaimana?”

Oh, jadi dia masih memikirkan tentang Jongjin? Chanwoo terdiam, bukan karena ia tidak ingin atau tidak bisa menjawab, melainkan, ia sedang berpikir kira-kira apa kata yang cocok untuk menggambarkan sosok Song Jongjin. Ia tidak munafik, ia sama dengan yang lainnya yang tidak menyukai Jongjin. Ia bisa saja memuntahkan semua keluhannya mengenai Jongjin jika ia mau, namun, kalimat yang sering terlontar dari bibir sang ayah menyapu lembut gendang telinganya,

“Kelak kau akan menjadi orang penting bila besar nanti, maka dari itu kau harus bisa menjaga semua perilaku dan ucapanmu bila tidak ingin ada pihak yang tersakiti.”

Sebenci apapun Chanwoo pada Jongjin, ia tidak akan menyakiti bocah besar itu dalam bentuk apapun.

“Menurutku, dia tidak jahat,” mengambil jeda sejenak, “dia hanya anak yang tidak memiliki etika dalam bertingkah laku.” Umurnya baru akan menginjak angka tujuh minggu depan nanti, namun ia berujar bak ahli filsafat dunia. Chanwoo memandang Moon Bin yang berdiri mematung sambil menatapnya lekat. Dahi bocah itu mengernyit sebelum mengulang apa yang sahabatnya katakan,

“E-ti-ka?”

Sudah Chanwoo duga, Moon Bin tidak akan mengerti. Anak laki-laki itu hanya meniru apa yang sering dikatakan Pak Jung saat memberikan materi ilmu sosial dan pola perilaku masyarakat padanya setiap Jumat sore.

Eum, aku tidak tahu pasti apa artinya. Tapi yang jelas, guru privatku sering mengucapkannya.”

Raut wajah Moon Bin berubah seratus delapan puluh derajat. Matanya berbinar dan senyumnya mengembang. Reaksi khas seorang bocah yang penuh rasa ingin tahu.

“Privat? Wow.”

Sementara Moon Bin kegirangan, Chanwoo hanya memperhatikan. Berpikir keras apakah ia salah bicara sehingga membuat kawannya menggila seperti ini.

“Pasti seru, kan?”

Alih-alih menjawab, Chanwoo mendorong sedikit tubuh Moon Bin untuk membuka kembali akses jalannya. Baginya, seru atau tidak bukanlah hal yang penting. Karena ayahnya tidak pernah memikirkan tingkat keseruan saat memilihkan semua les privat itu untuknya. Sepertinya Moon Bin tidak keberatan dengan aksi diam Chanwoo, karena sejurus kemudian ia berlari mensejajari langkah kecil temannya dan kembali berujar,

“Dari dulu aku ingin sekali mengikuti les atau apapun itu, tapi ayahku tidak mengizinkan karena tidak ada biaya.” Moon Bin mengucapkannya dengan ringan, tidak ada perasaan apapun yang tersirat dalam nada suaranya. Hanya murni seorang bocah kecil yang merasa sedikit kecewa.

“Sebenarnya, aku iri padamu, Chan.” Kata Moon Bin tiba-tiba, membuat Chanwoo menoleh lalu menatapnya keheranan, “Iri?”

“Ya, karena kau kaya. Pakaianmu bagus, makananmu enak, dan semua yang kau inginkan pasti kau dapatkan,”

Tidak. Itu tidak benar. Moon Bin salah.

“Lihat aku! Jaketku bolong, aku jarang makan daging, dan aku tidak pernah ikut les. Aku sangat ingin menjadi dirimu.”

Tolong jangan berkata seolah-olah kau makhluk paling rendah di muka bumi, Bin.

“Aku––”

“Diam!”

Chanwoo sudah tidak tahan lagi. Telinganya panas menghadapi mulut Moon Bin yang terlalu banyak bicara.

“Jangan seperti itu lagi! Pada dasarnya, kita semua sama.”

Chanwoo merasa sedikit bersalah telah membentak temannya itu setelah melihat wajah Moon Bin yang meredup. Bocah laki-laki yang dalam kesehariannya terlampau ceria itu kini menggigit bibir bawahnya.

“Kita tidak sama. Kau punya Optimus Prime, sedangkan aku tidak.”

“Kau bisa pinjam punyaku.”

“Aku tidak suka meminjam, aku ingin milikku sendiri.”

“Kalau begitu ambil saja punyaku.”

Tercenung. Keduanya bungkam. Gesekan daun pohon oak tua di ujung jalan mengiringi keheningan yang tercipta dari sepasang insan kecil yang masih setia beradu argumen lewat sebuah tatapan mata.

“Moon Bin?”

Suara itu berhasil mencuri perhatian Moon Bin. Seorang wanita berumur sekitar awal tiga puluhan dengan celemek kuning berdiri di depan pintu kaca dengan senyum hangat terpatri di wajah cantiknya. Tangannya yang berlumur tepung melambai berulang kali mengisyaratkan anak-anak itu untuk mendekat. Agak jauh di atas kepala wanita itu, Chanwoo bisa membaca huruf timbul berlampu neon cokelat yang bertuliskan Lunaries.

Tunggu… Astaga! Lunaries?

Lunaries adalah toko kue sederhana di daerah Garosu-gil yang terkenal dengan muffin-nya yang lezat. Dari jarak sedekat ini, Chanwoo bisa melihat muffin berbagai rasa yang disusun rapih di atas nampan bertumpuk dan dipajang pada salah satu sisi etalase. Sungguh menggoda, pikirnya.

“Ayo mampir dulu.”

Chanwoo mengikuti Moon Bin dari belakang, lonceng kecil di atas pintu kaca itu bergoyang saat salah satu dari mereka membukanya. Suasana hangat dari dinding-dinding bercat pastel di ruangan itu menyambut Chanwoo saat dirinya memasuki pintu utama Lunaries––yang entah kenapa membuat hatinya berdesir. Mulut Chanwoo menganga dan matanya melebar menyiratkan kekaguman. Sinar matanya semakin berbinar saat bertemu dengan jejeran kue-kue lezat yang memenuhi jarak pandangnya.

“Ah, ibu, jangan begitu, ada temanku disini.”

Atensinya beralih pada Moon Bin yang menggeliat-nggeliat kecil saat wanita paruh baya bercelemek kuning tadi berusaha meraup pipinya dan memberikan kecupan-kecupan kecil. Wanita tersebut terkekeh ringan lalu menatap Chanwoo ramah,

“Oh, kau teman sekelas Bin, ya?”

Chanwoo tersenyum sekaligus mengangguk dengan sopan. Selanjutnya, ia menyebutkan nama lengkapnya saat wanita yang dipanggil Bin dengan sebutan ibu itu bertanya.

“Kalian mungkin lapar, mau kue?”

Tanpa menunggu persetujuan dari kedua bocah laki-laki tersebut, Nyonya Moon beranjak menuju dapur seraya melepaskan ikatan tali celemeknya lalu menggantungkan celemek sewarna matahari itu pada gantungan dinding dibalik pintu dapur.

Moon Bin segera menarik tangan Chanwoo ke arah bar kecil di samping meja kasir, bergabung dengan gadis kecil yang terlihat sedang memakan donat. Merangkak naik pada kursi yang tersedia dengan begitu semangat sampai-sampai Chanwoo hampir jatuh mengingat tangan mereka masih bergenggaman.

“Inilah toko kue ibuku. Rumahku ada di sebelah.”

Suara nyaring khas seorang Moon Bin kembali menyapa. Sepertinya, dia sudah melupakan apa yang terjadi beberapa menit yang lalu. Chanwoo mengakui bahwa Moon Bin benar-benar polos, ia mencoba mengikuti alur pembicaraan saat lima sekon kemudian Nyonya Moon datang membawakan empat buah muffin cokelat bertabur choco chips yang baru dikeluarkannya dari oven. Masih panas dengan uap harum mengudara.

Tak perlu waktu lama bagi Chanwoo untuk mengakrabkan diri dengan keluarga temannya tersebut. Dengan duduk berjajar di bar kecil samping meja kasir dan memakan kue buatan rumah yang nikmat, mereka membicarakan banyak hal.

Ibu Moon Bin sangat hangat dan perhatian, wanita itu membuat Chanwoo selalu bisa tersenyum saat berhadapan dengannya. Ayah Moon Bin––yang agak terlambat bergabung, adalah pribadi yang menyenangkan. Terkadang Chanwoo sampai tersedak jus jeruknya sendiri karena tergelak mendengar lelucon konyol yang terlontar dari bibir manis Tuan Moon. Oh, dan jangan lupakan Moon Bin, sahabatnya. Bocah seumurannya yang sangat ceria namun juga berisik. Merebut kue-kue adik perempuannya hingga Sua––sang adik, menangis keras. Namun setelah itu Moon Bin pasti akan menggantinya dengan kue-kue miliknya. Merebut kue dan menggantinya lagi, terus seperti itu sampai Sua menyadari konsep permainan sang kakak lalu mengikutinya dengan tawanya yang senyaring milik Moon Bin.

Disamping Moon Bin, terlihat Chanwoo menyeka dua butir air mata yang mengalir melewati pipinya. Ia tak tahan lagi dengan guyonan Tuan Moon yang membuat perutnya sakit. Chanwoo patut bersyukur, sebab ia sendiri tak ingat kapan terakhir kali ia tertawa seperti ini.

Ding… Ding…

Dentingan jam antik di sudut ruangan menyadarkan Chanwoo. Jarum pendeknya yang mengarah pada angka enam memberitahunya bahwa dia sudah terlalu lama berada di Lunaries. Dengan segenap kesadaran diri, ia meminta izin pada keluarga kecil itu untuk pamit. Tuan Moon sempat mencegahnya dan tidak memperbolehkan Chanwoo pergi sebelum melewatkan makan malam bersama mereka, namun anak kecil itu dengan halus menolak. Jika ia pulang terlalu sore, bisa-bisa orang rumah khawatir. Parahnya, ayahnya pasti akan langsung turun tangan.

Setelah meyakinkan keluarga Moon Bin bahwa dia tidak apa-apa pulang sendiri karena rumahnya hanya berjarak beberapa blok dari kawasan Garosu-gil, Chanwoo pun bergerak pelan menuruni tangga-tangga kecil di depan Lunaries lalu berjalan ke Utara. Orang tua Moon Bin juga Bin dan Sua senantiasa mengawasi bocah manis itu sampai hilang di belokan.

.

.

Remang bohlam jingga menerangi sudut-sudut rumah putih bergaya Mediterania klasik milik keluarga Jung. Lampu-lampu taman dengan bentuk elegan berbaris di sepanjang ruas jalan utama. Gemericik air dari kolam ikan seolah menjadi hiburan tersendiri bagi putra tunggal Jung setiap kali melewatinya.

Desahan napas lega terdengar pelan saat Chanwoo membuka pintu depan rumahnya. Gelap, sepi, dan dingin––seperti biasa. Melihat dari kondisinya, ayahnya pasti belum pulang.

“Darimana saja?”

Oh tidak, ia mengenali suara ini. Hatinya berdebar seiring suara langkah kaki yang kian mendekat hingga memunculkan bayangan ayahnya. Kali ini situasinya berbeda. Kepulangan sang ayah yang selalu dinanti-nanti tak berlaku hari itu. Chanwoo takut. Takut ayahnya marah. Takut ayahnya kecewa padanya. Tapi tak ada yang bisa ia perbuat. Jung Chanwoo tidak pandai merangkai kebohongan. Lebih tepatnya, ia benci berbohong.

“Dari rumah teman.”

“Dan menolak tumpangan dari Paman Kim?”

Lidahnya kelu. Memang benar jika siang tadi ia menolak untuk diantar pulang oleh Paman Kim––Sopir pribadi Keluarga Jung–– dengan alasan ingin menemani teman sekaligus sahabatnya berjalan kaki dari sekolah sampai ke Garosu-gil.

Chanwoo tak berani bersuara. Nyalinya menciut saat bertemu pandang dengan manik tenang namun tegas milik sang ayah. Tapi, sebuah pertanyaan menganggu benaknya,

Kenapa ayahnya pulang secepat ini?

“Tadi Mr. Lucas menelpon, dia bilang bahwa kau tidak ada dirumah dan melewatkan jam privat bahasa Inggrisnya. Maka dari itu ayah pulang untuk memastikan.”

Tuan Jung beranjak dari sofa beludru merah dengan menghela napas pelan. Wajah lelah pria itu membuat Chanwoo tak tega. Perlahan, ia merajut langkahnya menuju anak semata wayang yang sangat ia sayangi.

“Chanwoo, sayang, dengarkan ayah. Ayah hanya ingin yang terbaik untukmu. Semua pelajaran yang diberikan oleh guru les pilihan ayah itu sangat berguna bagimu dalam mengelola perusahaan bila kau besar nanti. Bukan karena apa ayah mendidikmu seperti ini, hanya saja, ayah ingin kau mempersiapkan diri sejak dini.”

Chanwoo mengerti. Sebagai pewaris tunggal perusahaan, Chanwoo sangat paham dengan apa yang ayahnya inginkan. Pria itu menginginkan yang terbaik. Namun, hatinya tercubit jika mengingat semua ini hanya keinginan ayahnya semata, bukan yang Chanwoo inginkan.

Sepasang tungkainya membawa lelaki kecil itu ke dapur untuk duduk termenung di meja makan ditemani beberapa pelayan yang mondar-mandir mengurus pekerjaan mereka. Setelah ayahnya berkata padanya bahwa masih ada urusan di kantor dan pergi begitu saja, suasana hatinya semakin berantakan. Hatinya merasa sepi.

Chanwoo mengeluarkan kotak berwarna putih dengan totol-totol ungu pastel dari dalam tasnya. Membuka kotak itu dan menemukan lima muffin berbentuk lucu menanti untuk disantap. Sebelum pulang tadi, ibu Moon Bin sempat membungkuskan kue andalannya itu untuk Chanwoo.

Chanwoo menggigit ujung muffin stroberi lalu mengunyahnya perlahan. Rasa manis yang menjalar di dalam mulutnya mengingatkannya pada kisah indah yang ia alami di Lunaries.

“Justru aku yang iri padamu, Bin”

 

 

 

end.

Imaginary Squad

 

imaginary-squad

Imaginary Squad

A story by Elisomnia

|| Cast: [Astro] Yoon Sanha, [IOI] Jeon Somi, [IKON] Jung Chanwoo, [Ulzzang Kid] Cristina Fernandez Lee, a Girl as Aku | Genre: AU, Friendship, Mistery, Suspense, little bit Horror | Rating: PG | Duration: Ficlet ||

.

.

You think I’m crazy… wait until you meet them!

.

.

©2016

.

.

.

“Dasar tomboy! Apa dia tidak punya aksesoris lagi?”

Jeon Somi memang begitu, ia sangat memperhatikan penampilannya. Kerap kali ia meminjam barang-barang milikku untuk mempercantik dirinya yang––kuakui––memang sudah cantik. Gadis itu memiliki bola mata hitam yang indah. Rambut sebahunya yang lurus dan sewarna madu menjadi kesukaanku. Walau tampangnya sedikit cuek dan sering mengomel, tapi saat gadis itu tersenyum percayalah wajahnya akan berkali-kali lipat lebih manis dari permen kapas. Oh, dan jangan lupakan kulitnya yang seputih susu itu, aku pernah tidak sengaja menyenggol tangannya, benar-benar lembut. Sanha yang memperkenalkanku padanya, ia bilang wajah kami mirip.

Gadis bergaun merah muda itu tak henti-hentinya menggerutu. Beberapa anak rambutnya terjuntai saat ia membungkuk ke kolong meja belajarku. Oh ayolah Somi, berhenti mencuri barangku. Ingatlah kalungku yang kau hilangkan tempo hari.

“Ah, aku menemukannya!”

Serunya dengan wajah berseri sambil menenteng dua buah gelang berbeda motif dengan gradasi warna di kedua sisinya. Oh tidak, itu gelang pemberian bibiku.

“Kak Chanwoo, menurutmu mana yang lebih bagus?”

“Semuanya bagus.”

Seseorang yang sedang membaca komik diatas kasurku itu menjawab sekenanya. Jung Chanwoo sangat pendiam dan tidak banyak bicara. Sikapnya yang kelewat tenang membuatku berpikir bahwa dia baik-baik saja, hingga aku mengetahui satu hal bahwa dia sedang patah hati. Itulah sebabnya aku jarang melihatnya akhir-akhir ini. Bahkan di atap sekolah yang merupakan tempat pertemuan pertama kami juga tak kutemukan eksistensinya. Cintanya yang tak terbalas pada salah seorang sahabatku membuatnya benar-benar rapuh. Namun syukurlah, berkat bujukan Cristina dia akhirnya mau bangkit dan berkumpul bersama di kamarku.

Cih! Kau bahkan tidak melihat kemari.”

Somi membuang muka kesal. Chanwoo diam, ia melinting lengan sweater hitam berleher kura-kura miliknya sebatas siku saat dirasanya hawa mulai memanas akibat emosi Somi.

Kriettt… Bam!

“Maaf membuat kalian menunggu lama,”

Itu aku. Dengan kedua tangan menenteng kantong plastik besar aku berjalan ketengah ruangan. Kakiku gemetar dan tak butuh waktu lama aku pun ambruk, duduk bersimpuh diatas karpet bulu kesayanganku.

“Aku membeli banyak camilan, makanlah.”

Sanha bangkit dari tidurnya dan langsung merangkak mendekatiku, lebih tepatnya mendekati kantong  makanan yang aku beli. Begitu juga dengan Somi, ia mengambil sebungkus biskuit cokelat dan kembali duduk di meja riasku, bersolek.

“Chanwoo, kubelikan donat keju kesukaanmu, ayo makan.”

“Nanti saja, komik ini seru.”

Aku menghela napas pelan. Dasar Chanwoo! Jika sudah fokus pada sesuatu akan mengabaikan sesuatu yang lainnya.

Kurebahkan badanku sekaligus memejamkan mata. Berjalan ke minimarket sejauh lima ratus meter dicuaca sedingin ini benar-benar membuatku mati beku. Jika saja mereka tidak datang tiba-tiba lalu melempari jendela kamarku menggunakan batu, atau masuk begitu saja dengan melompati jendela, mungkin sekarang aku sedang tidur nyenyak. Namun, walau bagaimana pun, aku senang kami semua berkumpul disini.

“Sanha, semalam kau menyelinap ke kamarku dan tidur disampingku kan?”

Aku bangkit lalu menyender di kaki ranjang. Menggelindingkan sebotol susu pisang dengan kakiku sebelum akhirnya botol mungil itu  berpindah ke tanganku.

“Ap-apa?! T-tidak, mana mungkin!”

Tangannya yang hendak memasukkan segenggam keripik singkong terhenti tepat di depan mulutnya. Gurat kegugupan itu jelas kentara. Lihatlah wajahnya sekarang. Mata bulatnya melebar karena kebingungan. Bibirnya yang dihiasi sisa keripik terbata menyusun kata demi kata. Tak lama, semburat kemerahan muncul di kedua pipi pucatnya. Dengan gerakan cepat, ia menyapu tangannya yang penuh bubuk bumbu penyedap pada kemeja putih yang ia pakai.

Ew, itu menjijikan, Sanha. Kemejamu sudah penuh dengan bercak-bercak merah, tak perlu lagi kau menambahinya dengan bubuk bumbu keripik.”

“Lalu, aku harus membersihkannya dengan apa?”

“Pakai tissue!”

Kulempar wadah tissue kearahnya. Ia mengaduh saat wadah berbentuk katak itu membentur kepala berharganya. Setelah bergelut ditengah badai salju, tingkah Sanha barusan benar-benar membuat mood-ku berada di titik terendah. Maksudku, kami berbagi usia yang sama, namun kenapa otaknya bocah sekali?

Selain kekanakan, dia juga mudah cemburu, dan itu sangat menggangguku––awalnya. Dulu teman satu sekolahku pernah dikerjainya habis-habisan hingga terluka hanya karena ia tidak suka caraku menatap temanku itu. Ayolah San, siapa yang tidak mengagumi seorang pelajar setengah musisi yang pandai bermain gitar? Karena kejadian hari itu, aku melancarkan aksi mogok bicara padanya selama beberapa hari.

Oh, satu lagi. Yoon Sanha suka pelukan––atau memeluk. Pelukan tiba-tiba yang kerap ia lakukan selalu membuatku takut. Bulu halus disekitar leherku tak pernah tak berdiri saat lelaki tinggi itu memelukku dari belakang––kebiasaannya. Dengan tinggi diatas rata-rata seperti itu aku selalu mengira bahwa dia adalah paman mesum berjas pink norak di ujung gang yang sering menculik gadis sekolah menengah untuk diajaknya kencan. Oleh karena itu, terkadang tubuh Sanha memar sesaat setelah ia melingkarkan kedua tangannya dipinggangku. Tidak ada salahnya waspada kan?

Akan tetapi, aku agak merasa kasihan padanya. Tak jarang pula kudapati ia tengah duduk menyendiri dan melamun. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu. Awal pertemuan kami adalah di sebuah tanah lapang yang terletak tak jauh dari rumah Sojin, temanku. Hari itu, kulihat dia sedang duduk termenung diatas tumpukan rongsokan bekas bahan bangunan dan langsung tersenyum senang saat melihat kehadiranku ditempat itu. Apa mungkin selama ini dia kesepian?

“Sudahlah San, mengaku saja.”

“Atau Crist yang akan menceritakan semuanya.”

Desakan Somi dan Cristina terdengar silih berganti.

“Ya Crist, ceritakan semuanya pada kakak––Oh Ya Tuhan, apa yang kau lakukan disitu?!”

Mataku terkunci pada sosok Cristina yang bergantungan ria pada barisan teralis besi di jendela kamarku. Tubuh mungilnya melompat dari jendela kanan menuju jendela kiri lalu berayun menggunakan gorden untuk kembali ke jendela kanan. Gaun putih kedodorannya bergoyang sesuai irama yang ia ciptakan.

Gadis polos penuh tingkah yang pernah kukenal. Senyumnya manis dan tawanya menyegarkan. Aku berjumpa dengannya yang sedang bermain ayunan di sebuah taman bermain. Saat itu dia dingin sekali, tatapannya tajam saat pertama menatapku, itu menakutkan. Namun aku tak menyangka ia akan bertransformasi menjadi gadis kecil yang ceria seperti sekarang.

Ya! Chanwoo, jangan terlalu intim bercumbu dengan komik itu! Kau tak lihat adik kecil kita berayun-ayun diatasmu? Cepat turunkan dia!”

“Kenapa harus aku?”

Hah? Apa? Kenapa harus dia? Dasar Jung Chanwoo tidak peka! Dia bahkan masih bisa membalik halaman komik dengan begitu santai.

“Karena kau yang paling dekat dengannya, Chan. Ayolah cepat, atau kumakan donat kejumu!”

“Jika kau lakukan itu maka persahabatan kita putus.”

Sial! Lagi-lagi ia menggunakan alasan klise seperti itu. Dia selalu tahu kelemahanku.

God, harus kukatakan berapa kali bahwa persahabatan adalah hal sakral bagiku. Ah, lupakan itu! Sekarang bantulah adikmu, dia bisa jatuh.”

Masih dengan ketenangan yang menyelimuti dan fokus yang tertuju pada buku bergambar ditangannya Chanwoo menjawab, “Tenanglah, dia tidak akan jatuh. Kalau pun jatuh, dia pasti baik-baik saja kok.”

Kalimat Chanwoo barusan menyentil urat kecil di otakku, aku seakan baru tersadar dari kehebohan yang baru saja terjadi. Benar juga, Cristina adalah gadis yang kuat. Gravitasi bukanlah tandingannya.

“Jangan khawatirkan Crist, Crist sudah biasa dengan ini. Kak Sanha mau ngomong, tuh.”

Aku tersentak dari lamunanku dan seketika menoleh ke arah Sanha.

“A-aku mengaku, aku memang selalu menyelinap kemari setiap malam.”

Seolah melupakan Cristina, perhatianku terpusat pada Sanha sepenuhnya. Seolah melupakan kepanikan yang baru saja melanda, rasa jengah menguasai tubuhku sepenuhnya. Uhh, ada apa denganku malam ini? Mudah sekali berubah mood.

“Itu semua aku lakukan semata-mata karena ingin selalu dekat denganmu.”

“Sanha please, kita selalu bertemu setiap hari, okey?”

Sanha menggeleng, “Tidak hanya setiap hari, aku ingin berada di dekatmu setiap saat.”

Oh Ya Tuhan.

Aku melirik sinis ke arah Chanwoo yang tiba-tiba melantunkan ‘ooo’ bervibra aneh dengan raut menyebalkan khas orang kasmaran. Wajah dinginnya yang berubah menggelikan jelas membuatku kesal. Tolonglah kalian semua jangan mengaduk-aduk perasaanku malam ini.

Dan untukmu San, berhentilah membuatku melayang!

“Kenapa? Tidak boleh ya?”

Wajahnya memelas. Entah itu disengaja atau tidak tapi wajahnya benar-benar terlihat suram sekali. Aku tak tega saat bibirnya semakin melengkung dan hendak menangis.

“B-boleh kok.”

Sial! Kenapa aku mengatakan itu? Untuk apa pula aku mengizinkan seorang lelaki tidur disampingku? Dasar gila!

Aku merasakan pipiku memanas sekarang. Oh, aku benci situasi seperti ini. Kusambar apapun yang ada di dekatku––kebetulan saat itu ada wafer cokelat. Tanpa perduli milik siapa langsung kulahap semuanya ke dalam mulutku. Ayolah, bersikap biasa saja, jangan terlihat seperti orang yang sedang––

“Salah tingkah, tuh!”

Jung Chanwoo sialan! Kusumpal mulutnya menggunakan kaus kaki Sojin baru tahu rasa.

“Eh, Kak? Itu kan waferku?”

Seru Crist sedetik setelah aku menelan gigitan kedua.

“Sungguh?”

Kudengar Chanwoo berdecak lalu mencibir. Sedangkan Sanha dan Somi berusaha sekuat tenaga menahan tawa mereka.

“Iya, itu waferku. Ah! Kakak ini bagaimana sih? Kembalikan waferku!”

“Iya iya, kakak minta maaf. Nanti kakak ganti saja, mau ya?”

“Tidak mau. Cepat kembalikan.”

“Eh, tunggu tunggu. Hati-hati Crist-ah.”

Bruk!

“CRISTINA!”

Kakinya terpelintir akibat celah yang ditimbulkan bingkai foto dan buku-buku pelajaranku sehingga tubuhnya limbung dan menghantam lantai kayu dengan cukup menyakitkan.

Brak!

Pintu kamarku dibuka dengan begitu keras oleh seseorang. Kulihat ibuku berdiri disana menunjukkan tatapan menyeramkan dengan lingkaran hitam menghiasi kantung matanya. Oh, tidak!

“Sudah malam. Tidurlah dan jangan bersisik!”

Ibu berbalik dan tak lupa menutup pintu kamarku dengan keras membuatku berjengit kaget. Meninggalkanku dalam kesendirian di ruangan persegi yang kusebut kamar.

Benar, ibuku tidak bisa melihat mereka, teman-teman arwahku.

Jadi, apa kalian punya teman imajinasi?

end.

halo, elisomnia here, bisa dipanggil elis 🙂
aku baru disini jadi mohon kerjasamanya ya
terimakasih dan salam kenal semua 😀

[Movie Festival 4] Cuai Sang Caba by DaeHanBingu

Cuai Sang Cabai

Cuai Sang Caba |

a Movie Festival created by: DaeHanBingu |

Cast: Kim Jiwon a.k.a iKON’s Bobby & Kim Jisoo a.k.a BLACKPINK’s Jisoo |

Genre: Family, Romance, Sad, Hurt/Comfort, Slice of Life, School-Life |

Duration: Vignette (2000+ Words)

.

.

.

Thank you so much snqlxoals818 for the amazing poster!

“Sang Caba tak suka diatur, keras kepala, pun membenci keteraturan. Kendati begitu, hanya satu nara yang mampu meretas habis Sang Caba cuai tersebut, nara paling indah di alam semestanya.”

Prolog

Lanjutkan membaca [Movie Festival 4] Cuai Sang Caba by DaeHanBingu

[Movie Festival 4] Be the Sun – ChanLu’s Mate

Be the Sun

Be the Sun

Junhoe & Jisoo

Friendship, Bromance, Romance, Slice of life | Rated R for language and brief sexual reference | Vignette

Untuk Junhoe yang ‘ngakunya’ nonton 12 Angry Men dan untuk hutang birthday fic yang gak pernah jadi dua tahun berturut-turut, ini buat lo. Juga untuk Jisoo yang layak untuk main di lebih banyak film atau drama yang lebih prominent.

Let’s go back to our roots; being the sun. Not only the sun that shines every nook of darkness, but also the sun that radiates warmth to the cold.

 

“Okay, okay. I won’t bring it up again.” Jisoo mengangkat kedua tangannya tanda menyerah begitu Junhoe mendelik ke arahnya. Keheningan sejenak di antara keduanya memberikan Jisoo cukup waktu untuk kembali menyusun kalimat yang sejak lama menggelitik keingintahuannya.

Lanjutkan membaca [Movie Festival 4] Be the Sun – ChanLu’s Mate

Sister? (CHAPTER 2)

sister

Title: Sister? (CHAPTER 2)

Scriptwriter: Nurulqurrota22

Main Cast: Kim Hanbin (B.I iKON), Natasha Kim (OC)

Other Cast : All member of iKON and the family/?

Genre: Family, School Life, Romance, Love-Hate (maybe)

Duration: Chapter

Previous: 1

Rating: M

Kau tahu cinta kan?

Kau yakin cinta itu buta, kan?

Lanjutkan membaca Sister? (CHAPTER 2)

A ‘Good’ Bye (Chapter 1)

A 'Good' Bye

Title: (Chapter 1) A ‘Good’ Bye

Scriptwriter: Bin_13

Main Cast: Kim Han Bin (iKON) , Byul J (OC)

Genre: Romance , Comedy

Duration: Chaptered

Rating: G

Summary: Tak ada yang istimewa dariku, aku hidup unuk menjadi seorang artis. Aku memulai karirku menjadi seorang artis semenjak aku menjadi trainee SM Entertainment. Walaupun aku trainee SM namun aku sangat suka mendengar musik menejemen sebelah yaitu YG Enterainment. Aku tak menyangka nasibku berubah sungguh drastis setelah mengikuti ajang tersebut.

Disclaimer: Hasil pemikiran saya sendiri, terilhami oleh Hanbin, Pernah saya post di blog iKON Fanfic Indo, Meskipun pernah saya post di blog lain semoga semuanya menikmati, Copaste silahkan sertakan credit, Hargai karya orang. Thanks


Lanjutkan membaca A ‘Good’ Bye (Chapter 1)

AIRPLANE – Part 4

airplane

AIRPLANE

Title : Airplane

Scriptwriter : BBYWIND

Main Cast : Kim Hanbin [iKON] Lee Seo-a [OC]

Genre : Vulnerable

Rating : General

Summary :

Maafkan aku, aku tidak bisa dan tidak akan pernah bisa menganggapmu sebagai seorang teman. Bukan karena aku membencimu, tapi karena aku mencintaimu. Maafkan aku, karena tak bisa menghilangkan perasaan lebih padamu.”

Disclaimer : I just own the poster and storyline.

Part 1Part 2Part 3 – Part 4

Lanjutkan membaca AIRPLANE – Part 4

Sister? (Chapter 1)

Sister

Sister?

Sepertinya otakku masih terlalu muda untuk menerima seorang adik. Adik? –Kim Hanbin

Title: Sister?

Scriptwriter: Nurulqurrota22

Main Cast: Kim Hanbin (B.I iKON), Natasha Kim (OC)

Other Cast : All member of iKON and the family/?

Genre: Family, School Life, Romance, Love-Hate (maybe)

Duration: Chaptered

Rating: M

Kau tahu cinta kan?

Kau yakin cinta itu buta, kan?

Lanjutkan membaca Sister? (Chapter 1)

[Oneshot] You Got Everything You Want

STAND ALONE 3 - you got everything

You Got Everything You Want

Title: You Got Everything You Want // scriptwriter: ER // cast: Go Junhoe (iKon), Kim Jongdae a.k.a Chen (EXO), Daisy Jung (OC) // Genre: Romance, Work-Life // Duration: Oneshot ± 4077 words // rating: PG-17

Disclaimer : i just own the Plot and The Original Character

ER’s Notes [ please read it first] :

  1. Kim Jongdae dipakai untuk penceritaan dari sudut pandang author. Chen dipakai untuk penceritaan tokoh Jongdae dilihat sebagai seorang idol dari sudut pandang tokoh utama wanita dan tokoh lain. jadi author memakai ‘Chen’ untuk menjelaskan keadaan dan pola pikir para pemeran di fanfic ini.
  2. Istilah seperti SM Sky Bar dan jenis pekerjaan yang ditulis di fanfic ini adalah fiksi, author tidak tahu hal itu benar-benar ada atau tidak. Author hanya tahu tentang organisasi perusahaan pada umumnya, tapi kurang paham tentang organisasi perusahaan entertainment. jadi jangan dianggap serius ya..

Summary :

“EXO Chen dating a girl. This girl confirmed as SM Entertainment’s staff of Financial Department. As Chen Types, she is pretty, elegant, looked smart, and has a bright career……………”

 

***

Lanjutkan membaca [Oneshot] You Got Everything You Want

AIRPLANE – Part 3

airplane

AIRPLANE

Title : Airplane

Scriptwriter : BBYWIND

Main Cast : Kim Hanbin [iKON] Lee Seo-a [OC]

Genre : Vulnerable

Rating : General

Summary :

Maafkan aku, aku tidak bisa dan tidak akan pernah bisa menganggapmu sebagai seorang teman. Bukan karena aku membencimu, tapi karena aku mencintaimu. Maafkan aku, karena tak bisa menghilangkan perasaan lebih padamu.”

Disclaimer : I just own the poster and storyline.

Part 1Part 2 – Part 3 – Part 4

Lanjutkan membaca AIRPLANE – Part 3

Hard to Love You (Chapter 1)

Hard to Love You

Title: Hard to Love You

Scriptwriter: KimB

Main Cast: Kim Hanbin (B.I) iKon, Lee Hee Rin (you)

Support Cast: Another member of iKon

Genre: Drama, Comedy (somehow)

Duration: Sekuel/Chapter

Rating: PG

      Kau hadir seakan menjawab semua mimpiku tentang cinta. Kau hadir saat hati ini ingin bersandar. Tapi kehadiranmu, seakan bukan jawaban pasti akan mimpi-mimpi itu.

————————————KimB——————————–

Lanjutkan membaca Hard to Love You (Chapter 1)

[Ficlet] Aku Menunggumu

STAND ALONE 1 - aku menunggumu

[FICLET] Aku Menunggumu

Tittle: Aku Menunggumu // scriptwriter: ER // cast: Go Junhoe (iKON), Daisy Jung (OC) // Genre: Romance, hurt/comfort or fluff (?) // Duration: ± 448 words (ficlet) // rating: PG-15

Disclaimer : i just own the Plot and The Original Character

Summary

‘Junhoe-Oppa, berhentilah menyiksa perasaanku. Tolong kembalilah dan berikan aku kejelasan..’

***

Lanjutkan membaca [Ficlet] Aku Menunggumu

[Vignette] Apology

apology

Apology

Script written by

 

Wonpaws©2016

|| Cast: Yunhyeong and B.I [iKON], Yerin [G-friend] | Duration: Vignette | Rating: G | Genre: Romance, Sad ||

Note:

Thank’s for amazing poster by @Aqueera—Poster Channel

Summary:

Seluruh janji itu hanyalah kebohongan belaka

Lanjutkan membaca [Vignette] Apology

AIRPLANE – Part 2

airplane

AIRPLANE

Title : Airplane

Scriptwriter : BBYWIND

Main Cast : Kim Hanbin [iKON] Lee Seo-a [OC]

Genre : Vulnerable

Rating : General

Disclaimer : I just own the poster and storyline.

Part 1 – Part 2 – Part 3 – Part 4

“Maafkan aku, aku tidak bisa dan tidak akan pernah bisa menganggapmu sebagai seorang teman. Bukan karena aku membencimu, tapi karena aku mencintaimu. Maafkan aku, karena tak bisa menghilangkan perasaan lebih padamu.”

Lanjutkan membaca AIRPLANE – Part 2